Terlalu banyak kejadian yang sudah terjadi di tahun 2020 ini. Banyak kejadian yang mengagetkan dan mengubah banyak hal dalam kehidupan saya. Banyak air mata, kebingungan, dan kebahagiaan yang sekali lagi membuat hidup saya sangat intens di 3 bulan pertama 2020 ini. Namun dibalik semua intensitas ini saya mau berusaha untuk berefleksi sejenak melihat apa yang terjadi di tahun 2019.
Sudah menjadi kebiasaan saya untuk "meringkas" catatan setahun dalam 1 cerita di blog ini. Harapan saya adalah, yang pertama, perasaan saya saat ini tidak (banyak) mempengaruhi penjabaran 2019, dan yang kedua, walaupun saya sadar bahwa yang saya akan tuliskan ini adalah refleksi yang mana dipenuhi dengan ilusi memori dan hanya menjumput nol koma nol nol nol sekian persen dari yang sebenarnya terjadi, ada beberapa cerita yang boleh saya kenang melalui tulisan. Shall I start? :)
Saya memasuki 2019 dengan beberapa resolusi dan harapan, seperti bekerja lebih fokus dan profesional, lebih rajin yoga, membaca buku berkualitas, meninggalkan pikiran-pikiran yang mendistraksi, bisa bepergian jauh, dan lain sebagainya. Baik juga sebenarnya, saya bisa mencapai sebagian besar harapan-harapan diatas, mungkin karena mereka tidak muluk-muluk.
Perjalanan Karir
Sekitar 70% waktu di 2019 saya habiskan dengan travel ke berbagai tempat, always on the road, always moving. Tentu saja hampir semuanya adalah urusan pekerjaan. Ini baik di satu sisi. Saya belajar banyak sekali hal baru. Karena saya dituntut untuk ini dan itu, saya merasa skill saya meningkat. Saya memfasilitasi banyak pelatihan, memberikan presentasi/berbicara di berbagai event, mengikuti berbagai pelatihan, bertemu dengan banyak orang dan belajar dari mereka, belajar kebudayaan baru, dan lain sebagainya. Di sisi lainnya, saya sangat merindukan kesendirian dan keheningan. Pada dasarnya saya membutuhkan waktu sendiri dan bengong yang lebih banyak dari orang-orang pada umumnya. Cara saya adalah, saya beberapa kali harus 'kabur' menyendiri ke suatu tempat dan berdiam selama beberapa waktu. Walaupun ternyata tidak cukup juga karena tiket perjalanan ke tempat x sudah tersedia untuk pekerjaan selanjutnya. Namun sekali lagi, dari segi karir, saya merasa jauh lebih baik dari tahun yang lalu. Saya merasa kapasitas diri semakin baik di bidang pekerjaan saya.
Inner Journey (
okay I must admit I love this abstract thingy :D)
Perjalanan untuk mengerti hidup atau mengerti diri sendiri ini sering menjadi fokus perhatian saya. Saya senang "mengeksplorasi" pikiran, perasaan, kecenderungan, sensasi, kesadaran, atau intuisi pribadi. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan sehingga saya senang menulis atau membicarakan refleksi pribadi. Hasil dari perjalanan mengenal diri di tahun 2019 adalah tentang tuntutan yang mendesak untuk jujur dan benar pada diri sendiri alias "be true to thyself". Lalu saya secara random teringat sebuah video wawancara Lady Gaga yang ketika ditanya tentang pesan apa yang mau dia sampaikan ke banyak orang, Gaga menjawab singkat saja tanpa bertele-tele: "be true to yourself".
Lalu teringat juga akan kutipan lirik salah satu lagu paling emosional John Mayer berjudul Born and Raised begini bunyinya "then all at once it gets hard to take, it gets hard to fake what I won't be". Juga kutipan percakapan di Hamlet oleh Shakespeare: "to thine own self be true".
Tuntutan untuk jujur, terbuka, dan benar pada diri sendiri ini bukan datang tanpa alasan tentu saja. Saya mendapati diri saya berada di tempat dan situasi yang bukan untuk saya, dan berkali-kali harus melakukan hal-hal yang berlawanan dengan nilai saya. Ini mungkin sulit dipahami, tapi itulah yang saya rasakan, dan semakin saya melihat fenomena ini, semakin saya tertuntut untuk keluar dari situasi yang menjadikan saya bukan saya. Memang pada akhirnya saya berusaha untuk lebih "outspoken" dalam menjabarkan diri saya, dan cukup berhasil di beberapa aspek kehidupan. Tetapi ada hal prinsipil yang menghalangi saya mengatakan/mempraktikkan kebenaran. Walaupun pada dasarnya saya sangat terbuka dan bisa bergaul dengan berbagai imajinasi manusia, "kesayaan" saya ternyata butuh ruang untuk diakui dan tidak menjadi konformistis walaupun tetap toleran dengan berbagai fenomena keabsurditasan manusia.
Jadi bagaimana? Sampai akhir 2019 pun ternyata saya belum bisa jujur sepenuhnya. Tapi jika memungkinkan saya akan bercerita tentang ini di refleksi 2020 tahun depan :D. Hal baik dari perjalanan ini adalah, saya yang bingung dan terdesak ini sebenarnya merasa senang di satu sisi karena ternyata masih ada suara yang entah datangnya dari hati kecil atau jiwa atau the force of universe atau apalah itu yang "menggiring" saya ke tempat dimana saya bisa menjadi saya dan meninggalkan hal-hal yang sudah bukan untuk saya lagi. Saya merasa ini baik buat saya walaupun harus melalui proses panjang kebingungan, seperti biasa. Duh, dasar manusia pencari kebenaran, bingung dan bertanya terus perangainya. Siapa suruh tidak mau jadi believer saja? Wqz.
Percintaan
Yah setidaknya ada hal manis nan romantis juga di tahun 2019 ini. Katanya mau fokus dan profesional kerja? Iya sih, tapi apa daya ada laki-laki keriting dengan senyum manis yang mendekati. hahahah. Saya bertemu Gideon yang eksentrik dan whimsical walaupun sudah kenal lama sejak SMP. Kami cocok dalam banyak sekali hal, sama-sama embracing absurdity dan punya penerimaan yang luas terhadap berbagai kekonyolan manusia. Sebenarnya jarang ada orang yang bisa menerima pemikiran-pemikiran saya yang sesungguhnya. Oleh karena itu saya sangat hati-hati terhadap orang yang boleh masuk lebih dekat dalam hidup saya. Pemikiran-pemikiran tersebut hanya saya bagikan pada segelintir orang saja yang mungkin jumlahnya dibawah 5 orang. hahaha. Pada kenyataannya, itu bukan sekedar pemikiran, tetapi nilai-nilai hidup, bagaimana saya melihat dunia, bagaimana saya tidak percaya tentang banyak hal (yes I'm not a believer) termasuk kepada romantisisme dan berbagai penyembahan. Anehnya Gideon juga punya pemikiran yang kurang lebih sama sehingga dia lolos assessment hingga masing-masing kami menjadi tempat bicara dan menumpahkan apa saja di kepala kami tanpa takut tidak diterima atau dihakimi. Yasudah, syukurlah kami cocoque. Selain assessment pikiran, saya juga mengkaji tingkat penerimaan papa pada Gideon. Seumur hidup saya mengenal papa sebagai makhluk kritis dan pencemburu when it comes to pasangan. hahaha. Entah kesambet apa, papa sama sekali tidak menunjukkan penolakan terhadap Gideon. Papa dengan ramahnya bercerita dengan Gideon dengan penuh senyum dan menawari dia makan. Sungguh kutakpercaya.
Tambahan
Saya sempat tour singkat menatap komodo dari dekat dan mencoba berbagai hidangan vegetarian/vegan di restoran-restoran Labuan Bajo, sempat mendaki gunung mutis bersama 7 nona-nona perkasa (dan 20an orang guide hahaha), sempat menikmati jenis duren dengan rasa dan bau terbaik di daerah Manggarai Barat, sempat merasa heran (dan puku testa) saat menemui orang-orang Jepang dibawah 25 tahun yang sudah keliling dunia bekerja kesana kemari, sempat merasa sedikit cemas melihat nature dari relasi manusia yang sebagian besar didasari kebutuhan survival tapi berusaha menyalut semua itu dengan cheap romanticism, sempat jalan-jalan ke Atambua bersama Dita dan kak Martje, sempat beberapa kali kabur menyepi karena merasa manusia dan tuntutan pekerjaan terlalu bising, sempat ke Bangladesh selama 10 hari untuk belajar program dan bisa selesai dengan nilai terbaik wqz (kadang kusuka kompetisi lolz dasar primitif), sempat singgah sebentar ke Bangkok juga, sempat kelelahan juga karna harus kesana kemari, sempat mau melamar posisi baru tapi tertunda, sempat ke Semau dan bloody beach dengan Gid dan Max, sempat beberapa kali memberikan motivasi pada naqanaq muda, sempat latihan headstand sampai bisa (kuterharu, terima kasih Om Timo...), sempat marah besar dengan adiq, sempat baca buku-buku bagus, sempat menyebarkan pesan-pesan yoga dan vegetarianisme ke berbagai kenalan, sempat ikut pemilu presiden, sempat punya 3 akun instagram secara bersamaan yaampun padahal pernah dilanda kecemasan medsos, sempat peluk cium mama-mama kader posyandu yang luar biasa,
dll dll dll
Begitulah kurang lebihnya. Saya merasa 2019 saya cukup berwarna, secara karir saya cukup puas, secara perjalanan spiritual saya tertuntut tapi juga tertantang, secara asmara saya ketemu manusia yang cocok, secara experience life in general yah sepertinya cukup alive lah ya :D
Baik juga,
Terima kasih dua ribu sembilan belas, saya bersyukur.
|
Yeayyy bisa headstand! |
|
With Komodo Dragon |
|
Dengan Julienne, menikmati teh jahe dan snack pinggir jalan di Bangladesh yang enaq |
|
Tim Anak Sehat Flobamora minus kak Eras |
|
Bersama Gideon kadang-kadang kami berhenti random untuk menyanyi buat sapi-sapi |