Minggu, 02 Januari 2022

Dua Ribu Dua Puluh Satu

Oh, hey! Halo kembali refleksi tahunan ;)
Sepertinya belum lama saya berefleksi tahun 2020, saat ini sudah waktunya kembali menuliskan refleksi 2021. Mungkin karena saya suka sekali menunda penulisan refleksi tahunan, biasanya saya menuliskannya di kuarter kedua tahun yang "baru". Kali ini saya ingin menulis refleksi 2021 tepat waktu, tepat di awal  2022.

Pindah ke Makassar
Tepatnya di tanggal 4 Januari 2021, saya, Gideon, dan Oliver pindah dari Jogja ke Makassar. Kepindahan ini disebabkan karena tawaran kerja bagi saya oleh salah satu lembaga PBB sebagai staf gizi. Memang pindah ini mendadak dan tidak terencana. Selama hidup, saya tidak pernah berencana sebelumnya akan tinggal di Kota Makassar. Ternyata jalan hidup membawa saya kemari. Saya memang sudah pernah satu kali ke Makassar sebelumnya untuk mengikuti pelatihan singkat, namun tentu sangat sedikit yang saya tahu tentang tempat ini. Sebuah petualangan baru dimulai, keluarga kecil kami pindah ke Makassar.

Jatuh Cinta pada Makassar
Saya suka pada Makassar. Ramai dan macetnya pas (tidak separah ibu kota negara), budayanya santun, orang-orang yang saya temui mau bekerja dan konstruktif, bercandanya pas tidak berlebihan, makanannya enak-enak, mall termasuk tempat makannya banyak jadi bisa selang-seling dikunjungi kalau butuh hiburan, hasil alamnya melimpah, mulai dari sayuran, buah-buahan, dan segala jenis hasil laut. Sebelum ke Makassar ada yang nyeletuk "hati-hati dengan orang Makassar". Masih ada yang beranggapan orang Makassar itu kasar. Nyatanya yang saya temui orang-orang Makassar sopan-sopan. Kata teman saya yang sudah lama tinggal di sini, orang Makassar itu bukan kasar, tapi keras. Saya setuju. Yang saya amati adalah mereka disini orang-orangnya sangat mudah menyampaikan ide dan pendapatnya, walaupun saling berlawanan. Diskusi-diskusi bisa berjalan panjang, sehingga warkop ramai pengunjung. "Outspoken" dan tegas tidak bisa dan tidak adil disamakan dengan kasar. 

Salah satu lagi penyebab kami betah adalah karena pertemuan kami dengan orang-orang dan lingkungan yang baik. Beberapa minggu sebelum kedatangan kami ke Makassar, kami mencari rumah kontrakan melalui berbagai situs online seperti Olx. Saya mencatat beberapa opsi rumah yang terlihat nyaman, sesuai budget, dan letaknya tidak terlalu jauh dari kantor. Sempat kaget juga dengan harga kontrakan di Makassar yang memang di atas harga rata-rata kontrakan yang saya tau. Begitu tiba di sini, kami langsung membuat janji temu dengan para pemilik kontrakan. Saya prioritaskan memilih kontrakan yang saya lihat paling cocok. Dan ternyata memang sekali lihat saya langsung merasa cocok. Kami batalkan janji temu kontrakan lainnya karena sudah memutuskan untuk ambil kontrakan tersebut.
Rejeki kami ternyata selain mendapat rumah yang nyaman (fully furnished), kami juga dipertemukan dengan pemilik kontrakan yang teramat baik. Bapak dan Ibu yang menyuruh kami menganggap mereka sebagai orang tua sendiri. Kami merasa "diasuh" selama tinggal di rumah ini. Bukan saja sering dibagikan makanan-makanan enak, lebih dari itu kami merasa secure dan welcomed. Kami sangat bersyukur untuk ini. Disamping itu, kami juga merasa nyaman di lingkungan yang baru dan merasa lingkungan ini lingkungan yang ramah anak. Oliver saat ini sudah memiliki beberapa teman akrab yang tinggal sekompleks.

Karir
Pekerjaan yang baru ini memberikan saya banyak pelajaran baru dan terutama pengembangan diri. Walaupun sebelumnya saya sudah pernah bekerja dengan program gizi sejenis, sistem pekerjaan baru ini benar-benar berbeda. Saya harus berjalan bersama-sama dengan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, tidak bisa berjalan sendiri. Ini memberikan saya banyak pelajaran baru dalam hal kolaborasi dan advokasi. Awalnya saya merasa akan sulit dikerjakan, karena ragu apakah akan mendapat respon yang baik dari pemerintah. Namun keraguan saya hilang setelah mulai belajar membangun trust dan hubungan kerja sama dengan pemerintah Sulawesi Selatan. Menurut saya, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, cukup progresif, bergerak cepat, dan mau berdiskusi dan berpikir untuk program yang lebih baik. Ini memberikan ruang yang luas untuk saya belajar bekerja bersama pemerintah. Saya sangat bersyukur untuk ini. Dari segi target, saya merasa target saya cukup tercapai dengan baik. Saya merasa cukup bekerja keras. Saya juga bertemu dengan mitra yang sangat suportif dan pekerja keras. Dan banyak lagi faktor lainnya yang membuat saya merasa saya puas dengan aspek karir saya di tahun 2021. 

Di sisi yang lebih abstrak, saya merasa saya berada di posisi dimana saya seharusnya berada. Saya merasa berada di tempat yang "cocok". Saya sudah pernah berada di tempat yang saya memang bertumbuh, tetapi tidak begitu pas dengan saya. Namun kali ini, saya merasa perjalanan panjang karir sejak tahun 2013 telah mengantarkan saya pada posisi saya saat ini, sehingga secapek apapun saya, saya bisa menanggung semuanya tanpa ngeden berlebihan. Semuanya tepat, disini, saat ini.

Makanan
Bagian "apa yang saya makan" merupakan hal yang selalu penting untuk saya. Maklum, orang gizi perhatiannya banyak pada makanan. Banyak hal yang akhirnya membuat saya mengubah pola makan saya dari plant-based vegan ke omnivora. Yup, saya tidak lagi vegan/vegetarian/plant based. Setelah kurang lebih 1 tahun menjalani pola makan vegetarian dan 2 tahunan vegan lumayan strict, saya memutuskan untuk kembali menjadi omnivora. Makan apa saja sambil memperhitungkan aspek keseimbangan gizi. Saya merasa beberapa fungsi tubuh yang menurun saat menjalani pola makan vegetarian dan vegan jangka panjang. Walaupun banyak sekali penelitian yang sudah menunjukkan menjalani diet vegan dan vegetarian mampu menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif bahkan infeksi, dan mampu menurunkan berbagai risiko penyakit, namun belum ada bukti yang cukup kuat menunjukkan long-term veganism dan vegetarian mampu sustain optimal function. Saya tiba pada kesimpulan sementara bahwa "pola makan vegan dan vegetarian cocok diterapkan sebagai terapi dan bentuk puasa atau pantangan makanan berbasis hewani dengan tujuan mencapai berat badan ideal maupun untuk menurunkan risiko sindrom metabolik dan penyakit degeneratif namun mungkin tidak cocok diterapkan dalam jangka waktu yang panjang seperti lebih dari 1 tahun atau bergantung dari jumlah penyimpanan zat-zat gizi penting dalam tubuh seperti kolagen dan retinol yang tidak ditemui pada sumber makanan nabati". 

Sebelumnya saya begitu yakin bahwa vegan-lah pilihan pola makan yang tepat setelah membaca buku-buku, artikel, literature review, sampai mengikuti banyak sekali vegan influencers. Sebagian komunitas vegan sendiri bagi saya sudah serupa cult terbaru di bidang pola makan. Saya bersyukur masih punya kesadaran untuk melihat secara objektif dampak pola makan ini pada tubuh saya sendiri. Tidak menutup kemungkinan bahwa kedepan saya akan kembali menerapkan pola makan vegan/vegetarian/plant-based, namun mungkin bukan untuk diterapkan selamanya.

Kesedihan
Tidak lengkap sepertinya hidup tanpa kesedihan :D. Manusia merasakan sedih dan duka sebagai bagian dari pengalaman rangkaian variasi emosi. Saya pun tidak lepas dari itu (karena memang terlahir sebagai mc. Sengaja pakai mc karena dulu kita menyingkat kata manusia dengan mc. Kalau dipikir-pikir kok bisa ya manusia akronimnya mc, dari mana asalnya?). 

Beberapa kejadian yang bertolak belakang dari senang di tahun 2021 adalah berpulangnya Oma Sin pada tanggal 20 Juni 2021, di usia beliau yang ke 84 tahun. Beliau pergi dalam diam dan tenang sambil beribadah di rumah. Sebuah momen kepergian yang indah dan cocok untuk beliau yang semasa hidupnya tidak pernah berseteru dan selalu berpikir tentang kesejahteraan anak-anak, suami, dan cucu-cucunya.

Kesedihan lainnya adalah saat Gideon terinfeksi Covid-19. Ini terjadi di akhir Januari 2021, dimana kami baru saja tiba di Makassar, sedang beradaptasi, dan tidak kenal siapa-siapa disini, sedangkan terinveksi Covid-19 masih dianggap momok bagi banyak orang, belum sampai di masa: "Oh kamu kena covid? saya juga barusan sembuh", dan belum ada yang namanya vaksin di Indonesia. Hal ini membuat saya stres dan sedih karena belum juga beradaptasi dengan lingkungan baru dan pekerjaan baru, sudah ada musibah. Syukurlah waktu itu Gideon tidak bergejala parah, bisa ditangani di rumah, walaupun sempat sakit kepala berat, badan terasa remuk, dan anosmia berkepanjangan. Walaupun serumah, saya tidak terjangkit dan tetap negatif syukurnya. Oliver juga tidak menunjukkan gejala apapun. Mungkin karena Gideon selalu memakai masker dan mencuci tangan sepanjang hari dan daya tahan tubuh saya saat itu cukup kuat, mungkin karena berada dalam fase alert yang sangat tinggi.

Kesedihan berikut adalah rumah yang kebanjiran di awal Desember 2021. Kami harus mengungsi di hotel selama 3 malam, di tengah pekerjaan akhir tahun dan Gideon yang juga harus mengerjakan sesuatu. Banjir kaget ini dirasakan banyak orang di Kota Makassar dan beberapa kabupaten. Dan semua orang yang pernah mengalami banjir mungkin setuju: hal terberat dari banjir adalah bebersihan dan berbenah pasca banjir. Kami sangat bersyukur sudah dibantu proses ini oleh Bapak Ibu pemilik rumah yang berhati mulia, semoga mereka diberikan rejeki berlimpah. Hal yang lucu dan unik adalah, aroma banjir di Makassar bukan aroma busuk, melainkan aroma ikan. Saat air tergenang anak-anak ramai keluar mencari ikan seperti lele, nila, dan mujair. Sebegitu melimpahnya ikan di Kota Makassar...

Masih ada beberapa highlight kesedihan tapi biarlah saya simpan sendiri wkwk.

Belajar Menjadi Mama dan Istri
Ternyata proses belajar menjadi mama bagi saya adalah proses yang tidak mudah. Setiap orang tentu prosesnya berbeda-beda sehingga tidak bisa disamakan. Bagi saya salah satu proses belajar menjadi mama adalah proses panjang berjuang pagi hingga malam memastikan anak saya makan cukup. Saya tentu memastikan semua hal lainnya cukup: pakaian, buku-buku, waktu bersama, permainan, dll. Namun urusan makan ini membuat banyak energi saya terserap. Oliver ternyata masuk dalam kelompok anak-anak susah makan dengan Gerakan Tutup Mulut berkepanjangan. Bagi mama-mama serupa diluar sana, saya mengerti, yuk nangis dan meraung bersama, wkwk. Hati mama mana yang tidak hancur kalau anaknya tidak makan makanan bergizi tinggi yang sudah disiap dengan memperhitungkan kecukupan gizi dan harganya tidak murah itu? Usaha yang kami lakukan sudah cukup banyak, jadi tolong jangan katakan: sudah ke dokter? diberi vitamin saja! sudah coba produk ini? diganti tekstur saja! dikasih makan saat menyenangkan! jangan dipaksa! Karena hampir pasti jawabannya iya, sudah! Dari semua kunjungan ke dokter anak, saya bisa simpulkan bahwa inti dari saran-saran mereka (yaa tentu lebih dari satu dokter spesialis anak yang dikunjungi) adalah: Harus telaten, jangan menyerah, jangan dipaksa. Bhaik. Saya terus belajar untuk tidak marah atau sedih kalau anak saya menolak makan. Saya belajar bersabar dan mencoba kembali. Saya belajar masak bolak-balik dan tidak sakit hati kalau anak tutup mulut atau begitu masuk makanan langsung dilepeh. Sungguh suatu proses belajar menjadi mama yang keras dan kejam.

Kalau proses belajar menjadi istri juga cukup challenging juga. Saya tidak mau bicara banyak, silahkan mama-mama lain mengonfirmasi. Saya harus belajar menerima bahwa suami itu banyak incompetent-nya  ckck. Saya mengerti mengapa sebagian perempuan memilih perempuan lain sebagai teman hidupnya, dan saya berpikir tidak sepenuhnya salah kalau perempuan selalu "merasa" benar ;). Memang sepertinya prosesor otak kami sedikit lebih canggih wkwk.

Kekurangan Saya
Saya merasa saya masih kurang sekali untuk konsisten dalam yoga atau olahraga lainnya. Tentu saya bisa bilang alasannya karena sudah capek bekerja, menjadi mama, dan menjadi istri. Alasan yang baik, tapi sepertinya saya memang kurang disiplin dan willpower saja. Saya juga mengaku belum mampu mengontrol pikiran dan emosi dengan benar. Konon yang katanya "kemarahan mama baru" masih merasuki sanubari saya :D. Saya berharap fase ini segera luruh karena percuma beli produk skin care mahal kalau internal-induced aging nya yang damaging :p.

Preferensi Materi
Semakin kesini, saya semakin merasa tahu apa-apa yang saya mau, seperti gaya busana (wk kapan terakhir pakai kata busana?), parfum yang cocok, dll. Menarik sekali bisa mengeksplorasi hal-hal surga duniawi (karena surga akhirati hanya bisa dibuktikan kalau kita mati) yang saya sukai pada saat ini.


Begini dulu refleksi saya untuk tahun 2021. Saya bersyukur bisa melalui tahun 2021 dengan selamat dan dengan banyak pembelajaran dan pengembangan. Semoga di tahun 2022 ini saya tetap punya semangat untuk menjadi manusia yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih saya lagi dari sebelum-sebelumnya.

Selamat tahun baru 2022 semua :)

All Flowers :p