Sabtu, 01 April 2023

Bloceh (Blog Ngoceh) #4 - Memikirkan Ideal

Sudah April lho sobat, apakah tahun 2023 ini juga akan terasa cepat berlari seperti tahun lalu? Satu kuartal sudah berlalu, dan terasa begitu cepat, lagi-lagi.

Saya merasa cukup bangga pada diri sendiri dengan bulan Maret yang sudah berlalu. Pertama, saya lumayan rajin memasak, untuk makan pagi dan makan siang. Malamnya kalau makanan sudah loyo kami akan pesan layanan online saja. Kedua, saya punya asisten di rumah yang membantu cukup banyak hal sejak pagi sampai sore. Ketiga, karena hampir tidak ada travel di bulan Maret (selain jalan-jalan ke Semarang), saya jadi punya banyak waktu mengurus diri dan keluarga. Keempat, saya merasa cukup stabil.

Apa itu stabil? Stabil maksud saya disini adalah hidup yang nyaman, punya rutinitas terencana, hidup cukup, dan walaupun ada hal-hal unik yang datang silih berganti, saya merasa punya keseimbangan yang aman. Hal ini cukup indah tentu saja. Namun di saat yang bersamaan, energi awal tiga puluhan saya mulai berbisik penuh intrik: inikah hidup ideal yang kamu mau?

Nah lhoh nah lhoh. Benarkah ini adalah hidup versi ideal saya? Saya pun setiap hari mulai lagi bertanya-tanya: apa standar hidup ideal saya?
Saat ini, kalau mau dilihat dari berbagai sisi, hidup saya cukup ideal. Tapi mau sampai kapan ideal seperti ini berlanjut? Menurut saya, standar hidup yang ideal terus bertransformasi. Kalau saya mematok hidup saat ini sudah ideal, dan terus menjalankan status quo ini, tentu hidup akan terus berjalan, seperti ini, baik, nyaman, dan pasti. Namun, saya belum sampai di masa dimana saya harus settle seperti itu. Jika ingin jujur pada diri sendiri, saya masih ingin challenge, saya masih ingin mengetes apakah saya bisa ini dan bisa itu. Saya haus akan THRILL. Busetttt bunda kamu kok semangat sekali, apakah karena efek baru saja minum es kopi? Kafein kayaknya.

Sejak awal tahun 2020, dimana saya banyak berpindah: Kupang ke Soe, Soe ke Jogja, Jogja ke Makassar, serta menjalankan 3 pekerjaan yang berbeda, lalu punya anak dengan suka-duka hidup berkeluarga baru di rantauan, saya banyak mengaktifkan hidup di survival mode. Dan jangan ditanya, walaupun mengerikan dan penuh ketidak pastian, saya cukup menikmati (atau begitu pikir saya saat ini, kalau diulang juga ogah :D). Saya pikir saat memasuki 30an saya sudah mulai mengakar di Makassar. Terlebih lagi saya cinta kota ini, budaya, orang-orangnya, terlebih makanannya. Setelah perjalanan 2 tahun lebih di sini, saya mulai bertanya pada diri sendiri: setelah ini apa? Pertanyaan ini bukan datang dari rasa kurang bersyukur. Bukan sama sekali. Saya bersyukur setiap hari untuk semua kesempatan dan kejutan-kejutannya. Ini semata-mata muncul dari insting bulu/rambut kaki saya yang ingin mengepak sayap mencari hal-hal baru, kota-kota baru, kebudayaan baru, pemandangan baru, dan berbagai kemungkinan-kemungkinan tak terhingga yang hidup tawarkan.

Biasanya kalau kontemplasi-kontemplasi seperti ini mulai muncul, mungkin saya akan memasuki sebuah petualangan baru lagi. Mungkin, mungkin saja. Pertanyaannya, apakah saya akan terus berkontemplasi seperti ini? Saya tidak tahu. Yang jelas, sampai saat ini energi saya masih ada untuk bertualang, berkeliling, membangun kembali, packing and unpacking. Saya merasa potensi saya masih bisa di-eksplore dengan cara yang berbeda. Saya merasa masih banyak bidang yang perlu saya tekuni. Dan oh, saya masih ingin hidup sehidup-hidupnya.

Saya tidak bermaksud mengecilkan hidup yang "nyaman". Saya bahkan sangat menikmatinya saat ini. Dan saya sangat mengagumi orang-orang yang menjalani "nyaman"nya dengan khusyuk, contohnya seperti kedua orang tua saya. TAPI, lama kelamaan saya bisa jadi tidak mengagumi diri saya sendiri yang terlalu nyaman berada dalam kenyamanan. Saya merasa saya masih bisa lebih dari sekedar nyaman. Untuk saat ini tentu saja. Mungkin saja nanti di usia 40an atau 50an (kalau umur panjang), saya akan nyaman dengan nyaman versi saya saat itu. Coba saja hitung berapa kata nyaman yang dengan nyamannya saya tulis di paragraf yang kurang nyaman ini wkwk. 

Eniwey, tentu saja besok saya masih akan bangun di rumah yang sama dengan kenyamanan minggu pagi yang sama, bersiap untuk rutinitas yang sama di hari senin yang penuh tuntutan seperti sebelum-sebelumnya. Dan saya masih akan menjalani semuanya dengan penuh rasa syukur dan kebanggaan. Namun mungkin setidaknya di 10 menit waktu senggang akan saya gunakan untuk berpikir tentang hidup ideal kedepan seperti apa. Saat ini, saya akan coba menikmati kenyamanan yang ada sebelum petualangan-petualangan yang mungkin akan membuat rambut kaki saya terpuaskan.

Begitu dulu sobat. Kalau kamu bagaimana? Apa definisi hidup idealmu?
Salam ngoceh,
Nike


NB: Saya baru saja membeli tanaman hias yang ukurannya cukup besar, sekitar 1 meter tingginya dengan daun yang rimbun, membuat saya bahagia bukan main :D. Begini ya, bahagianya orang dewasa. Seperti juga waktu membeli gorden baru yang bagus, setiap kali lihat ke gorden itu saya merasa premium :p. Memang cuma gorden dan tanaman baru bun, tapi alangkah senangnya :D. Apakah ini termasuk jebakan kenyamanan orang dewasa?