Sabtu, 19 Maret 2022

Standar yang Terusik

Pertama-tama, saya mau sampaikan betapa saya menikmati berusia 30an. Di awal usia 30an ini banyak transformasi yang terjadi dalam diri saya yang membuat saya kagum akan kemampuan manusia terus berubah. Seperti yang saya sampaikan dalam postingan berjudul Menjadi 30, di usia 20an (terutama 20an awal) saya menghabiskan banyak energi untuk hal-hal yang hanya terjadi di pikiran saya, belum lagi selalu merasa diri saya tidak cukup. Banyak waktu dan tenaga masa muda yang tidak diarahkan untuk mengembangkan potensi atau menjadi orang yang lebih baik. Saya tidak menyalahkan diri saya yang lama. Mungkin ada berbagai mental block yang perlu saya tangkal sebelum saya menginjak 30 tahun, dan mungkin itu butuh waktu yang panjang. Tidak apa. Intinya saya merasa energi saya saat ini lebih bisa terfokus dan saya tidak lagi sedikit-sedikit merasa cemas hanya untuk hal-hal yang tidak nyata seperti yang terjadi di usia 20an saya.

Ada beberapa hal yang sedang saya pelajari dalam proses menjadi dewasa dan menjadi seorang Nike Frans yang lebih baik dari sebelumnya. Ternyata pilihan-pilihan hidup saya ada di tangan saya sendiri, jadi, sebelum saya menyerahkan hidup pada "takdir" atau "nasib", saya bisa dengan rendah hati bertanya pada diri sendiri: Apa yang saya bisa dan saya mau ubah untuk hidup yang lebih baik? Apakah itu membaca buku? Apakah itu belajar berargumen dengan sehat dan adil dengan suami? Apakah itu belajar selalu menyiapkan makanan yang mampu menjada fungsi tubuh optimal untuk saya dan keluarga saya? Apakah itu membereskan rumah? Apakah itu menyediakan sabun, shampoo, deterjen, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya tepat waktu? Apakah itu melakukan pekerjaan kantor sesuai jadwal? Apakah itu melakukan olahraga rutin untuk menjadi lebih berenergi dan hari tua yang lebih fit? Apakah itu selalu berkeinginan untuk belajar dan mendalami ilmu? Apakah itu belajar merawat diri dengan baik? Apakah itu belajar mengasuh anak? Apakah belajar mengatur keuangan? Pertanyaan-pertanyaan ini menggiring saya pada teknis-teknis yang bisa saya tambahkan dalam agenda harian untuk memastikan saya berada pada jalur yang tepat. Dan harapannya, dengan memastikan saya berada pada jalur tersebut, saya tidak menjadi pribadi yang menggerutu pada nasib.

Jalur yang tepat ini tentu saja sangat pribadi sifatnya. Saya bisa memilih jalur tersebut sesuai dengan harapan apa terhadap diri saya sendiri. Dan harapan tersebut bisa dirancang juga dengan pertanyaan seperti: Seperti apakah hidup yang membuat saya merasa semakin respect dan bangga terhadap diri saya sendiri? Seperti apakah hari tua yang ideal untuk saya? Seperti apakah saya nanti 30 tahun mendatang? 20 tahun mendatang? 10 tahun mendatang? 5 tahun mendatang? 1 tahun kedepan? bulan depan? minggu depan? Untuk sampai ke titik saya menggambarkan harapan-harapan ini, saya ternyata perlu cukup kadar menyayangi dan menghormati diri sendiri. Dan salah satu juga alasan saya harus berbenah adalah karena memiliki anak dan suami yang bergantung pada saya. Ternyata memiliki anak membuat standar saya tertantang dan terusik, hampir setiap waktu. Waktu saya untuk diri sendiri menjadi sangat berkurang dan justru karena itu saya merasa lebih aware dan menghargai waktu-waktu saya. Apa yang saya anggap ideal dulu ternyata perlu direvisi untuk ideal-ideal yang baru.

Kembali pada upaya pribadi untuk menjadi lebih baik. Sekali lagi yang dimaksud dengan lebih baik adalah upaya menjadi lebih baik dari diri saya sendiri di hari kemarin. Sehingga standar yang saya pakai juga adalah standar saya pribadi, bukan berdasarkan pencapaian orang lain, walaupun banyak orang yang menginspirasi saya hingga bisa menyusun standar pribadi. Setiap orang tentu punya masalah dan perjuangan yang tidak bisa dibanding-bandingkan sehinngga lebih baik berfokus pada apa yang ingin kita capai secara pribadi, dan apa yang membuat kita puas karena telah melewati hal-hal yang sebelumnya kita anggap sulit, puas karena energi kita tersalurkan secara maksimal ke tempat-tempat yang mengarahkan kita ke tujuan kita.

Tidak bisa dipungkiri bahwa hidup sekali-kali membawa tragedi dan chaos. Itulah hidup yang tidak terprediksi. Namun kita bisa menyiapkan diri kita saat ini semaksimal mungkin, dan melangkah dengan berani seolah-olah kita akan mampu melewati semuanya, karena kita memang akan mampu, jika kita memperbolehkan diri kita menjadi kuat dan berani.

Saya bukan orang yang disiplin, dan saya sebenarnya tidak begitu suka dengan kata "disiplin" sebelumnya. Namun ternyata disiplin itu membentuk karakter dan membentuk realita. Jika tidak disiplin, maka saya dengan sadar membiarkan "takdir-takdir" kecil yang tidak saya inginkan terjadi dalam hidup saya. Jika tidak disiplin dalam waktu yang lama, "takdir" besar yang tidak saya inginkan tidak dapat ditolak, maka "nasib" yang saya tidak inginkan akan terjadi.

Baiklah, sepertinya cukup kata-kata motivasi diri ini ditulis, semoga saya bisa kembali ke tulisan ini untuk merayu diri saya yang mungkin bisa kendor dan malas-malasan di kemudian hari.
Untuk orang-orang yang mampir ke tulisan ini, saya mau merekomendasikan buku yang baru saja saya baca: 12 Rules for Life - An Antidote to Chaos oleh Jordan B. Peterson seorang Clinical Psychologist asal Amerika. Buku inilah yang menginspirasi tulisan hari ini.

Semoga saya dan kita semua terus memiliki dan memelihara dorongan untuk menjadi lebih baik dari diri kita kemarin.