Minggu, 27 November 2022

Bloceh (Blog Ngoceh) #2

Ditulis pada 1 November 2022 (lalu tidak segera di-upload, ckck)

Menulis blog ini di terminal regional Daya, sambil bertolak di dalam bus malam dari Makassar ke Luwu Utara/Lutra. Lumayan lah katanya nanti tiba kurleb 12 jam kemudian. Syabar ya bund. Duduknya di kursi VIP yang nyaman, jalannya bersama tim jadi semoga tidak tersesat hehe

Anyway, 2 bulan lagi habis 2022, apa kabar? Masih hidup? Masih kuat?

Ritme hidup saya akhir2 ini terasa lebih cepat dari biasanya. Tarik napas sekali dua kali satu jam lewat. Meeting sekali dua kali satu hari berlalu. Cuci piring cuci baju strika seminggu pun habis. Mengomel-mengomel-mengomel tak ada habisnya hahaha. Cyanda

Ngemeng-ngemeng soal cuci baju dan strika, belakangan dua aktivitas ini mengikis cukup banyak waktu dan ketebalan kuku saya. Kadang kesabaran saya juga tergerus hadeh. Jaman sekarang masih cuci baju dan strika sendiri ya? Masih bund. Kenapa ga laundry? Karna emosi liat hasil laundry, walaupun sudah gonta ganti tempat tetap hasil tidak memuaskan. Kenapa tidak pakai ART?

Nah. Nah.
Sejauh ini sih belum berkeinginan untuk punya ART. Menambah satu anggota baru dalam rumah menurut saya bukan meringankan hidup malah menambah beban hidup wkwk. Saya suka beres2 rumah sendiri (sambil meditasi, kadang sambil mengomel, tergantung suasana hatikuh). Saya punya kepuasan melihat barang tertata sesuai keinginan saya. Hanya memang tidak bisa dipungkiri, makin kesini tubuh cenderung mudah teriak dibandingkan saat muda dulu wk. 

Kembali ke isu ART, menurut saya, energi saya akan lebih habis terkuras untuk menginstruksikan besok makan apa, belanja apa, bersihkan apa, dimana, kapan, dibandingkan kalau saya action sendiri. Itu satu. Saya juga tidak suka ada manusia lain yang bergentayangan dalam rumah saya wkwk. Sudah cukup ramai rasanya di rumah dengan saya, Oliver, dan Gideon. Kalau tambah orang rasanya wow jadi party! Kami bertiga juga suka berteriak teriak melepaskan sikap sikap primitif titipan leluhur homo erectus. Bagaimana kalau ada tambahan orang baru? Apakah beliau ikut berteriak bersama atau kami berempat diam dalam keheningan? Wk

Maka dari itu, saya menarik kemungkinan untuk hidup tanpa ART sebisa mungkin dan sekuat kuatnya, hingga memang kalau sudah tak sanggup barulah menyerah. Sejauh ini sih syukurlah masih mampu, 

Berkaca dari rumah orang tua, kami hampir selalu didampingi ART sejak saya bisa mengingat dunia hingga SMP (karna SMA sudah “dibuang” merantau ke luar kota). Tidak jarang ada 2 orang ART dalam waktu bersamaan di rumah. Memori tentang mereka selalu unik karena saya menghabiskan banyak waktu masa kecil saya bercerita tentang segala jenis hal dengan mereka. Tapi saya juga ingat mereka tidak diupah dengan adil berbanding pengorbanan yang mereka berikan. Tidak ada istilah UMR dan kesejahteraan pekerja. Ckck.

Yang paling membekas dari sekian ART (puluhan jumlahnya) yang pernah singgah di rumah orang tua adalah kakak Min dan kakak Yudith. Kalau sempat saya akan ceritakan tentang keunikan mereka.
Lucu sekali sudah 20 tahunan berlalu tapi memori mereka masih sangat melekat di kepala saya. Bless their kind soul!

Jalanan masih macet, dari tadi bis hanya berjalan pelan-pelan.
Semoga sehat2 semua!

Bus Bintang Zahira, Makassar-Masamba

Terminal Daya, Makassar


Jumat, 21 Oktober 2022

Bloceh (Blog Ngoceh) #1

Sebentar lagi akhir tahun yaa, kok cepat sih 2022 ini. Tahun ini memang sibuk ya dengan berbagai kegiatan pertemuan langsung. Tahun lalu ada masa-masanya mau ketemu orang susah karena berbagai pembatasan sosial. Begitu pandemi mereda di pertengahan tahun ini, semua orang langsung "gaskaaan". Aneh rasanya jabat tangan dan cipika-cipika lagi, tapi memang terasa lebih hangat sih. Sudah terbiasa jadi bagian dari ramah tamah Indonesia. Di samping itu, sekarang masuk kantor sudah kembali setiap hari lagi. Entah mengapa waktu terasa lebih cepat jika seharian dihabiskan di kantor atau tempat kegiatan dibandingkan di rumah.

Awalnya saya takut merasa capek dengan berbagai pertemuan langsung ini. Saya takut kelelahan dengan interaksi. Pelatihan, orientasi, rapat koordinasi kembali dilakukan di dalam dan luar kota. Ternyata saya lumayan menikmati interaksi langsung ini. Kehangatan interaksi langsung maupun konflik-konflik mini yang terjadi menjadikan kita makhluk sosial.

Saya takjub juga dengan kemampuan bersosial saya yang semakin baik. Apakah ini menandakan saya lolos adulting? Ataukah saya makin bisa belajar berempati? Atau saya makin bisa belajar profesional (supaya tetap bisa makan :p)? Entahlah. Dulu, semakin banyak saya berinteraksi, semakin lelah dan semakin saya ingin bersembunyi di hutan dan gua. Kalau diingat kembali, kelelahan saya luar biasa sampai saya perlu cuti atau menghilang karena seringnya didera kebisingan manusia hehe. Sekarang? Wow, kupu-kupu Sosial! wkwk Ga se-sosial itu sihhh. Saya masih suka menarik garis hidup saya dan keluarga dengan kehidupan profesional. Hingga menggiring saya ke hipotesis baru, bisa jadi, salah satu faktor saya menjadi pandai bersosial karena saya makin jago berceloteh di dalam rumah tangga wkwkwk.

Menurut saya, harus ada orang cerewet di dalam rumah tangga. Orang yang cerewet bukan berarti nahkoda (bisa juga sih sebenarnya). Menurut saya orang cerewet di rumah tangga itu ibaratnya wasit. Jadi harus ada yang meniup pluit kalau ada yang kesenggol, jatuh, atau melanggar sesuatu. Supaya rumah tangga sendiri bisa menerapkan fair game. Wasit disini juga merangkap pemain yaa, jadi kalau wasit membuat salah tentu harus meniup pluit untuk diri sendiri (walau mungkin bunyinya lebih sendu dari bunyi pluit untuk gesekan orang lain wkwk).

Eniwey, saya sudah jelas wasit rumah tangga yah, kawan Bloceh. Selain jadi wasit, saya juga menjabat bendahara, nahkoda, mahkamah agung, chef, dan pengosek kamar mandi. Yasalam! Trus mau nangis? Ya ndak ji kanda dinda! Paling ngomel, check out shopee, dan perawatan wajah biar tidak cepat keriput wkwk. Capek? Iya sih capek. Mampu? Mampu juga sih. Stress? Ga sih, kadaaang aja, harus pintar2 berburu di Shoope. Kuatmi tawwa!

Akhir tahun mau ngapain yah? Pengen sih jalan-jalan, apalagi ke luar negri, tapi mengingat ada 2 ekorku sekarang, jadi kalau beli tiket ya sekali jalan 3 orang, buat pulang kampung aja harus menangis semalam dulu. Tiket pesawat mahaaalll! Tapi yaa kalau ada conference, pelatihan, beasiswa ke luar negeri untuk memajukan bangsa ya semoga kebagian yaaa kanda dinda, Aamiin! Terakhirnya ke luar negeri itu ke Bangladesh, akhir 2019. Sudah 3 tahun ini kurang travel, paling di dalam negeri dan lintas Sulsel saja. Doakan bisa melihat dunia lain (maksudnya luar negri yah, jangan mikir macam-macam) segera bundah.

Sudah dulu, cusss check out kerangjang online...ehh maksudnya ambil daun kering di halaman wk.

Syampai ketemu lagi kawan, teman, bundah, kanda-dindaa.
Byeee tetap semangat yaa, semoga rejeki lancar amin.


Senin, 10 Oktober 2022

Petuah Pak Tua

"Di dalam diri kita ada kepentingan orang lain"

Begitu petuah Pak Tua yang bijaksana.
Itu alasan mengapa beliau selalu datang tepat waktu ke sebuah acara walaupun peran beliau lebih penting dari undangan lainnya. Beliau tidak mau orang lain menunda acara hanya untuk menunggunya.
Itu juga alasan beliau selalu rajin membaca dan mengupdate hal-hal baru dalam perbendaharaan ilmunya. Beliau mau membantu orang-orang yang malas membaca memahami konsep dengan mudah.
Mungkin itu juga alasan beliau selalu jujur dan blak-blakan. Di dunia yang penuh manusia penakut, harus ada yang berani bicara kejujuran dengan lugas.

Terima kasih selalu mempertimbangkan orang lain dalam lakumu Pak Tua!

Minggu, 09 Oktober 2022

Dua Pengemudi Transportasi Online dan Seorang Pemijat di Ibu Kota

Bulan lalu di awal September 2022 saya berkesempatan ke Jakarta untuk mengikuti sebuah workshop. Senang rasanya bisa kembali ke Jakarta setelah cukup lama terhalang pandemi. Berkunjung ke Jakarta selalu menarik untuk orang-orang "daerah" seperti saya. Inilah kesempatan melihat pembangunan dan perkembangan di pusatnya Indonesia. Mata orang-orang daerah yang berkunjung ke Jakarta selalu 'liar' mencari tahu sudut-sudut mana yang memicu keingintahuan kedaerahan :D.

Salah satu yang menarik di Jakarta adalah perkembangan transportasi umumnya. Saat ini sudah ada MRT dan bahkan mungkin sebentar lagi ada LRT. Sejujurnya saya ingin sekali mencoba naik MRT tapi selalu terhalang karena tidak ada kesempatan dan alasan yang cukup. Mungkin nanti kapan-kapan jika sempat sehari di Jakarta hanya mau explore MRT supaya tidak penasaran lagi.

Bicara tentang transportasi, saya selalu memilih naik ojek atau taksi online di Jakarta. Menurut saya ini metode transportasi paling aman dan tanpa ribet. Tinggal klik klik sim salabim sampai di tempat tujuan. Tidak perlu mengantri atau tersesat mencari makna hehe. Kunjungan kali ini pun demikian. Saya lebih sering naik taksi online G*ab dan sekali naik ojek online karena macet dan tidak mau terlambat. Dulu saat naik kendaraan umum saya sangat menghindari bicara basa-basi. Sekarang saya menikmati saja, apalagi kalau sedang tidak capek. Terkadang para pengemudi punya cerita-cerita menarik. Dalam kunjungan singkat ini, saya menemui 2 orang pengemudi yang unik, keduanya lulusan master di bidang Ekonomi. 

Yang pertama, pengemudi armada ojek online dengan gelar master bidang ekonomi dari universitas dalam negeri. Kami sempat mengobrol di tengah beliau sibuk salip menyalip menembus macetnya Jalan Sudirman pada jam pulang kantor. Asal dari NTB, beliau berkeinginan untuk mengajar. Awalnya saya pikir "oh mengajar di sekolah". Ternyata beliau ingin mengajar di universitas dan bahkan sudah ada tawaran dari tempat asalnya, namun beliau sedang mengejar pendapatan sebagai pengemudi ojol di Jakarta karen 3 bulan depan akan menikah. Saya mendoakan semoga persiapan pernikahannya lancar dan mendapatkan banyak rejeki.

Yang kedua, pengemudi taksi online dengan gelar master bidang ekonomi dari salah satu kampus di Eropa. Karena sengitnya pasar pekerjaan di tengah pandemi, beliau memutar arah karir sementara sebagai pengemudi armada taksi online. Banyak hal seputar perpolitikan-perekonomian yang beliau bahas dengan sangat seru dan cerdas, membuat saya terkagum. Beliau berkeluh tentang sulitnya mencari pekerjaan di umurnya yang sudah 40an. Saya menyarankan mencari pekerjaan di sektor NGO non-profit yang biasanya tidak terlalu memusingkan batas usia. Saya tiba di tujuan sambil mendoakan beliau mendapatkan karir yang cocok dengan level skill dan keahlian beliau.

Di satu malam, saya merasa masih punya waktu beberapa jam namun sudah malas bergerak ke mall atau ke restoran. Saya terpikir untuk memesan jasa pijat yang bisa langsung datang ke tempat pemesan. Saya menghubungi pusat pijat profesional berdasarkan rating Google yang tinggi. Setengah jam kemudian seorang ibu usia 50an mengetuk kamar saya. Beliau dengan lihainya memijat badan saya. Karena cukup lama durasi pijatnya (90 menit), beliau sempat bercerita tentang hidupnya, tentang betapa kerasnya mencari pekerjaan sebagai seorang perempuan single parent, ditinggal suami yang selingkuh, dan harus membesarkan anak-anaknya di Jakarta. Katanya: "saya berusaha keras supaya anak-anak ada uang jajan". Saat ini keadaan ekonominya sudah jauh lebih baik, sudah punya rumah sendiri di Jakarta dan di kampung. Gaji seorang pemijat/therapist profesional juga cukup menjanjikan, apalagi beliau sudah punya klien tetap yang merasakan berbagai manfaat dari kelihaian beliau memijat. Beliau kemudian pamit dan saya mendoakan beliau semakin berlimpah rejeki.

Hidup di Jakarta itu keras, begitu kata orang-orang. Mungkin benar demikian. Dari perjalanan singkat saya saja saya bertemu pekerja-pekerja yang berjuang untuk hidupnya masing-masing. Di sisi lain, perputaran ekonomi yang pesat membuat Jakarta menjadi pilihan banyak orang untuk merantau menguji nasib. Saya pulang kembali ke Makassar dengan oleh-oleh kenangan dari Jakarta yang terkadang muncul kembali saat melamun.



Kembang untuk Kanda


Apa kabar kanda di singgasana
Tebakku sibuk seperti selalu
Memahat senyum ramah tamah
Memberi sambut rerupa keluh

Adakah kanda disapa kembang
Hari ini seperti selalu
Biang segar tunas mekar
Doaku kanda abadi mengharum

Ingatkah kanda seikat rekah
Kupasang rangkai riang-pilu
Demi memahat semakin dalam
Senyum kuntum abadi terhalau


Minggu, 17 April 2022

Maybe We Could Do This Often

Well I am here hoping we could pack our bags straight to the international airport and open our eyes to the foreign breeze again. Maybe book a hotel and go out for dinner at the some local restaurants. Enjoy new mix of ingredients and methods of cooking. Along the way we could meet new short term friends and strangers of different nationalities. Maybe we could plan on seeing more of the world, and seeing it with the thrill of having the limitless possibilities to wonder. Maybe we could look at the strangers in their eyes again and be amazed by how resilient human beings can be. Maybe we could leave our footsteps into a new path of history lane and have some stories in our memory pockets to share. Shall we do this? Shall we do this often?



Sabtu, 19 Maret 2022

Standar yang Terusik

Pertama-tama, saya mau sampaikan betapa saya menikmati berusia 30an. Di awal usia 30an ini banyak transformasi yang terjadi dalam diri saya yang membuat saya kagum akan kemampuan manusia terus berubah. Seperti yang saya sampaikan dalam postingan berjudul Menjadi 30, di usia 20an (terutama 20an awal) saya menghabiskan banyak energi untuk hal-hal yang hanya terjadi di pikiran saya, belum lagi selalu merasa diri saya tidak cukup. Banyak waktu dan tenaga masa muda yang tidak diarahkan untuk mengembangkan potensi atau menjadi orang yang lebih baik. Saya tidak menyalahkan diri saya yang lama. Mungkin ada berbagai mental block yang perlu saya tangkal sebelum saya menginjak 30 tahun, dan mungkin itu butuh waktu yang panjang. Tidak apa. Intinya saya merasa energi saya saat ini lebih bisa terfokus dan saya tidak lagi sedikit-sedikit merasa cemas hanya untuk hal-hal yang tidak nyata seperti yang terjadi di usia 20an saya.

Ada beberapa hal yang sedang saya pelajari dalam proses menjadi dewasa dan menjadi seorang Nike Frans yang lebih baik dari sebelumnya. Ternyata pilihan-pilihan hidup saya ada di tangan saya sendiri, jadi, sebelum saya menyerahkan hidup pada "takdir" atau "nasib", saya bisa dengan rendah hati bertanya pada diri sendiri: Apa yang saya bisa dan saya mau ubah untuk hidup yang lebih baik? Apakah itu membaca buku? Apakah itu belajar berargumen dengan sehat dan adil dengan suami? Apakah itu belajar selalu menyiapkan makanan yang mampu menjada fungsi tubuh optimal untuk saya dan keluarga saya? Apakah itu membereskan rumah? Apakah itu menyediakan sabun, shampoo, deterjen, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya tepat waktu? Apakah itu melakukan pekerjaan kantor sesuai jadwal? Apakah itu melakukan olahraga rutin untuk menjadi lebih berenergi dan hari tua yang lebih fit? Apakah itu selalu berkeinginan untuk belajar dan mendalami ilmu? Apakah itu belajar merawat diri dengan baik? Apakah itu belajar mengasuh anak? Apakah belajar mengatur keuangan? Pertanyaan-pertanyaan ini menggiring saya pada teknis-teknis yang bisa saya tambahkan dalam agenda harian untuk memastikan saya berada pada jalur yang tepat. Dan harapannya, dengan memastikan saya berada pada jalur tersebut, saya tidak menjadi pribadi yang menggerutu pada nasib.

Jalur yang tepat ini tentu saja sangat pribadi sifatnya. Saya bisa memilih jalur tersebut sesuai dengan harapan apa terhadap diri saya sendiri. Dan harapan tersebut bisa dirancang juga dengan pertanyaan seperti: Seperti apakah hidup yang membuat saya merasa semakin respect dan bangga terhadap diri saya sendiri? Seperti apakah hari tua yang ideal untuk saya? Seperti apakah saya nanti 30 tahun mendatang? 20 tahun mendatang? 10 tahun mendatang? 5 tahun mendatang? 1 tahun kedepan? bulan depan? minggu depan? Untuk sampai ke titik saya menggambarkan harapan-harapan ini, saya ternyata perlu cukup kadar menyayangi dan menghormati diri sendiri. Dan salah satu juga alasan saya harus berbenah adalah karena memiliki anak dan suami yang bergantung pada saya. Ternyata memiliki anak membuat standar saya tertantang dan terusik, hampir setiap waktu. Waktu saya untuk diri sendiri menjadi sangat berkurang dan justru karena itu saya merasa lebih aware dan menghargai waktu-waktu saya. Apa yang saya anggap ideal dulu ternyata perlu direvisi untuk ideal-ideal yang baru.

Kembali pada upaya pribadi untuk menjadi lebih baik. Sekali lagi yang dimaksud dengan lebih baik adalah upaya menjadi lebih baik dari diri saya sendiri di hari kemarin. Sehingga standar yang saya pakai juga adalah standar saya pribadi, bukan berdasarkan pencapaian orang lain, walaupun banyak orang yang menginspirasi saya hingga bisa menyusun standar pribadi. Setiap orang tentu punya masalah dan perjuangan yang tidak bisa dibanding-bandingkan sehinngga lebih baik berfokus pada apa yang ingin kita capai secara pribadi, dan apa yang membuat kita puas karena telah melewati hal-hal yang sebelumnya kita anggap sulit, puas karena energi kita tersalurkan secara maksimal ke tempat-tempat yang mengarahkan kita ke tujuan kita.

Tidak bisa dipungkiri bahwa hidup sekali-kali membawa tragedi dan chaos. Itulah hidup yang tidak terprediksi. Namun kita bisa menyiapkan diri kita saat ini semaksimal mungkin, dan melangkah dengan berani seolah-olah kita akan mampu melewati semuanya, karena kita memang akan mampu, jika kita memperbolehkan diri kita menjadi kuat dan berani.

Saya bukan orang yang disiplin, dan saya sebenarnya tidak begitu suka dengan kata "disiplin" sebelumnya. Namun ternyata disiplin itu membentuk karakter dan membentuk realita. Jika tidak disiplin, maka saya dengan sadar membiarkan "takdir-takdir" kecil yang tidak saya inginkan terjadi dalam hidup saya. Jika tidak disiplin dalam waktu yang lama, "takdir" besar yang tidak saya inginkan tidak dapat ditolak, maka "nasib" yang saya tidak inginkan akan terjadi.

Baiklah, sepertinya cukup kata-kata motivasi diri ini ditulis, semoga saya bisa kembali ke tulisan ini untuk merayu diri saya yang mungkin bisa kendor dan malas-malasan di kemudian hari.
Untuk orang-orang yang mampir ke tulisan ini, saya mau merekomendasikan buku yang baru saja saya baca: 12 Rules for Life - An Antidote to Chaos oleh Jordan B. Peterson seorang Clinical Psychologist asal Amerika. Buku inilah yang menginspirasi tulisan hari ini.

Semoga saya dan kita semua terus memiliki dan memelihara dorongan untuk menjadi lebih baik dari diri kita kemarin.





Minggu, 02 Januari 2022

Dua Ribu Dua Puluh Satu

Oh, hey! Halo kembali refleksi tahunan ;)
Sepertinya belum lama saya berefleksi tahun 2020, saat ini sudah waktunya kembali menuliskan refleksi 2021. Mungkin karena saya suka sekali menunda penulisan refleksi tahunan, biasanya saya menuliskannya di kuarter kedua tahun yang "baru". Kali ini saya ingin menulis refleksi 2021 tepat waktu, tepat di awal  2022.

Pindah ke Makassar
Tepatnya di tanggal 4 Januari 2021, saya, Gideon, dan Oliver pindah dari Jogja ke Makassar. Kepindahan ini disebabkan karena tawaran kerja bagi saya oleh salah satu lembaga PBB sebagai staf gizi. Memang pindah ini mendadak dan tidak terencana. Selama hidup, saya tidak pernah berencana sebelumnya akan tinggal di Kota Makassar. Ternyata jalan hidup membawa saya kemari. Saya memang sudah pernah satu kali ke Makassar sebelumnya untuk mengikuti pelatihan singkat, namun tentu sangat sedikit yang saya tahu tentang tempat ini. Sebuah petualangan baru dimulai, keluarga kecil kami pindah ke Makassar.

Jatuh Cinta pada Makassar
Saya suka pada Makassar. Ramai dan macetnya pas (tidak separah ibu kota negara), budayanya santun, orang-orang yang saya temui mau bekerja dan konstruktif, bercandanya pas tidak berlebihan, makanannya enak-enak, mall termasuk tempat makannya banyak jadi bisa selang-seling dikunjungi kalau butuh hiburan, hasil alamnya melimpah, mulai dari sayuran, buah-buahan, dan segala jenis hasil laut. Sebelum ke Makassar ada yang nyeletuk "hati-hati dengan orang Makassar". Masih ada yang beranggapan orang Makassar itu kasar. Nyatanya yang saya temui orang-orang Makassar sopan-sopan. Kata teman saya yang sudah lama tinggal di sini, orang Makassar itu bukan kasar, tapi keras. Saya setuju. Yang saya amati adalah mereka disini orang-orangnya sangat mudah menyampaikan ide dan pendapatnya, walaupun saling berlawanan. Diskusi-diskusi bisa berjalan panjang, sehingga warkop ramai pengunjung. "Outspoken" dan tegas tidak bisa dan tidak adil disamakan dengan kasar. 

Salah satu lagi penyebab kami betah adalah karena pertemuan kami dengan orang-orang dan lingkungan yang baik. Beberapa minggu sebelum kedatangan kami ke Makassar, kami mencari rumah kontrakan melalui berbagai situs online seperti Olx. Saya mencatat beberapa opsi rumah yang terlihat nyaman, sesuai budget, dan letaknya tidak terlalu jauh dari kantor. Sempat kaget juga dengan harga kontrakan di Makassar yang memang di atas harga rata-rata kontrakan yang saya tau. Begitu tiba di sini, kami langsung membuat janji temu dengan para pemilik kontrakan. Saya prioritaskan memilih kontrakan yang saya lihat paling cocok. Dan ternyata memang sekali lihat saya langsung merasa cocok. Kami batalkan janji temu kontrakan lainnya karena sudah memutuskan untuk ambil kontrakan tersebut.
Rejeki kami ternyata selain mendapat rumah yang nyaman (fully furnished), kami juga dipertemukan dengan pemilik kontrakan yang teramat baik. Bapak dan Ibu yang menyuruh kami menganggap mereka sebagai orang tua sendiri. Kami merasa "diasuh" selama tinggal di rumah ini. Bukan saja sering dibagikan makanan-makanan enak, lebih dari itu kami merasa secure dan welcomed. Kami sangat bersyukur untuk ini. Disamping itu, kami juga merasa nyaman di lingkungan yang baru dan merasa lingkungan ini lingkungan yang ramah anak. Oliver saat ini sudah memiliki beberapa teman akrab yang tinggal sekompleks.

Karir
Pekerjaan yang baru ini memberikan saya banyak pelajaran baru dan terutama pengembangan diri. Walaupun sebelumnya saya sudah pernah bekerja dengan program gizi sejenis, sistem pekerjaan baru ini benar-benar berbeda. Saya harus berjalan bersama-sama dengan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, tidak bisa berjalan sendiri. Ini memberikan saya banyak pelajaran baru dalam hal kolaborasi dan advokasi. Awalnya saya merasa akan sulit dikerjakan, karena ragu apakah akan mendapat respon yang baik dari pemerintah. Namun keraguan saya hilang setelah mulai belajar membangun trust dan hubungan kerja sama dengan pemerintah Sulawesi Selatan. Menurut saya, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, cukup progresif, bergerak cepat, dan mau berdiskusi dan berpikir untuk program yang lebih baik. Ini memberikan ruang yang luas untuk saya belajar bekerja bersama pemerintah. Saya sangat bersyukur untuk ini. Dari segi target, saya merasa target saya cukup tercapai dengan baik. Saya merasa cukup bekerja keras. Saya juga bertemu dengan mitra yang sangat suportif dan pekerja keras. Dan banyak lagi faktor lainnya yang membuat saya merasa saya puas dengan aspek karir saya di tahun 2021. 

Di sisi yang lebih abstrak, saya merasa saya berada di posisi dimana saya seharusnya berada. Saya merasa berada di tempat yang "cocok". Saya sudah pernah berada di tempat yang saya memang bertumbuh, tetapi tidak begitu pas dengan saya. Namun kali ini, saya merasa perjalanan panjang karir sejak tahun 2013 telah mengantarkan saya pada posisi saya saat ini, sehingga secapek apapun saya, saya bisa menanggung semuanya tanpa ngeden berlebihan. Semuanya tepat, disini, saat ini.

Makanan
Bagian "apa yang saya makan" merupakan hal yang selalu penting untuk saya. Maklum, orang gizi perhatiannya banyak pada makanan. Banyak hal yang akhirnya membuat saya mengubah pola makan saya dari plant-based vegan ke omnivora. Yup, saya tidak lagi vegan/vegetarian/plant based. Setelah kurang lebih 1 tahun menjalani pola makan vegetarian dan 2 tahunan vegan lumayan strict, saya memutuskan untuk kembali menjadi omnivora. Makan apa saja sambil memperhitungkan aspek keseimbangan gizi. Saya merasa beberapa fungsi tubuh yang menurun saat menjalani pola makan vegetarian dan vegan jangka panjang. Walaupun banyak sekali penelitian yang sudah menunjukkan menjalani diet vegan dan vegetarian mampu menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif bahkan infeksi, dan mampu menurunkan berbagai risiko penyakit, namun belum ada bukti yang cukup kuat menunjukkan long-term veganism dan vegetarian mampu sustain optimal function. Saya tiba pada kesimpulan sementara bahwa "pola makan vegan dan vegetarian cocok diterapkan sebagai terapi dan bentuk puasa atau pantangan makanan berbasis hewani dengan tujuan mencapai berat badan ideal maupun untuk menurunkan risiko sindrom metabolik dan penyakit degeneratif namun mungkin tidak cocok diterapkan dalam jangka waktu yang panjang seperti lebih dari 1 tahun atau bergantung dari jumlah penyimpanan zat-zat gizi penting dalam tubuh seperti kolagen dan retinol yang tidak ditemui pada sumber makanan nabati". 

Sebelumnya saya begitu yakin bahwa vegan-lah pilihan pola makan yang tepat setelah membaca buku-buku, artikel, literature review, sampai mengikuti banyak sekali vegan influencers. Sebagian komunitas vegan sendiri bagi saya sudah serupa cult terbaru di bidang pola makan. Saya bersyukur masih punya kesadaran untuk melihat secara objektif dampak pola makan ini pada tubuh saya sendiri. Tidak menutup kemungkinan bahwa kedepan saya akan kembali menerapkan pola makan vegan/vegetarian/plant-based, namun mungkin bukan untuk diterapkan selamanya.

Kesedihan
Tidak lengkap sepertinya hidup tanpa kesedihan :D. Manusia merasakan sedih dan duka sebagai bagian dari pengalaman rangkaian variasi emosi. Saya pun tidak lepas dari itu (karena memang terlahir sebagai mc. Sengaja pakai mc karena dulu kita menyingkat kata manusia dengan mc. Kalau dipikir-pikir kok bisa ya manusia akronimnya mc, dari mana asalnya?). 

Beberapa kejadian yang bertolak belakang dari senang di tahun 2021 adalah berpulangnya Oma Sin pada tanggal 20 Juni 2021, di usia beliau yang ke 84 tahun. Beliau pergi dalam diam dan tenang sambil beribadah di rumah. Sebuah momen kepergian yang indah dan cocok untuk beliau yang semasa hidupnya tidak pernah berseteru dan selalu berpikir tentang kesejahteraan anak-anak, suami, dan cucu-cucunya.

Kesedihan lainnya adalah saat Gideon terinfeksi Covid-19. Ini terjadi di akhir Januari 2021, dimana kami baru saja tiba di Makassar, sedang beradaptasi, dan tidak kenal siapa-siapa disini, sedangkan terinveksi Covid-19 masih dianggap momok bagi banyak orang, belum sampai di masa: "Oh kamu kena covid? saya juga barusan sembuh", dan belum ada yang namanya vaksin di Indonesia. Hal ini membuat saya stres dan sedih karena belum juga beradaptasi dengan lingkungan baru dan pekerjaan baru, sudah ada musibah. Syukurlah waktu itu Gideon tidak bergejala parah, bisa ditangani di rumah, walaupun sempat sakit kepala berat, badan terasa remuk, dan anosmia berkepanjangan. Walaupun serumah, saya tidak terjangkit dan tetap negatif syukurnya. Oliver juga tidak menunjukkan gejala apapun. Mungkin karena Gideon selalu memakai masker dan mencuci tangan sepanjang hari dan daya tahan tubuh saya saat itu cukup kuat, mungkin karena berada dalam fase alert yang sangat tinggi.

Kesedihan berikut adalah rumah yang kebanjiran di awal Desember 2021. Kami harus mengungsi di hotel selama 3 malam, di tengah pekerjaan akhir tahun dan Gideon yang juga harus mengerjakan sesuatu. Banjir kaget ini dirasakan banyak orang di Kota Makassar dan beberapa kabupaten. Dan semua orang yang pernah mengalami banjir mungkin setuju: hal terberat dari banjir adalah bebersihan dan berbenah pasca banjir. Kami sangat bersyukur sudah dibantu proses ini oleh Bapak Ibu pemilik rumah yang berhati mulia, semoga mereka diberikan rejeki berlimpah. Hal yang lucu dan unik adalah, aroma banjir di Makassar bukan aroma busuk, melainkan aroma ikan. Saat air tergenang anak-anak ramai keluar mencari ikan seperti lele, nila, dan mujair. Sebegitu melimpahnya ikan di Kota Makassar...

Masih ada beberapa highlight kesedihan tapi biarlah saya simpan sendiri wkwk.

Belajar Menjadi Mama dan Istri
Ternyata proses belajar menjadi mama bagi saya adalah proses yang tidak mudah. Setiap orang tentu prosesnya berbeda-beda sehingga tidak bisa disamakan. Bagi saya salah satu proses belajar menjadi mama adalah proses panjang berjuang pagi hingga malam memastikan anak saya makan cukup. Saya tentu memastikan semua hal lainnya cukup: pakaian, buku-buku, waktu bersama, permainan, dll. Namun urusan makan ini membuat banyak energi saya terserap. Oliver ternyata masuk dalam kelompok anak-anak susah makan dengan Gerakan Tutup Mulut berkepanjangan. Bagi mama-mama serupa diluar sana, saya mengerti, yuk nangis dan meraung bersama, wkwk. Hati mama mana yang tidak hancur kalau anaknya tidak makan makanan bergizi tinggi yang sudah disiap dengan memperhitungkan kecukupan gizi dan harganya tidak murah itu? Usaha yang kami lakukan sudah cukup banyak, jadi tolong jangan katakan: sudah ke dokter? diberi vitamin saja! sudah coba produk ini? diganti tekstur saja! dikasih makan saat menyenangkan! jangan dipaksa! Karena hampir pasti jawabannya iya, sudah! Dari semua kunjungan ke dokter anak, saya bisa simpulkan bahwa inti dari saran-saran mereka (yaa tentu lebih dari satu dokter spesialis anak yang dikunjungi) adalah: Harus telaten, jangan menyerah, jangan dipaksa. Bhaik. Saya terus belajar untuk tidak marah atau sedih kalau anak saya menolak makan. Saya belajar bersabar dan mencoba kembali. Saya belajar masak bolak-balik dan tidak sakit hati kalau anak tutup mulut atau begitu masuk makanan langsung dilepeh. Sungguh suatu proses belajar menjadi mama yang keras dan kejam.

Kalau proses belajar menjadi istri juga cukup challenging juga. Saya tidak mau bicara banyak, silahkan mama-mama lain mengonfirmasi. Saya harus belajar menerima bahwa suami itu banyak incompetent-nya  ckck. Saya mengerti mengapa sebagian perempuan memilih perempuan lain sebagai teman hidupnya, dan saya berpikir tidak sepenuhnya salah kalau perempuan selalu "merasa" benar ;). Memang sepertinya prosesor otak kami sedikit lebih canggih wkwk.

Kekurangan Saya
Saya merasa saya masih kurang sekali untuk konsisten dalam yoga atau olahraga lainnya. Tentu saya bisa bilang alasannya karena sudah capek bekerja, menjadi mama, dan menjadi istri. Alasan yang baik, tapi sepertinya saya memang kurang disiplin dan willpower saja. Saya juga mengaku belum mampu mengontrol pikiran dan emosi dengan benar. Konon yang katanya "kemarahan mama baru" masih merasuki sanubari saya :D. Saya berharap fase ini segera luruh karena percuma beli produk skin care mahal kalau internal-induced aging nya yang damaging :p.

Preferensi Materi
Semakin kesini, saya semakin merasa tahu apa-apa yang saya mau, seperti gaya busana (wk kapan terakhir pakai kata busana?), parfum yang cocok, dll. Menarik sekali bisa mengeksplorasi hal-hal surga duniawi (karena surga akhirati hanya bisa dibuktikan kalau kita mati) yang saya sukai pada saat ini.


Begini dulu refleksi saya untuk tahun 2021. Saya bersyukur bisa melalui tahun 2021 dengan selamat dan dengan banyak pembelajaran dan pengembangan. Semoga di tahun 2022 ini saya tetap punya semangat untuk menjadi manusia yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih saya lagi dari sebelum-sebelumnya.

Selamat tahun baru 2022 semua :)

All Flowers :p