Senin, 19 Oktober 2015

Opa Sudah Pergi ke Tempat Jauh

Opa sudah sampai dimana sekarang?

Seperti seorang pensiunan yang baru saja melepas tanggung jawab di kantor sekaligus memulai petualangan yang membuat rekan-rekan kerjanya rindu, Opa menyelesaikan tanggung jawab 86 tahun 3 bulan dan 1 minggu yang berwarna dan mungkin sedikit berat di akhir.

Bedanya, kau pergi tanpa smartphone. Kau memilih menikmati sendiri perjalananmu karena kau pikir, sudah puluhan tahun kau habiskan bersama rekan-rekan kehidupanmu. Kami, rekan hidupmu, akan kehilangan kontakmu, meskipun kami kaya akan kenangan tentangmu, Opa.

Seketika memori tentang Opa hadir kembali.

Memori tentang mantan atlit yang senang jogging dan gemar menantang para cucu untuk balap lari sekedar untuk bilang bahwa Opa yang sudah tua ini jauh lebih kuat dan keren dari kalian anak muda, atau mungkin sekedar untuk bersenang-senang.

Memori tentang gigi palsu, badan yang ramping ideal, rambut abu-abu belah pinggir yang sangat halus, telinga yang kurang sensitif, serta celana pendek dan sepasang kaki yang kokoh.

Tentang dongeng sebelum tidur di rumah tua di Manado tentang raksasa-raksasa di hutan yang punya jiwa seperti manusia.

Tentang betapa mesranya kau panggil Oma, istrimu yang hidup saling mencintai denganmu. Kau panggil : 'Mother'..... Ah, bahkan kami yang masih anak-anak saat itu menganggap caramu memanggil Oma itu sangat manis.

Saat ini, kami bingung tentang apakah kau lebih NTT atau lebih Manado. Kau mengabdikan diri di NTT, kau besarkan semua anak-cucumu di Timor. Bahkan kau hembuskan nafasmu yang terakhir di Kupang. Opa, pastilah kau orang NTT yang fasih berbahasa Manado.

Dua tahun lalu kau rayakan ulang tahun pernikahan emasmu dengan Oma, istrimu yang sangat berharga. Lima puluhan tahun menjalani pernikahan dengan cinta yang begitu tulus. Kami belajar sangat banyak dari kalian. Opa dan Oma adalah contoh pasangan ideal bagi kami. Di saat-saat akhir masa tugasmu di dunia, kami pun bertanya-tanya, mengapa opa harus terus berjuang di tengah kelemahan fisiknya? Apakah ada tujuan dibalik semua itu? Lalu kami membatin: "Oma adalah satu-satunya alasan Opa hidup".

Kami penasaran, sudah tiba dimana Opa saat ini? Satu yang pasti, kami berterima kasih untuk setiap kenangan bersama Opa yang hebat. Kami ingat Opa dan Oma yang senang menyanyikan lagu kidung jemaat 371. Saat kalian menyanyikan lagu ini, kalian menyanyikannya dengan tenang dan pasrah hati:

"Aku rindu pada Yesus,
Juruselamat dan Tuhanku,
Pada Dia ku mengaku,
Dosa dan Kesalahanku,
Yesus brikanlah berkatmu"

Kami pikir, Tuhan sudah menjawab nyanyian itu kepada Opa. Kami berdoa untuk jiwa Opa semoga tenang dan berbahagia. Kenangan dan cinta yang kau ajarkan hidup dan melekat bersama-sama dengan kami. Selamat jalan Opa, nikmatilah perjalananmu.


Manhattan-Kansas, Minggu, 18 Oktober 2015.
Mengenang Opa Jan Frederick Palit : 11 Juli 1929 - 18 Oktober 2015



Selasa, 13 Oktober 2015

Minta Maaf

Satu tahun lewat sudah.

Apa kabar kak? Saya benar-benar berharap kakak dalam keadaan baik. Semoga begitu. Bertanya kabar adalah bentuk pengantar percakapan yang mungkin saja akan kaku setelah setahun berlalu dalam interaksi yang beku. Saya sungguh berharap, kakak sehat dan baik, jauh lebih baik dan keren dari hari-hari kemarin.

Hari kemarin. Membicarakan hari kemarin bisa menjadi suatu aktivitas yang pada prosesnya akan membangkitkan kenangan masa lalu, tidak peduli apakah kenangan-kenangan yang muncul adalah kenangan yang manis, pahit, ataukah gabungan membingungkan antara keduanya.

Meskipun membicarakan hari kemarin tidak selalu berarti membicarakan hal-hal manis, ada keinginan besar dalam hati saya untuk menulis catatan kecil ini yang bersifat bahasan hari kemarin, dengan risiko akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Saya sungguh berharap, kata-kata ini tidak menimbulkan luka baru; bukan itu tujuan tulisan ini, sebaliknya, semoga pesan saya tiba sesuai tujuan tunggalnya: minta maaf.

Minta maaf adalah hal paling wajar dan utama yang bisa saya lakukan untuk kakak.
Saya minta maaf, Kak.
Untuk hari-hari kelam.
Untuk hari-hari penuh pertanyaan tanpa jawaban.
Untuk hari-hari yang dilewati dengan rasa down dan pesimis.
Untuk hati yang kecewa.
Untuk hati yang marah karena patah.
Untuk rasa terbakar di lambung.
Untuk perasaan yang ditumbuhkan dan kemudian layu.
Untuk waktu, energi, sumberdaya yang terbuang untuk kesia-siaan.
Untuk karya yang terhenti.
Untuk jiwa yang murung.
Untuk harapan yang pergi.
Untuk hati yang sepi.
Untuk hati yang pilu.
Untuk hati yang menangis.

Deretan maaf diatas tidak mampu mendeskripsikan keadaan sebenarnya yang mungkin jauh lebih kompleks atau lebih buruk...

Semoga waktu, dengan segala kesabaran dan keikhlasannya, memulihkan hati yang pedih.

Tidak harus sekarang, kak. Saya minta, kalau sudah waktunya,
Maafkanlah saya.

Kepada: CS

Manhattan-Kansas, 12 Oktober 2015




Kamis, 08 Oktober 2015

Kamis-25-Juni-2015

Siang-Itu; Kupang-Panas; Makan-Bersama-dan-Percakapan-yang-Ingin-Terus-Berlanjut; Bergegas-Gegas-Mengemas-Barang; Matahari-yang-Terbenam-Terbit-Terburu-Buru; Alasan-Demi-Alasan-yang-Hampir-Saja-Kehabisan-Bentuk; Restu-Tuhan-dan-Segelintir-Teman; Penerbangan-yang-Berselisih-Jam; Berganti-Topeng-Secepat-Berganti-Pertemuan; Antara-Rela-dan-Takut-Menanggung-Rindu; Terisak-Isak-Bersama-Max; Punggung-yang-Menjauh-Pantang-Menoleh; Dan-Cium-Kening-yang-Getir-dan-Air-Mata-dan-Deru-Kendaraan-Perpustakaan-dan-Hati-yang-Berat-dan-Perpisahan-dengan-Harapan.


Manhattan,KS-8/Okt/2015



Selasa, 06 Oktober 2015

Portland, Oregon

Saya rindu Portland.

Kota yang terletak di bagian barat Amerika ini punya kesan istimewa bagi saya.
Portland, Oregon, merupakan daratan Amerika pertama yang saya pijak.

Tiba di Portland pada tanggal 28 Juni 2015 setelah 33 jam perjalanan dari Jakarta (belum dihitung dari NTT), saya merasa biasa saja. Belum menemukan keistimewaan kota yang tidak terlalu megah, juga tidak begitu sederhana. 

Portland sebenarnya bukanlah tujuan saya datang ke negara (yang serba) besar ini. Dia hanya semacam tempat 'singgah' bagi saya untuk mengikuti pelatihan bahasa Inggris (dimana penggunaan bahasa Inggris saya rupanya  sangat carut marut) selama kurang lebih 6 minggu sebelum menuju ke universitas tujuan saya di Kansas. Walaupun hanya sebagai persinggahan, saya tidak bisa untuk tidak jatuh cinta pada kota cantik ini.

Portland State University, International Rose Test Garden, Multnomah Falls, Mount Hood, Herbert Tretzen, Meli, Angel, Keep Portland Weird, Voodoo Doughnut, Dog Lovers, Portland Downtown, Broadway Building, Farmer's Market, Focus Picnic, Greg Steward, Sing a Long, Classes (ACAL, GWRS, GOC, GWS, American history movie class), Ondine, Powell Book Store, Salt and Staw Lavender Ice Cream, 23rd NW Avenue, Tara, Kyle, 27 Fulbrighters around the world, Mas Romi, Mbak Dwi, Mbak Puja, PDX airport, Max Tram, Street Food, Paper Source, Street music, 24 modern computer lab, Trip to Camas; WA, Trip to Seattle; WA, PSU bookstore, Trilium Lake, Volunteering, Square dancing, Gwen, Phoebe, Linnea, Julia, Molala Buckeroo, Vista House

Enam minggu yang padat kenangan. Hah, Portland, saya rindu!


Salah satu hal yang saya rindukan di Portland adalah musisi jalanan yang unik-unik.



Slogan Informal Portland: Keep Portland Weird; dan makanan ikonik Portland: Voodoo Doughnut