Selasa, 29 April 2014

Some of my collections of photograph

Last month (March 2014), I had a chance to visit 2 villages in Kupang District. I and the great team were looking for the information about local children's meal. The trip was really fun and I was so excited, especially because I was playing (I mean working) around nutrition issues.

Here are some photos that I love, showing people that I met and situations that I experienced.

 A mama and her 2 under five children

 A little boy who was attending a monthly Posyandu in Oh Aem II Village, Kupang District. 
Such an innocent face, look at his eyes

 A hundred years old man was eating "sirih pinang", 
the local snacks that redden your mouth out once you mix them in a while

 A little boy and his mom, he was wearing a bead necklace and a metal bracelet,  
showing us the trace of the culture

 "I need you, Mama. You are the only one who gives me such a comfort protection.", She thought.

 
Ray : Smiling like a bright sunshine

 Agni was wondering why the adult were lining up and grinning to the camera

In front of her house, a mama is lounging while preparing sirih-pinang to eat.
 Her right side was a little Oko Mama, a box to keep the sirih pinang ingredients, and her left side was a bucket to spit the bitter saliva. Be careful for the amateur eaters, if you swallow the bitter saliva, you could get drunk. Seriously!

 
"I'm babysitting my little sister while mama is working", said a super responsible big brother

A mama was wearing big scarf that she weaved by herself. 
She then sold it for about Rp.100.000 

Jumat, 18 April 2014

Menjadi Dosen




Sejak kuliah dulu saya memiliki profesi impian sebagai dosen. Entah karena benar-benar ingin berbagi ilmu mencerdaskan bangsa ataukah hanya karena miskin referensi tentang profesi di bidang gizi. Tapi saya cenderung senang berbicara di depan umum dan saya tidak merasa gugup atau malu seperti sebagian orang ketika harus berbicara di depan audiens. Mungkin bekal kepercayaan diri untuk berbicara ini yang membuat saya perpendapat bahwa profesi dosen cocok bagi saya.

 Setelah lulus dari Program Studi Ilmu Gizi Universitas Brawijaya tahun 2012, saya berencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Tentu saya dengan gelar sarjana saya belum bisa menjadi dosen karena saat itu sudah ada peraturan bahwa syarat menjadi dosen minimal punya gelar master. Hal ini semakin menguatkan kehendak saya untuk melanjutkan pendidikan.

Pada dasarnya, saya termasuk orang yang sangat fleksibel dalam banyak hal dan cenderung ‘nrimo’ jika ditawarkan sesuatu. Saya tidak fokus untuk menjadi dosen. Saya berpikir, profesi apa saja yang ‘diberi’, saya akan menekuni profesi tersebut. Maka perjuangan mencari pekerjaan sejak dinyatakan lulus pun dimulai. Saya pun asal tembak kiri-kanan, buka lowongan perkerjaan dimana, saya berusaha melamar. Aturannya cuma satu, selama masih berkaitan dengan ilmu gizi, saya mau bekerja. Saya terus menyebarkan lamaran, baik berupa dokumen maupun melalui email. Rupanya lamaran kerja saat itu (pertengahan hingga akhir 2012) lebih banyak diminta via email saja. Teknologi sangat memudahkan proses lamaran pekerjaan. Mungkin untuk lamar anak orang yang tidak/belum bisa via email. Hehe. Saat itu saya masih berada di Malang.

Perjuangan sampai titik keringat penghabisan (berlebihan) itu tidak juga membuahkan hasil. Beberapa kali saya dipanggil wawancara, tapi selalu ada saja ketidaksesuaian. Hingga ada suatu dorongan dalam hati untuk pulang saja ke kampung halaman, pada bulan Desember 2012.

Saya pulang dengan status jobless. Jobless yang bingung harus berbuat apa. Masa depan benar-benar sebuah misteri. Saya pada akhirnya mengabdikan diri di IRGSC, lembaga non pemerintah yang menekankan pada bidang penelitian yang berlokasi di Kupang, NTT.

Hingga suatu waktu, saat sudah hampir setahun bekerja di IRGSC, dan tanpa berbusa-busa mempromosikan diri lewat CV dan surat lamaran, tawaran menjadi dosen itu datang begitu saja kepada saya. Memang bukan juga ‘begitu saja’. Ceritanya, kakak saya, ka Sandra, punya teman yang berprofesi sebagai dosen di STIKES CHMK (di kupang), namanya ka Ema Tanaem. Kakak saya pernah menanyakan, jika dibutuhkan dosen gizi, adiknya (saya) bisa menjadi pengajar. Karena STIKES CHMK adalah untuk pendidikan Diploma III, maka kemungkinan pengajar dengan latar pendidikan S1 masih diterima. Demikianlah, saat mereka butuh pengajar untuk mata kuliah gizi, kakak saya dihubungi ka Ema, dan saya diminta untuk menjadi dosen mata kuliah Gizi Ibu dan Anak untuk jurusan Ilmu Kebidanan di STIKES CHMK. Sesederhana itu. Mungkin ada hal-hal tertentu yang jika itu merupakan bagian kita, maka kita tidak perlu jungkir balik untuk mendapatkannya, hal itu akan mengalir kepada kita dengan sendirinya, pada waktunya.

Hal ini mengingatkan saya pada profesi impian saya dulu saat kuliah, yaitu menjadi dosen. Saya utarakan pada om Bos di kantor, dan betapa senangnya saya saat mereka mendukung profesi saya ini. Jadwal saya mengajar 3 kali seminggu, untuk jurusan ilmu kebidanan semester 4, karena jumlah kelasnya ada 3. Masing-masing tiga jam pelajaran, jadi saya bisa mengatur waktu untuk setelah mengajar kembali ke IRGSC untuk bekerja disana.

Pada tanggal yang cantik, 14-04-2014, saya memulai profesi baru, berteriak-teriak di depan kelas sebagai dosen! Pertama kalinya saya mengajar di jurusan kebidanan semester 4 kelas C, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Citra Husada Mandiri Kupang (STIKES CHMK). Materi pertama saya adalah tentang konsep gizi. Seperti yang saya katakan di awal, saya tidak merasa gugup, hanya rasa excited untuk mengajar. Saya menikmati berinteraksi dalam kelas, menanamkan ilmu gizi dasar dan membagikan kecintaan saya pada ilmu gizi pada teman-teman (begitu saya memanggil mereka) calon bidan. Oh ya, karena semuanya calon bidan, sudah pasti semuanya perempuan.

Membangun antusiasme dan interaksi dalam kelas rupanya perlu teknik khusus. Saya sangat ingin para mahasiswa aktif berinteraksi dan menjadikan kelas sebagai tempat yang menyenangkan untuk berbagi ilmu dan pengalaman, bukan ceramah yang membosankan. Maka saya berusaha untuk melontarkan berbagai pertanyaan dan brainstorming untuk diskusi kecil-kecilan. Teman-teman kelas C rupanya belum terbiasa dengan iklim seperti itu. Maka saya ingin membangun iklim interaksi tersebut, saya yakin saat mereka ikut berinteraksi di kelas dengan saya, itu akan memudahkan mereka untuk memahami materi yang saya sampaikan.

Berikut beberapa potongan slide kuliah perdana saya :




                Selain materi saya juga tentu saja memberi penugasan sih. Hehe. 

Begitulah. Harapan saya sebagai seorang dosen adalah seluruh teman-teman mahasiswa bisa ‘paham’ tentang prinsip gizi, tentang pentingnya gizi bagi ibu dan anak. Dan pada waktunya nanti mereka terjun langsung ke lapangan sebagai tenaga kesehatan, mereka dapat membagikan ilmu ini kepada masyarakat. Selain itu bisa berguna untuk diri sendiri dan orang-orang terdekat juga. Begitulah, saya percaya bahwa pendidikan mampu membebaskan dan memerdekakan. Hidup gizi! 

Menjadi seorang dosen saat ini bukanlah tujuan akhir cita-cita saya. Saya yakin, akan terbuka banyak kesempatan untuk menjadi manusia yang berguna selain berprofesi sebagai pengajar formal.

Sekian cerita saya tentang perihal menjadi dosen. Teristimewa untuk Sang Pemberi Kesempatan, terima kasih banyak buat kesempatan luar biasa dan keren ini :)


NB: Setelah mengajar selama setengah semester, saya menuliskan refleksi saya sebagai seorang dosen amatir di http://nikefrans.blogspot.com/2014/07/refleksi-si-dosen-amatir.html