Bulan Maret 2017 adalah bulan penuh peperangan bagi saya. Semua puncak tugas, laporan, kerja magang, dan tenggat waktu berpusat di bulan ini. Tidak ada sela untuk menunda lagi, bahkan untuk tidur lebih dari 6 jam saja langka. Sedangkan dingin masih menusuk diluar. Banyak ide yang perlu dituangkan di dalam bentuk laporan. Tapi menenangkan pikiran ternyata tidak mudah jika dalam sekali waktu dihadapkan dengan lima tugas besar yang berbeda.
Pagi ini saya bangun, menyadari ini sudah April, walau tugas tidak akan berhenti sampai saya benar-benar lulus, saya cukup lega. Saya bertahan. Saya bersyukur karena saya bertahan. Saya sudah berperang sampai di titik ini. Melawan pesimisme. Melawan keengganan. Melawan rasa malas. Melawan rasa mengantuk. Melawan batas-batas fisik. Melawan distraksi. Melawan berbagai perasaan yang menghalangi saya untuk bekerja.
Saat ini saya ingin mengambil waktu untuk berterima kasih dan menghormati. Untuk doa, dukungan, sandaran, kesabaran, kasih sayang, penguatan, kerja keras, dorongan, bantuan tak terhingga dari semua sekeliling saya dan diri saya sendiri.
Selamat jalan, Maret yang sibuk, Maret yang gila, Maret yang penuh peperangan.
Kita bertemu dalam puncak-puncak kritis dan harmoni yang unik.
|
Peak after Peak |
Berkali-kali saya dengar lagu John Mayer, "War of My Life", mungkin karena lagu ini cukup mewakili perasaan saya:
"I'm in the war of my life
At the door of my life
Out of time and there's nowhere to run
I'm in the war of my life
I'm at the core of my life
Got no choice but to fight 'till it's done
So fight on (I won't give up)
Fight on everyone (I won't run)"
"War of My Life" by John Mayer
Manhattan, Kansas.
1 April 2017