Minggu, 27 November 2022

Bloceh (Blog Ngoceh) #2

Ditulis pada 1 November 2022 (lalu tidak segera di-upload, ckck)

Menulis blog ini di terminal regional Daya, sambil bertolak di dalam bus malam dari Makassar ke Luwu Utara/Lutra. Lumayan lah katanya nanti tiba kurleb 12 jam kemudian. Syabar ya bund. Duduknya di kursi VIP yang nyaman, jalannya bersama tim jadi semoga tidak tersesat hehe

Anyway, 2 bulan lagi habis 2022, apa kabar? Masih hidup? Masih kuat?

Ritme hidup saya akhir2 ini terasa lebih cepat dari biasanya. Tarik napas sekali dua kali satu jam lewat. Meeting sekali dua kali satu hari berlalu. Cuci piring cuci baju strika seminggu pun habis. Mengomel-mengomel-mengomel tak ada habisnya hahaha. Cyanda

Ngemeng-ngemeng soal cuci baju dan strika, belakangan dua aktivitas ini mengikis cukup banyak waktu dan ketebalan kuku saya. Kadang kesabaran saya juga tergerus hadeh. Jaman sekarang masih cuci baju dan strika sendiri ya? Masih bund. Kenapa ga laundry? Karna emosi liat hasil laundry, walaupun sudah gonta ganti tempat tetap hasil tidak memuaskan. Kenapa tidak pakai ART?

Nah. Nah.
Sejauh ini sih belum berkeinginan untuk punya ART. Menambah satu anggota baru dalam rumah menurut saya bukan meringankan hidup malah menambah beban hidup wkwk. Saya suka beres2 rumah sendiri (sambil meditasi, kadang sambil mengomel, tergantung suasana hatikuh). Saya punya kepuasan melihat barang tertata sesuai keinginan saya. Hanya memang tidak bisa dipungkiri, makin kesini tubuh cenderung mudah teriak dibandingkan saat muda dulu wk. 

Kembali ke isu ART, menurut saya, energi saya akan lebih habis terkuras untuk menginstruksikan besok makan apa, belanja apa, bersihkan apa, dimana, kapan, dibandingkan kalau saya action sendiri. Itu satu. Saya juga tidak suka ada manusia lain yang bergentayangan dalam rumah saya wkwk. Sudah cukup ramai rasanya di rumah dengan saya, Oliver, dan Gideon. Kalau tambah orang rasanya wow jadi party! Kami bertiga juga suka berteriak teriak melepaskan sikap sikap primitif titipan leluhur homo erectus. Bagaimana kalau ada tambahan orang baru? Apakah beliau ikut berteriak bersama atau kami berempat diam dalam keheningan? Wk

Maka dari itu, saya menarik kemungkinan untuk hidup tanpa ART sebisa mungkin dan sekuat kuatnya, hingga memang kalau sudah tak sanggup barulah menyerah. Sejauh ini sih syukurlah masih mampu, 

Berkaca dari rumah orang tua, kami hampir selalu didampingi ART sejak saya bisa mengingat dunia hingga SMP (karna SMA sudah “dibuang” merantau ke luar kota). Tidak jarang ada 2 orang ART dalam waktu bersamaan di rumah. Memori tentang mereka selalu unik karena saya menghabiskan banyak waktu masa kecil saya bercerita tentang segala jenis hal dengan mereka. Tapi saya juga ingat mereka tidak diupah dengan adil berbanding pengorbanan yang mereka berikan. Tidak ada istilah UMR dan kesejahteraan pekerja. Ckck.

Yang paling membekas dari sekian ART (puluhan jumlahnya) yang pernah singgah di rumah orang tua adalah kakak Min dan kakak Yudith. Kalau sempat saya akan ceritakan tentang keunikan mereka.
Lucu sekali sudah 20 tahunan berlalu tapi memori mereka masih sangat melekat di kepala saya. Bless their kind soul!

Jalanan masih macet, dari tadi bis hanya berjalan pelan-pelan.
Semoga sehat2 semua!

Bus Bintang Zahira, Makassar-Masamba

Terminal Daya, Makassar