Kamis, 28 November 2013

It's Time to Rebuild My Dream



Have you ever wanted something so bad? Something that made you rely all your hopes and your future dreams? Something you have always been whispering when you pray? And that something can change your life?

I have. I want a scholarship so bad.

My dream to study abroad was started when I was in senior high school. I forget who gave me the idea, but when somebody told us (senior high school students) to write out all of our dreams, one of my written dreams was: I want to study abroad. Yes, it was the beggining of how I built my dream.

And then I went to college. I had a very kind senior who always there to gave me direction, anything about college stuffs. She is an angel-like-friend to me. She was oftenly sparing her time to hear my questions about trivial things, even when she was so busy at the time. If I had a trouble, she prayed for me. Oh yeah, enough for introduction, I just want to tell that she is the one who gave me the link, I mean the website, to get into the Australia Development Scholarships (ADS). May God bless Ka Agnes, thats her name.

After that, sometimes I opened the ADS page to monitor the process and the related information. It still seemed impossible for me to get in, until one of my lecture shared her story about her struggles when she was applying for Australia scholarship. Well, she was not success, but she brought the spirit to me. The spirit of struggling and the confidence for trying.

Then my hope was growing everyday. I had a strong desire to apply for the scholarship. I really had. Not everyday but I was thinking a lot about this. If some times ago it still seemed impossible, after I read and read continuously about the qualifications, criteria, documents needed, it became something possible. I thought I could make it. I also consulted with my friend, Esti, who had the same desire regarding scholarships, especially ADS. When we talked about it many times, ADS became so real and reachable.

When I finished my college in 2012, I can't wait to apply for AAS (the name changed from Australia Development Scholarships to Australia Awards Scholarships). But it was too late to apply at that moment, and I have to wait a year to apply because application is open once a year. 

But one year was enough for me to prepare all the required documents. I studied and took TOEFL test. My score was good, above the require standard. I prepared all the documents with all my heart, I did it very carefully. So did the application form. My application form was edited by 5 people: 3 Doctors and 2 AAS last year's awardees. Those might explain how I prepare my application to be the best applicant, and to pass the selection process.

When I pray, I never forget to put in AAS as one of my wishlist. I also asked some relatives to pray for me too. Maybe AAS had become my built dream, that I raised everyday with efforts, prayers, and hopes. And my hope was too great that made me convince that my application would be accepted to the next selection process.

But the answer is NO. I was neither included in the 900 shortlisted candidates of Indonesia, nor the 76 of NTT.

Wow, but why no? I thought I deserved that. My TOEFL score, my application form, the requirements, I prepared all of them perfectly. What I have to do now?

I was so shocked and confused. I thought about how my dream about AAS has brought me this far. To my job now, to where I live now. But now what?



It took at least a week to for me to admit this with a peace in my heart. Maybe it’s not the time (yet)? Or marbe this scholarship is not for me. Maybe I should stay in NTT longer.

This is not a hopeless story. I’m not giving up.
I don't feel like I've been wasting time for build my dream. I have a spirit because of my dream.
If now my dream can’t be real, I say : ‘It’s time to rebuild my dream.’
Maybe I will build a greater dream. I’m still thinking about it. If so, I need more hopes, prayers, and hard work. I won't stop working and sruggling.
Lets start again with a new hope :)

Senin, 04 November 2013

Makan

Apakah kita sadar kita orang yang sangat beruntung saat kita bisa makan dengan cukup hari ini?

Makan bagi saya adalah mekanisme input energi yang bisa sangat menyenangkan, tergantung menu dan suasana (termasuk dengan siapa kita makan.hehe). Saya ditengah keterbatasan yang ada masih bisa pilih-pilih mau makan apa hari ini. Terkadang masih bisa pilih-pilih mau makan dimana hari ini.

Saya jenis orang yang sering sekali menyisakan dan akhirnya membuang makanan. ini buruk, saya tahu. Tapi seringnya begitu. Entah porsi kebanyakan, atau karena tidak nafsu makan, bisa juga karena makanan nya kurang cocok di lidah saya.

Bercerita tentang makan, saya punya cerita sederhana yang semoga membuat saya dan kita menjadi lebih bersyukur lagi saat makan.

Ceritanya pada hari Minggu, 6 Oktober 2013 mama saya mengajak saya ke acara syukuran sidi baru di SLB (Sekolah Luar Biasa) di Nunumeu, Soe. Ada sekitar 10 orang anggota sekolah luar biasa yang ditahbiskan sebagai anggota sidi baru. Mama diundang ke acara tersebut karena meskipun tidak sering, tapi mama beberapa kali berkunjung kesana.

Sekolah ini beranggotakan puluhan anak (saya tak tahu pasti) dengan cacat mental maupun fisik. Ada asramanya juga. Yang menjadi orang tua sekian puluh anak ini adalah seorang mama tangguh yang tidak menikah, bernama Mama Mia. Bayangkan menjadi mama bagi beberapa anak saja repot, apalagi sang Mama Mia ini, menjadi mama bagi puluhan anak yang bukan anak kandungnya sendiri, pun dengan bermacam keterbatasannya sendiri-sendiri. Anak-anak ini ada yang dititipkan orang tua, namun dengan kondisi ekonomi lemah.

Jadilah asrama anak-anak ini sangat bergantung dari para donor. Sampai saat ini, rupanya ada saja yang datang memberi perpuluhan atau bahan makanan, atau sumbangan baju dan sebagainya.

Kembali ke acara syukuran, saya, mama, dan papa pergi menghadiri acara tersebut. Sesampainya disana, acara sudah dimulai dan pendeta sementara berkhotbah. selesai khotbah, acara dilanjutkan dengan sambutan Mama Mia serta ucapan terima kasih beliau kepada seluruh undangan. Beliau cerita sedikit tentang panggilannya untuk melayani anak-anak cacat sejak masih muda dulu. Ceritanya tidak begitu mengharukan karena memang ada unsur sedihnya, namun beliau menceritakan hal tersebut dengan penuh ketegaran, sehingga tak membuat saya sedih.

Lalu setelah Mama Mia selesai bicara, seorang anak anggota asrama yang hari itu juga sidi dipersilahkan membagikan ceritanya.

Anak ini ada sedikit gangguan dengan saraf di bagian matanya. Melihat dia maju untuk berbicara saja sudah membuat saya sedih. Martha Soleh namanya. Dia bercerita tentang Mama Mia yang adalah seorang yang takut akan Tuhan, demikian juga anak-anak yang tinggal disana. Dan inilah kalimat yang keluar dari mulutnya yang sukses membuat saya menangis:

‘Kalau kami tidak ada beras, kami berdoa, nanti Tuhan kirim orang yang punya berkat’.

Betapa untuk beras saja anak-anak yang ‘kurang beruntung’ ini harus berkumpul dan berdoa minta Tuhan mencurahkan berkatnya atas mereka. Betapa ada orang-orang yang malam ini tidur dengan suatu ketidakpastian apakah besok ada makanan atau tidak.

Lalu betapa jahatnya kalau saya dan teman-teman yang secara fisik, mental, bahkan ekonomi diberkati dengan kebaikan dan kecukupan masih saja tidak bersyukur saat bisa makan dengan cukup hari ini. Bisa pilih-pilih pula.

Saat menghadapi hidangan kita hari ini, baiklah kita bersyukur dengan tulus pada Tuhan, dan berdoa untuk mereka yang kekurangan makanan.

Senin, 30 September 2013

SUMBA TIMUR DARI SUDUT PANDANG NIKE




Tahun 2013 ini setelah berkunjung ke Makassar (bulan Juli)  dan Malang (akhir Agustus sampai awal September), saya masih diberi kesempatan ke Sumba Timur September ini. Wow! Luar biasa sekali.
Sebagai insan penikmat jalan-jalan tentu saja saya sangat merasa bersyukur dapat kesempatan ke Sumba Timur dalam rangka penelitian tentang Climate Smart Agriculture.

Memang berkat jalan-jalan tidak jauh-jauh dari Nike. Trima kasih Tuhan, dan trima kasih 2 orang Boss keren di kantor yang beri kesempatan ini buat saya ;)

Jadi, untuk mengabadikan momen sekaligus berbagi, ini saya tulis beberapa hal yang saya dapat di sana selama 9-15 September 2013 di Sumba Timur.

1.       Kabupaten Sumba Timur ibukotanya di Waingapu yang jadi pusat kegiatan. Terdiri dari 22 Kecamatan/kota. Waingapu ada Bandara Umbu Mehang Kunda dan ada pelabuhannya juga.

2.       Hotelnya lumayan banyak, yang paling bagus (dan paling mahal) katanya hotel Tanto, dibawah Tanto ada hotel Elvin. Elvin ini baru, awalnya saya nginap sini, tapi hitung2 mahal juga, jadi pindah ke Sandle Wood. Di Elvin yang VIP sekitar 385ribu. Kalau di Sandle wood VIP 185ribu. Tapi saya di Sandle Wood ambil yang standar, Cuma 98ribu. Penghematan besar-besaran :D. Selain itu ada hotel Merlin juga yang agak diatasnya Sandle Wood tapi masih dibawahnya Elvin. Sandle Wood dan Merlin ini hotel tua yang perabotannya antik-antik. Dan masih ada hotel-hotel kecil lainnya.

3.       Sumba Timur ini indah sekali menurut saya. Perjalanan ke desa tidak pernah membosankan karena di kiri-kanan pemandangan indah dan eksotis. Bukit-bukit yang keren. Katanya sih Sumba dijuluki pulau seribu bukit. Tapi bukitnya unik. Semua dilapisi rumput coklat yang seragam. Kayak selimut coklat kelihatannya. Dan di jalan-jalan banyak ternak seperti sapi putih, kuda Sumba atau kuda Sandal Wood, Kambing, dan tentu saja babi. Pemandangan ini sangat keren! Jalan utama ke desa juga lancar sih, kecuali jalan masuk itu yah tentu tidak diaspal.


4.       Transportasi ada bus, ojek, dan becak. Yang menarik di Sumba Timur bentuk busnya agak unik. Menurut Bos saya, dari depan mirip belalang, kalau saya sendiri lebih mirip ikan :p.
Becaknya juga unik. Bagian atap becak agak panjang kedepan, dan full music di dalam becak, karena dilengkapi dengan speaker dan musiknya biasa musik khas Sumba sih. Hihihi. Banyak yang sewakan motor atau mobil. Sewanya motor sekitar 50.000-75.000 perhari, mobil sekitar 500.000-1.000.000 perhari. Tergantung juga mobilnya mau dipakai kemana.

5.       Tidak ditemukan makanan khas Sumba Timur yang dijual. Biasanya warung atau cafe sajikan makanan jawa atau Chinese food. Makanan dimulai dari 10.000. Kalau di Sandle Wood sudah ada restonya, bisa pesan makan dari hotel. Dan makanannya enak-enak nan murah.

6.       Anak-anak muda sampai orang tua masih berkomunikasi dengan bahasa daerah. Menurut saya ini keren karena saya yang lahir besar di Timor tidak bisa bahasa Dawan :(. Padahal bahasa menjelaskan asal-usul kita. Hiks.

7.       Bentuk atap rumah Sumba yang tetap dipertahankan, bahkan untuk bangunan modern seperti Hotel atau Institusi tetap menjaga bentuk atap yang melancip keatas. Aslinya rumah-rumah dulu atapnya dari alang-alang dan bentuk rumah panggung. Seiring jaman bergulir, bentuk atap tetap dipertahankan, tapi terbuat dari seng. Dan tentu saja bukan rumah panggung lagi.

8.       Di Sumba, kasta di masyarakat masih dianut dan dipelihara. Ada 3 kasta : Kasta Maramba  : yang tertinggi, punya hamba, dan ada nama Umbu untuk laki-laki dan Rambu untuk perempuan.  Kasta Kabisu : orang merdeka, bukan hamba, bukan tuan juga. bedanya dengan Maramba, kasta Kabisu tidak punya hamba. Kasta Ata : merupakan hamba yang mengabdi untuk Kasta Maramba. Tapi sepertinya kasta-kasta ini sedang dalam masa peralihan, terutama di kota. Karena tentu Ata juga ingin serta berhak bersekolah. Kalau Ata bersekolah tinggi, bukankah ia juga bisa jadi orang merdeka bahkan menjadi tuan suatu hari kelak? Oh ya di dalam rumah sendiri kalau ada perbedaan kasta, ada juga perbedaan perlakuan, misanya piring gelas yang kasta atas dibedakan dengan kasta bawah. Kalau laki-laki kasta tinggi menikah dengan perempuan kasta bawah, perempuannya naik kasta. Tapi kalau perempuan kasta tinggi menikah dengan laki-laki kasta bawah, perempuannya turun kasta. Begitulah.

9.       Asal muasal leluhur Sumba itu menurut cerita bermula dari desa Wunga, kecamatan Haharu, Sumba Timur. Beruntung sekali saya bisa sampai ke tempat itu, meskipun dengan tujuan wawancara pertanian, bukan untuk melihat-lihat peninggalan leluhur yang katanya masih disimpan di ‘Wunga Lama’. Oh ya, di Sumba Timur sendiri, desa Wunga inilah yang jadi peringkat pertama lahan sangat kritis alias kering karena jauh dari mata air dan tanahnya mengandung batuan kapur yang berporositas tinggi. Saya heran mereka masih bertahan di sana, meskipun di Sumba Timur ada terlalu banyak tempat subur lainnya. Tapi kemungkinan karena mereka menjaga lahan peninggalan nenek moyang mereka yang pertama. Ya, mungkin.

10.   Sajian khas kalau bertamu di rumah penduduk (desa) adalah pinang kering. Sama dengan di Timor juga sih.

11.   Tenunan asli Sumba Timur itu sangat keren. Motifnya besar-besar dan biasanya motif kuda. Selendang harganya ratusan ribu, kalau selimut harganya diatas 2 juta rupiah. tapi itu harga pantas untuk proses pembuatan yang lama ( bisa capai 1 tahun) dan keindahan motifnya. Saya juga tertarik dengan perhiasan dari batu-batuan di Sumba. Katanya sekarang sudah dicampur muti. Tapi ada juga yang benar-benar dari batu-batuan lokal, dari ujung buah pisang hutan, dari tanduk ruda, dan ada juga pernik dari tulang paus.

12.   Orang Sumba giginya bagus-bagus. Err, ini murni pendapat pribadi karena perhatikan gigi-gigi orang yang diwawancarai dan ditemui rata-rata bagus. Hahaha. Ama Sumba juga tampan-tampan. Struktur tulangnya tinggi dan kokoh, bentuk wajah bagus dan hidung mancung. Sedangkan Ina Sumba juga memang badannya besar dan kokoh. 

13.   Sumba Timur ini daerah pantai. Sekitar 1 jam dari Waingapu bisa ketemu pantai Puru Kambera, lalu masih berdekatan situ ada pantai Londa Lima. Biasanya turis asing berkunjung ke Tarembang, berburu ombak buat surfing. Tapi saya tidak sempat kesana, padahal kan pemandangan pasti bag
us :p

Sudah sih, kira-kira ini yang saya temukan selama beberapa hari menyenangkan di Sumba Timur. Dan yang paling membekas dalam ingatan saya itu bukit-bukit coklat eksotisnya, yang kalau kena matahari sore warnanya jadi keemasan. Keren!




Keterangan foto :
Ini foto-foto hasil dari menjelajah beberapa desa. Keren dan eksotis, tidak pernah bosan selama perjalanan :)

Kamis, 08 Agustus 2013

Panen-Asam-Goyang-Pohon



Berawal dari kami sekeluarga ‘piknik’ ke desa Tuafanu, kecamatan Kualin, kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, karena kakak saya yang berprofesi sebagai Dokter mendapat tugas dalam pengobatan gratis disana.
Setelah mengantar ka Sandra di tempat pengobatan gratis (di sebuah gereja), kami berkunjung ke tempat saudara di dekat lokasi pengobatan tersebut.
Maka mengalirlah cerita-cerita dan senda gurau.
Duduk sebentar, salah satu saudara kami yang tinggal disana, yang bernama Hengky Nuban pergi memetik beberapa butir kelapa muda.
Menikmati air dan daging belia kelapa sambil duduk di bawah pohon itu kenikmatan langka.
Ada kejanggalan karena ketika itu, jam 10 pagi, yang berkumpul menyambut kami adalah para bapak-bapak dan anak kecil. Di mana para inang?
Lalu mengalirlah cerita unik sarat makna ini dari mulut bapak Jon Be’is (yang ternyata adalah sepupu jauh saya!).
Begini ceritanya.
Bulan Agustus seperti ini, pohon asam mulai berbuah. Berbuah asam tentu saja :D
Ada yang masih muda, ada yang sudah masak betul.
Maka para ibu-ibu desa Tuafanu pergi memungut asam yang jatuh di tanah.
Para bapak tidak ikut memungut asam jatuh karena memungut asam yang jatuh membutuhkan ketelitian dan kesabaran serta fisik kuat yang biasanya dimiliki mama-mama tangguh.
Karena para mama pergi memungut asam sejak pagi, maka para bapa tinggal di dalam rumah, menjaga anak yang ditinggalkan, dan sedapat mungkin memasak dan menyiapkan makanan buat anak-anak.
Yang unik adalah, memungut asam di bulan Agustus haruslah asam-asam matang yang sudah jatuh ke tanah karena tertiup angin. Tidak boleh menggoyang pohon asam agar asamnya jatuh ke tanah. Haruslah ‘angin’ yang menjatuhkan asam tersebut.
Mengapa?
Karena ada suatu peraturan.
Begini : Memanen asam dengan menggoyang-goyangkan pohon hanya boleh dilakukan mulai bulan September saja.
Tanggal 1 September tepatnya, akan diadakan doa bersama sebelum ‘panen-asam-goyang-pohon’. Setelah itu barulah beramai ramai seluruh masyarakat boleh menggoyang pohon asam agar buahnya jatuh dan dipanen. Nah, disinilah kebergunaan perkasa lelaki terlihat saat mereka menggoyang pohon. Baguslah.
Apa hukuman bagi yang ‘panen-asam-goyang-pohon’ sebelum tanggal 1 September atau sebelum didoakan?
Hukumannya lumayan mak! 1 karung beras dan 1 ekor babi. LUMAYAN YA.
Dengan adanya hukuman ini, masyarakat tertib tak berani goyang-pohon-asam sebelum waktunya.
Aneh ya? Kenapa ada peraturan macam begini?
Disinilah letak kebijaksanaan para pembuat kebijakan desa:
1.       Buah asam baru benar-benar matang seutuhnya pada bulan September. Sebaiknya sudah matang seluruhnya baru pohon asam digoyang, karena jika belum matang seluruhnya maka bisa merugi karena asam mentah tak berfungsi, dan bijinya pun belum bisa diambil. FYI : Biji asam dapat diolah untuk pakan ternak (babi). Kalau pohon asam digoyang sebelum waktunya, asam-asam mentah ikut jatuh, sementara tidak dapat digunakan alias sia-sia.
2.       Adanya peraturan ini agar menjauhkan watak ‘keserakahan’ yang sudah lazim di daerah perkotaan. Di desa, saling bantu, tidak cari untung sendiri, itulah yang disebut kelaziman. Peraturan ini mengingatkan masyarakat agar tidak ‘siapa cepat dia dapat’, tetapi semua berhak memanen asam saat sudah waktunya.
3.       Bersyukur pada Tuhan dan pada bumi yang diciptakanNya, ketika pohon asam berbuah pada musim asam. Tanpa disiram, tanpa dipupuk, asam akan menghasilkan buah, buahnya dikupas, dikeluarkan biji, keduanya (daging buah dan biji) kemudian dijual, uangnya untuk makan-minum-sekolah. Trima kasih Tuhan!
Demikian cerita singkat tentang panen-asam-goyang-pohon.
Satu sisi kita melihat indeks pembangunan manusia di indonesia yang masih rendah karena persoalan distribusi tidak merata yang merugikan masyarakat pedalaman sehingga banyak yang tidak bisa baca-tulis, harapan hidup rendah, pendapatan rendah, dan rendah-dah-dah lainnya.
Namun sisi lain tentang kebijakan lokal yang mencerminkan masyarakat yang ‘beradab’ mungkin perlu kita pelajari dari masyarakat desa yang selalu jadi target intervensi pemerintah dan LSM.