Rabu, 28 Desember 2016

Gulai Cumi ala Kak Shima

Resep gulai cumi ala Kak Shima:
*Porsi tergantung jumlah cumi dan jumlah bumbu
*Takaran bebas, ilmu kira-kira

Bahan:
Cumi
Santan kelapa (3/4 sampai 1 kaleng santan kira-kira)
Cabai (boleh cabe besar atau rawit)
Bawang merah
Kemiri (boleh ada boleh tidak) *saya pakai, di sangrai sedikit
Kunyit segar
Tomat, dipotong 4-6 bagian
Serai
Daun jeruk
Terasi sedikit saja *saya pakai terasi, sedikit disangrai juga

Caranya:
# Haluskan bawang merah, cabai merah, kunyit hidup, kemiri dan terasi (pakai blender, atau manual, sampai halus betul)
# Tumis bumbu halus dengan sedikit minyak. Masukkan serai dan daun jeruk biar wangi. Tumis sampai masak dan sedikit berminyak
# Masukkan 2 atau 3 gelas santai cair (santan plus air). Kalau sudah mendidih, masukkan cumi dan diikuti santan yg kental.
# Tambahkan garam dan boleh tambah sedikit gula kalau mau
# Masukkan tomat juga yg sudah di potong. 
# Masak sebentar hingga mendidih lagi atau sampai cuminya masak
Siap di hidangkan <3

*Resep saya copy-paste dari pesan messenger kak Shima, sedikit diedit :D
*Kak Shima itu jagoan masak se-Manhattan-Kansas, sekarang sudah kembali ke Medan
*Lumayan berhasil. Kalau cumi lebih segar pasti hasil jadi lebih sedaaap
*Dimakan dengan nasi panas...Amboiii






Tart Susu Kampung Maleset

Resep Tart Susu Ibu Frans (mama :p)*
*bisa jadi 12 potong

Bahan:
1 gelas gula pasir
1 gelas susu bubuk
2 butir telur ayam
3 sdm mentega dicairkan (saya pakai butter)
2 gelas terigu
4 gelas air (karena disini yang ada susu sapi siap minum, saya ganti susu bubuk dengan 4 gelas susu sapi, jadi tanpa air)

Cara membuat :
1. Kocok gula, mentega, telur, susu sekaligus
2. Setelah tercampur rata, masukkan terigu bergantian dgn air sampai habis (mixer pelan) --> saya kocok manual :D
3. Siapkan pan, oles dgn mentega
4. Masukkan campuran ke pan, oven kurang lebih 1 jam, setelah matang diangkat.

**Ini resep saya copy-paste dari pesan whatsapp mama. Hahaha
Lumayan berhasil :)

Tart susu perdana

Selasa, 27 Desember 2016

Teh Kesukaan

Saya sedang cinta-cintanya dengan minum teh.
Entah kesambet apa, tiba-tiba saya jadi menikmati sekali minum minuman paling populer kedua di dunia ini. Kedua terpopuler karena yang pertama masih diduduki air putih. hehehe
Yang jelas, minum teh bagi saya jadi semacam ritual menyenangkan.
Saya tidak mengarah ke penjelasan sejarah teh disini. Walaupun menarik sebenarnya, tapi saya pikir wikipedia lebih jago dalam hal itu :p.

Di amazon.com kayaknya :p


Pada semester Fall 2016 yang baru saja lewat saya mengambil mata kuliah wajib Functional Food. Teh digolongkan dalam Functional Food. Artinya minuman ini memiliki fungsi kesehatan lebih selain dari pada fungsinya sebagai pelepas dahaga (*pelepas dahagaaaa). Hasil penelitian, walaupun tidak konsisten, menunjukkan adanya hubungan minum teh (terutama teh hijau) dan penurunan resiko penyakit jantung, kanker, juga menurunkan berat badan karena teh kaya akan senyawa poliphenol. Walauuu, sebenarnya tidak bisa kita harapkan kesehatan terjadi hanya dari minum teh saja. Intinya, teh "mungkin" punya beberapa manfaat kesehatan.

Membuat teh itu sebenarnya ada seninya. Dari mendidihkan air, mendiamkan/memfilter/menyeduh, lalu mencampuri pemanis. Kalau proses ini dinikmati tentu menyenangkan. Mencium bau teh itu semacam terapi (orang yang senang menyebut kata "terapi" itu kemungkinan punya banyak pikiran :p). Bau teh itu menenangkan. Ada beragam jenis teh di pasaran. Masing-masing punya ciri dan kenikmtan yang berbeda. Saya ingin berbagi beberapa jenis teh yang saya senangi akhir-akhir ini.

# Tong Tji Teh Melati

Teh Melati nya Tong Tji (tongtji.com)

Ini perpaduan teh hijau dan melati yang lembut dan harum. Karena teh-nya teh hijau, rasanya lebih lembut dan tidak ada after taste masam atau pahit. Saya coba bikin pakai coffee maker dengan cara taburkan tehnya ke dalam filter. Alasannya selain keren (:p) supaya aroma dan sari-sari teh nya lebih keluar. Satu sachet bisa jadi 3 cup teh dengan menggunakan coffee maker.

Ilustrasi coffee maker yang ternyata efektif sebagai pembuat teh
(goodhousekeeping.com)

# Teh Sariwangi
Saya tumbuh besar dengan sari-sarinya teh Sariwangi :p. Tidak perlu dijelaskan panjang lebar lagi, teh ini begitu terkenal hingga ke pelosok nusantara. Minum teh ini bikin anak rantau seperti saya ingat rumah. Teh Sariwangi ini terbuat dari teh hitam. Karena sudah melalui proses fermentasi, rasanya sedikit pekat dan sedikit sensasi masam-pahit. Saya juga meraciknya dengan coffee maker.

Teh Sariwangi (mari-bicara.com)

# Teh Yamamotoyama
Buset nama apa itu? :p. Teh asal Tokyo ini di klain sudah dibuat sejak tahun 1690. Ckck. Saya awalnya hanya ingin coba-coba teh ini waktu ketemu di asian market. Selanjutnya? Ketagihan.
Saya baru coba dua jenis saja, Teh oolong dan teh melati nya. Teh melatinya menurut saya agak sedikit tajam dan rasa melatinya melampaui rasa tehnya. Sedangkan teh oolong-nya favorit saya. Teh oolong adalah teh yang setengah difermentasi sehingga rasanya tidak sepekat black tea. Lembut tapi kesat dan tidak asam. Lezat :)


yamamotoyama.com
# Teh Tong Tji Super Loose Leaf
Masih merk Tong Tji, yang satu ini bukan jenis teh celup melainkan daun teh kering yang tidak dihaluskan (loose leaf) dengan campuran melati. Jadi rasanya tentu saja bisa dibayangkan: lebih kaya dan lebih pure. Aroma yang keluar juga lebih kuat. Kalau saya hirup biasanya orang timur bilang mata putih sampai terbalik (macam mana pula itu :D). Menurut saya si penikmat teh amatir, teh ini juara.  Sengaja ingin menjaga kekuatan rasanya, saya seduh teh ini dengan menggunakan tea filter.

Teh Tong Tji Super Loose Tea kemasan lama, amazon.com

Ilustrasi Tea Filter, amazon.com

# Thai Tea
Seperti namanya, Thai tea berasal dari Thailand. Thai tea sebenarnya saya golongkan sebagai minuman ringan. Menikmati Thai tea bagi saya tidak seperti menikmati teh-teh lainnya diatas. Dia lebih menjurus ke minuman "dessert". Ciri khas Thai Tea adalah warnanya yang orange pekat. Awalnya saya pikir "jenis teh apa ini yang warnanya oranye? Ternyata teh nya ditambahkan bahan pewarna. Begitulah. Pembuatannya biasa dicampurkan dengan gula dan krimer atau susu. Karena rasanya yang nikmat, teh Thailand ini cukup terkenal dan sering ditemukan di asian market maupun restoran asia.

Thai Tea "Pantai" ebay.com

Ilustrasi Thai Tea 11street.com


Sekian dulu, selamat nge-teh :)

Minggu, 25 Desember 2016

Its the end of 2016 already. Finally!
Whats that in "finally"? 
I don't know.
It was just an expression.
But whether it was me being happy for almost finishing an awful year of my life,
Or it was just a mere celebration of being alive.
No idea.

I am having a hard time defining myself. Again.
When I was a teen, I thought that mid twenties people are so mature and stable. 
It might be well applied for other people. Although I am not very sure.
My mid twenties is not so cool really.
I don't know what I am doing,
I hate myself,
I have such a tiny willpower that sometimes I feel like I am ready to die in any second, 
'cos what is the difference anyway?

I used to think that I had found my passion.
Now I am continuously checking on my inner excitement about the area.
Because I am somewhat designed to be a doubter.
Its my job to question stuff.
Until the deadline come and forcefully drag me from a total Absurd to become a lame believer.

I guess evolution has been adding too much complexity on human race.
I found my self being less care nowadays.
Or maybe its just me being tired of pretend that I cared.
No I am no angel or deity-like figure. I am getting over those imagination.
Guess I am pretty much a piece of ever questioning material still floating in this enormous universe.

Right now I feel like a homeless person.
I once felt sorry about a homeless couple in a New York subway.
Well, better feel sorry about myself now because my homelessness is not the absence of building but the presence of self-redefining.
What makes me better is imagining myself as a philosopher.
Since I doubt and question nearly all time, I am happy whenever I found any men with the same features.

Just like other beings, I am growing old.
I realize that every second brings me closer to the mortality.
Oh my, I should make my life pleasurable then!
Because I do not want to spend my life questioning the true meaning.
I am not even sure that such thing is exist.
I am going to make my life a home for myself by living the ideas of my own, my choice.
Trying my best embracing the absurdity.

Rabu, 30 November 2016

Menua

Bicaramu menghalus, suaraku membulat
Jalanmu memelan, langkahku mendewasa
Obat-obatmu bertambah, krim wajahku bervariasi
Kulitmu mengendor, ubanku bermunculan
Sakitmu menyerang, tidurku tertunda
Tekanan darahmu naik, garamku kujaga
Batukmu memanjang, bersin-bersinku stabil
Pendengaranmu melemah, mataku lelah
Kita sejaring, menua bersama
Sakit kita, merata terbagi
Bahagia kita, mungkinkah itu?


Manhattan-KS,
30 November 2016


"Rindu"

Senin, 31 Oktober 2016

Almost 4am and can't sleep
Maybe coffee or the deep conversation before
Plus these repetitive questions
Like what really matters
And what one really wants in life
Looking at the mirror
Guess I just wanna get going


Papers on the day musics on the night
Business as usual when its bright
Ecstatic when nobody's up
Wondering around about love and happiness
And their extent of independence
Well things could be unsolvable sometimes
Guess I just wanna dance with my loved one

10/31/16
Halloween's early morning in Manhattan, Kansas.

Senin, 17 Oktober 2016

Konza Prairie (Padang Rumput Konza)

Tiba-tiba saja saya terserang perasaan bersalah. Heran juga dengan perasaan ini karena kenyataannya saya toh tidak banyak menonton Netflix akhir-akhir ini :p.

Rupa-rupanya serangan tersebut lantaran saya jarang sekali menulis tentang perjalanan saya disini:  selama saya tinggal di Kansas, belajar di Kansas State University, jalan-jalan ke tempat-tempat menarik, dan pembelajaran apapun yang saya alami di US. Sebelum saya pulang kembali ke Indonesia (yang saya harapi, imani, yakini, fokusi, mantapi untuk tidak lebih dari sembilan bulan kedepan) dan gigit jari akibat merindu tempat-tempat disini, alangkah baiknya saya mulai menulis. Dimulai dari sekarang. 
The time is now now Now Now NOW :p

Lalu saya pun berpikir keras sekeras kemauan saya untuk segera lulus: kita mulai menulis dari mana ini cin? Menelusur kembali kumpulan foto di hard disc 1 tera byte saya yang saya beli dengan harga Rp.1.150.000 pada 11 Juni 2014 kelam (informasi absurd apa-apaan ini?), saya menemui folder petualangan 4 orang ninja Asia Tenggara di Padang Rumput Konza (Konza Prairie).

Tepatnya di tanggal 25 Oktober 2015, Pak Ruli dan kak Shima mengajak mbak Tia dan saya untuk jalan-jalan sambil berolah raga di padang yang luas ini. Waktu itu sudah masuk musim gugur dengan kisaran udara 15 celcius (cieee sudah setahun berlalu masih ingat suhu udara :p). Kami sudah diingatkan untuk menggunakan sepatu olahraga yang nyaman. Memang betul, jalurnya cukup menanjak dan berkelok sehingga dibutuhkan stamina yang baik dan tentu pakaian yang mendukung sesuai dengan musim.

Saya cukup terperangah saat tiba di Konza Prairie. Padang rumput yang merupakan bagian dari area Flint Hills ini adalah rumah bagi vegetasi alami native tallgrass prairie, rerumputan yang bergoyang tinggi.
Karena waktu itu sudah musim gugur, semuanya berubah coklat. Saya lantas langsung teringat akan padang-padang di Sumba Timur yang pernah saya nikmati, juga disaat mereka sedang cokelat-cokelatnya.

Karena waktu itu sedang weekend, banyak juga pengunjung yang datang. Berbeda dengan kami, mereka datang untuk banyak berolahraga bukannya berfoto-foto :D. Jalurnya cukup panjang dan sedikit menantang di beberapa tanjakan. Tergantung kekuatan kaki dan hati kita seberapa panjang hendak meniti jajaran limestone. Rombongan kami mungkin berjalan kurang lebih 5 km (semoga tidak berlebihan). Lumayan sekali untuk berolahraga sambil menikmati padang rumput khas Kansas. Berikut foto-foto kami:



Kak Shima dengan Pakaian yang Cocok untuk Trekking 


Walau Ngos-Ngosan, Tetap Pasang Senyum Tegar
(Paling kiri: Saya, kak Shima, mbak Tia)
Foto diambil oleh pak Ruli Wibowo


Terlihat Pengunjung Lainnya di Jalur Trekking


Mbak Tia dan Tallgrass


Mbak Tia dan Saya Menatap Entah Apa
Difoto oleh Kak Shima Wibowo


Pak Ruli dan Kak Shima :)

Rabu, 12 Oktober 2016

The Area of Vulnerability

The area of vulnerability
Is ignored most of the time
Ashamed will we be
To ever expose such thing
Frightened will we become
To even simply deal with it
But when the time comes,
It comes as a darkest nightmare;
Keeps our tears away from hiding.



Manhattan-KS,
Early Fall; Oct 12, 2016

Jumat, 23 September 2016

Love Inside the Subway

New York Subway.
This is the magic transportation in New York City that will bring you everywhere within the five boroughs of NYC, 24 hours a day, 7 days a week as long as you have the magic Metro Card with enough credit in it. This subway is so old and popular, maybe because the old ones usually are well known, or it might be the complexity and the availability that make it so popular. Another hypothesis is perhaps because the location is in New York. Everybody knows New York.

And maybe because it is in New York, there are always tons of stories (I was going to say drama though) around everywhere. Including the subway. The couples who are kissing each other goodbye in the subway station's stair. The young girl who squeezes while kisses her boyfriend in one of the station's pillars: because love is in the air, even in the stuffy subway station's air. A tourist who hands the big subway route map. The subway musician: some of them are good. The drunken beggar. For me, everything is so entertaining. Looking at the New Yorkers, immigrants, tourists, and whoever they are - how they dress for example - is very amusing.

It was a Saturday night in a summer month when I was getting inside the subway in a rush. I was not busy, but rushing. Just because I had learned that it is the unwritten yet readable law in NY that you should rush. It was around 10pm when the busy hour had passed. So the train was not full; in fact, there were many empty seats.

I settled down and made myself comfortable inside one of the cars. Some people, not too many, were there in the same car with me. I used to peek around a little bit (in everywhere I am in instant). Which I think it is normal, people do that everywhere every time. In my case, I do that because of my old habit to observe people; not in the sense of judging, just purely for the sake of vision entertainment. I swept a look for that full air conditioned room. The most interesting thing was actually right in front of my seat.

There were two people (about their late 20's or early 30's) in a not-so-common "sitting" position. A man and a woman. The man was sitting straight up with his head thrown back avoiding the curious eyes from people around (I thought I was the only one). And the woman, she was peacefully curled up sleeping on his lap. It might seemed like quite normal. But it was their look. The man, he had a Hollywood face. I mean, he looked like an actor or a model: white, handsome, tall, perfect face line. But in the very humble outfit. His left hand was tenderly holding the sleeping lady, keeping her in that comfort position. That hand, it wasn't seemed to be washed regularly based on it's long and black nail tip.

I looked at the woman. I wanted to make sure that she really fell asleep. Apparently, she did. It could be a long day for her. Similar to the man's hand, this woman's hair was not looked to be washed regularly. I might had seen and observed too much. But I believed that these looks were also the reason why others were peeking on them.

I did not stop there. Of course, my curious mind won't stop. My eyes caught a backpack laid under the seat, more precisely under the woman's feet. And then I found something that turned me mellow for the rest of the night and many times after when I remember that scene. I saw a sheet of brown cardboard emerged from that backpack, too big to be hidden inside. There was some handwriting note with black marker on it. My heart skipped it's beat. That cardboard was obviously the typical one you see the homeless people hold on the road, asking for some mercy tips.

I bowed my head down as my heart cried. I just could not imagine how hard their life was. I didn't have an idea how long she had been sleeping there. Or had they had eaten something that night. Soon enough, a couple of stations, the man gently woke the woman up. Maybe he was not very comfortable with the look that he got. The woman (still sleepy with her eyes red) put her shoes up and right after the train stopped, they left.

They left me there mused.
Wondering how their life; how their love; and how their love life was going.
I wanted to say happy Saturday night to them. May the richness of love and happiness was and always be in their heart.


Picture source: nypost.com


Manhattan-KS, 092316

Sabtu, 17 September 2016

Beauties

There are so many beauty things around me that I just couldn't resist to share, simply because I can't keep this level of magnificence for myself. Here are some of them, the lovely creatures which sometimes it needs the careful eyes (or a good lens) to capture their magic. Oh well, an honest confession: they are actually very much more alluring in the real world <3.



Butterfly on Shasta Daisy


Welcoming Fall 2016


Sweet Tooth


La Vie En Rose


Wee Purple Pride


Sweet Tooth 2

The Loving Bugs




Selasa, 06 September 2016

The Happiest One Around

The world knew you as the happiest man alive.
People noticed you for your unbeatable powerful energy.
Friends stuck around because of your jokes; you laugh hard, the loudest one.
You did the silliest things to make life less serious.
You made people happy, just by looking at you.

Did you have any idea about life and death?
Where is your soul when people cry over your body?
Are you there watching the world from the other dimension?
Have you transformed into other forms?

Because if you were the sun; you are the one that makes the sky blue and the birds sing cheerfully.
If you were the wind; you are kind of wind that blows everyone's hair up.
If you were the wave; you are the wave that holds people's feet closer to the ocean.
If you were the flower; you are the flower with the brightest color.
And yes you are. You are those kind of things.

We will see you, AS, we will see you as the happiest one around...


Manhattan, Kansas; in memory of a friend.
Sept 6, 2016

Senin, 05 September 2016

Rosy Soul

If you see an exceptionally delicate and beautiful rose, you don't pick it.
You leave the rose to bloom, age, meet bees and bugs.
Of course there's always a possibility that the storm tonight will weep it off;
Or the heat stroke tomorrow afternoon will suck out it's moisture; and you'll lose it.
But you must let it. You suppose to let it taste the life. That way, the rose will feel the rain and the sun with it's own petals.
You leave it free, that way you can admire it your whole time.

An exceptionally delicate and beautiful rose which happened to meet me one day at K-State garden


If you meet an extraordinarily beautiful soul, you don't keep it for your own ego.
You leave the soul to live, mature, and shine.
Of course there's always a possibility that you'll be lonely; and the chance you'll never be able to meet such an incredible thing again.
Part of life, you know :)
You must let it. You suppose to let it choose it's own journey and belief. That way, the soul would keep beautifully shining, radiate this world in the best way it could.
You leave it free, that way you can admire it your entire life.


Manhattan, KS - Sept 4, 2016

Kamis, 25 Agustus 2016

Elevated

Floating
On the ocean of dreams
Under the sky of possibilities

Flying
Upon the air of fairy tales
Amongst countless of genies

Singing
Out the songs of hope
Surrounded by the lyrics of healing

Elevating
Up high to the atmosphere of luck
Above the deepness of mystery


"Sky isn't Necessary the Limit" (A view of Manhattan, New York City on July 2016)

Manhattan, Kansas,
One fine evening on 08/24/16

Rabu, 17 Agustus 2016

71 Tahun Indonesia

Dalam satu tahun saja, ada beribu-ribu anak Indonesia yang dikirim keluar negeri untuk menempuh pendidikan. Ada yang mengikuti pendidikan non-degree, pertukaran pelajar, ada yang menempuh pendidikan setara S1, master, doktoral, postdoktoral, dan lain sebagainya. Negara yang dituju sangatlah beragam, bahkan bisa dikatakan, diseluruh belahan benua, didetik ini, ada pelajar-pelajar Indonesia yang sedang berjuang di arena pendidikan. Jangan ditanya fokus pendidikan yang sedang digeluti. Ratusan. Teknik, pendidikan, seni, pertanian, ekonomi, kesehatan, politik, komunikasi, apa yang tidak ada?

Saya salah satu dari pelajar Indonesia yang berkesempatan mengecap perkuliahan di luar negeri. Saat ini saya sedang memasuki tahun kedua dari pendidikan Master of Public Health Nutrition di Kansas State University, Amerika Serikat. Sebagaimana teman-teman lainnya, saya sedang belajar dan berusaha. Berharap otak ini mampu menyerap pembelajaran dengan baik, dan berharap bisa lulus tepat waktu, tanpa konflik. :D

Dari tanah rantau, tulisan ini dibuat sebelum upacara peringatan kemerdekaan negara republik Indonesia yang ke-71 tahun. Sebelum merah-putih bendera dikibarkan dan kerupuk diikat dengan tali rafia, atau hadiah-hadiah digantung dipucuk tiang yang dilumuri minyak. Ah... Pengalaman 17 Agustus adalah pengalaman upacara bendera di lapangan Puspenmas SoE, NTT. Juga pengalaman menonton papa dan mama yang sibuk menyiapkan bendera dan umbul-umbul untuk dipasang dihalaman rumah. Atau mementaskan drama seputar kemerdekaan di SD GMIT SoE I.

Jika dahulu, perayaan 17 Agustus adalah pesta besar, hari libur, pakaian tradisional, bendera kertas yang dikibar-kibarkan, perlombaan, drama sekolah, dan kemeriahan-kemeriahan lainnya; 17 Agustus saya kali ini akan saya isi dengan refleksi (layaknya seorang manusia dewasa :D). Bukan karena sok dewasa, hanya saja disini tidak ada kemeriahan seperti itu karena saya tinggal jauh dari kemeriahan kota besar. Populasi orang Indonesia disini sedikit sekali nyaris langka.

Perenungan saya mungkin akan saya mulai dengan aplikasi-aplikasi beasiswa yang saya kirim ke berbagai lembaga pengatur beasiswa. Jika sudah beberapa kali mengisi formulir beasiswa, maka kita bisa melihat pola kesamaannya, walaupun dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berbeda. Entah bentuknya esai atau pertanyaan terbuka, inti dari aplikasi tersebut adalah menanyakan siapa kita, apa yang ingin kita pelajari, mengapa ingin bersekolah di luar negeri dan mengambil bidang tertentu, dan,  yang paling menohok tentu saja: apa kontribusi kita ke negara/daerah asal setelah menempuh pendidikan.

Oke. Untuk pertanyaan alasan kita ingin melanjutkan pendidikan, kita bisa saja mengambil salah satu dari masalah nyata yang ada di masyarakat. Sebut saja kurangnya peneliti atau ilmuwan di bidang X. Bahwa Indonesia membutuhkan A, B, C, D.....Z. Akan tetapi, menempatkan diri kita untuk menjawab kebutuhan negara atau daerah kita apakah semudah itu? Kira-kira kontribusi nyata apa yang bisa kita sumbangkan setelah jauh-jauh merantau bertahun-tahun ke negeri orang-berjuang jatuh bangun melafalkan kata-kata asing-dengan pembiayaan yang tidak murah itu? Apakah kita bisa berperan serta dan berpengaruh positif mewujudkan masyarakat madani (bahkan untuk memastikan apa itu masyarakat madani saya perlu membuka google dan membaca wikipedia :D)?

Pertanyaan sulit bukan?
Siapa suruh menjadi penerima beasiswa belajar ke luar negeri? :p

Bayangkan ada ribuan anak-anak Indonesia yang saat ini belajar di negara-negara yang lebih "maju". Mungkin juga lebih "beradab". Kalau setiap tahun ada ribuan anak indonesia yang meraih gelar atau prestasi baru di luar kemudian pulang kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia, apa kontribusi mereka (saya) bagi Negara/daerah? Apakah kita bisa menjadi agen peradaban? Apakah kita bisa bersama-sama menggandeng tangan-tangan yang "tertinggal" untuk berjuang menyetarakan "peradaban"? Apa kita bisa ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa?

(Menuliskan ini sebenarnya penuh kontradiksi karena arti peradaban sendiri terkadang samar dengan pengertian kapital. Semuanya diukur dengan uang. Tapi itu bisa menjadi refleksi yang lain.)

Menyederhanakan pertanyaan-pertanyaan njelimet (rumit) diatas, dan terlepas siapa kita saat ini, pelajar didalam/diluar negeri, pegawai negeri/swasta, peran apapun di masyarakat;
Apa kontribusi positif yang akan atau sedang kita sumbangkan bagi Indonesia?

Saya pribadi belum banyak. Saya masih berusaha supaya tidak gagal di setiap matakuliah dan tidak terlambat masuk kelas.

TAPI, ada satu hal yang saya pelajari akhir-akhir ini. Ini pelajaran yang sulit bagi saya pada mulanya. Tidak membutuhkan rupiah atau dolar. Cukup merubah cara pandang saja. Saya belajar untuk menjadi manusia optimis dan berpikiran positif. Tidak mudah, karena saya dibesarkan di lingkungan yang pesimis dan banyak dipenuhi negativitas. Saya tidak tahu dibagian Indonesia mana anda berasal, tapi sikap ini cukup sering saya temui di banyak tempat.

Kapan terakhir kali kita berpikir optimis dan positif tentang Indonesia? Atau yang selalu dipikiran kita adalah mencaci maki pemerintah yang tidak becus. Tidak ada yang keliru sebenarnya. Kritik dan makian bisa membangun jika disampaikan dan "dikerjakan" dengan bijak. Hanya terkadang kita lupa bahwa kita punya potensi yang besar hingga sibuk menjatuhkan sesama warga dengan latar belakang agama, suku, ataupun pendapat yang berbeda. Diskusi dan debat sering terjadi jauh dari tujuan membangun, malah berujung melecehkan satu sama lain. Saya pikir ini bukanlah jalan yang efektif menuju fenomena yang kita sebut sebagai masyarakat madani.

Indonesia punya harapan? Tentu saja! Kita bangsa yang besar, kita bangsa yang kaya (bahkan ada orang asing yang pernah mendekati saya untuk menanyakan kemungkinan meneliti air liur komodo! Mau cari makhluk purba mana di dunia ini kalau bukan di Pulau Komodo, Indonesia?).

Saudara, kalau ada satu atau dua hal baik yang bisa kita lakukan untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik, penuh harapan, untuk mengisi "gap" yang nyata di masyarakat, apa yang kita bisa buat?

Saya mau membaca buku (dan artikel ilmiah), saya mau menanam pohon, saya mau mengajar tentang gizi di tempat-tempat yang membutuhkan, dan saya mau melanjutkan kebiasaan baru saya untuk berpikir positif serta memupuk optimisme.

Selamat merayakan kemerdekaan ke 71 tahun, bangsa yang besar, bangsa Indonesia!

Oh ya, jangan lupa untuk membuang sampah pada tempatnya, jika tidak ada tempat, simpan dulu sampahnya sampai ketemu tempat sampah. Penting loh!


Sumber Gambar: www(dot)sejarah-negara(dot)com
Manhattan, Kansas
16 Agustus 2016 Sore

Jumat, 22 Juli 2016

Kota

Adalah seorang perempuan yang lahir dan besar di sebuah kecamatan kecil di pulau Timor.
Kecamatan itu bernama Kecamatan Kota SoE.
Maka ia tumbuh besar dengan anggapan bahwa tempatnya adalah sebuah "kota".

Ketika ia ber-SMA dan berkuliah di Jawa, ia melihat sesuatu yang lebih besar, ramai, padat, dan cepat. 
Walau susah, ia beradaptasi.
Sambil beradaptasi, ia menyadari bahwa tempat lahirnya bukanlah kota, meskipun kecamatannya diberi nama "Kota Soe".

Lalu ia pun melanjutkan sekolah ke negara yang besar bernama Amerika.
Dia melihat negara yang menempatkan diri di jajaran dunia kelas satu itu.
Disitu semuanya lebih cepat, lebih otomatis, lebih hi-tech, lebih kompleks.

Malam ini ia tak kunjung tidur hingga fajar datang.
Besok ia akan bertualang sendiri ke pusat-pusat Amerika yang sering dibicarakan khalayak.
Ia gugup, sebagaimana seorang perempuan dari kecamatan kecil hendak mengalami kota.
Ibu dari kota-kota di dunia.

Manhattan, KS
Dini hari 220716

Sabtu, 16 Juli 2016

A Spiritual Journey

Life is a journey.
You must've heard this quote so many times. Along with the other so-called wisdom words, it turns out to be not more than the colorful sprinkles on top of the white cream on top of a cupcake. Superficial.

Now let me write my version of life (as a journey).
I'm in the middle of some things.
In the middle of my twenties (I'm 25 actually);
In the middle of my two-year-master-study (I have lots of due dates :D);
Taking place in the very middle of the United States (US divided by two is Kansas);
In the middle of a summer break (Netflixing and sweating most of the time);
In the middle of a journey.....
A spiritual journey.

I believe that every entity has one's own spiritual journey.
We experience, we ask, we seek, we fall, we fail, we doubt, we try, we convince, we find, we connect, we learn.

A twenty-five-year-old of me might not be wiser than its 5 years younger version. But it might be more spiritual.
Why?
Because she has been always questioning many aspects of life; beliefs; faith; heaven and hell; sin; love; sexuality; and god. In her journey, she met believers in many forms. She met the believers of certain beliefs. She met those who honor mother nature. She met the free thinkers. She met agnostics. She met scientists. She met parts of herself that had been patiently waiting to be found. She learned from who/whatever shared the same road with her. The most unenjoyable ones taught her the biggest lessons. While the pleasant ones taught her to be kind. She found peace that comes from her heart. The peace that is not a product of compelling other entities.

-----I'm tired of writing about myself by acting like an independent observer :p.
Gonna use I instead of she :D.-----

Like I said before, my life is like that famous quote. It is a journey.
But I would like to say that my life is more like a spiritual journey. Everything is connected here; even the most random piece of sh*t.
When I look back to the younger me, I smile. I see how I had transformed into many unique shapes in different phases of this journey. And because I'm still doing the breathing procedures, perhaps in some moments ahead I will be facing something new. Who knows?

But as a physically 25 years old woman with an older soul (:D), I do appreciate these body and soul for all that we've experienced.
The good and the crap. For saying yes and saying no. For holding the tears and releasing them free. For being awkward (a looot) and being just right. For acting stupid and looking smart. For playing various roles in many of life's multiple dramas. Yes, in other words, for literally everything.
Gee, how amazingly strong and brave we are! We could've quit, but we didn't. We just keep being awesome :D

I hope every entity enjoys one's own journey. If we "accidently" meet on the road, lets share some affection. May we find peace and happiness in our heart.

Manhattan-KS,
July 16, 2016



A Journey of a Cucumber Beetle

Sabtu, 25 Juni 2016

Pindah Apartemen

Otot-otot lengan saya dalam beberapa hari ini terasa mengencang. Bagaimana tidak, saya baru saja pindah tempat tinggal. Memboyong seluruh barang saya ke tempat tinggal baru adalah suatu kepastian.

Rumah lama saya adalah jenis apartemen dengan uang sewa yang murah. Letaknya bersisian dengan kampus, walau tetap perlu berjalan kaki selama 20 menit untuk tiba di kelas atau perpustakaan. Meski murah dan relatif dekat dengan kampus, bangunan apartemen saya sudah tua sekali. Lantainya sering berderit jerit saat dipijak. Saya yang tinggal di lantai dua sering menelan komplain dari tetangga di lantai satu karena mengganggu tidur mereka. Maklum, saya termasuk kategori mamalia nokturnal yang sering tidur diatas pukul 2 malam. Lalu, dikala orang lain tidur lelap, saya mau tak mau kelayapan keliling rumah demi minum air, membongkar persediaan jajan, atau buang air, dan aktivitas manusia hidup pada umumnya. Meski berusaha tidak melolong saat pukul 12 di malam purnama (lu pikir manusia serigala?), toh kegiatan-kegiatan kecil itu bisa saja mengganggu kesejahteraan orang lain karena lantai yang berteriak dan tembok yang bertelinga :p.

Tapi sungguh, apartemen disini entah dibangun dengan bahan apa, tembok pembatas antar ruangan itu terlampau tipis (saya sebut itu tripleks), demikian pula lapisan pembatas antar lantai. Suatu kali tetangga lantai bawah membuat lelucon dan saya ingin ikut tertawa hendak mengempatikan keseruan mereka. Sayangnya mereka bercanda dalam bahasa mandarin.

Saya pun pindah ke apartemen baru. Alasannya selain ingin pindah ke bangunan dengan konstruksi yang lebih nyaman (tentu lebih mahal), juga karena ingin mencari suasana baru. Rumah baru ini masih dalam manajemen Jardine Apartment, apartemen dalam kampus yang sama dengan yang lama. Saya hanya pindah dari gedung N ke gedung P. Dari tipe traditional (tipe termurah) ke tipe renovated (setingkat lebih oke). Sisi baiknya tentu ciri fisiknya yang lebih kokoh. Sisi kurang baiknya (yang bisa saja jadi baik, tergantung cara melihat) adalah jarak tempuh ke kelas semakin jauh. Perlu jalan kaki selama 25-30 menit untuk bisa tiba di perpustakaan atau kelas. Semoga otot-otot saya semakin terlatih menghadapi kenyataan ini.

Saat tiba waktu pindahan, saya memesan jasa angkut barang yang dikelola secara profesional oleh organisasi bernama College Moving Labor. Pekerjanya adalah anak-anak kuliahan yang berperan sebagai tenaga angkut barang bagi mereka yang hendak berpindah tempat tinggal. Jardine adalah jenis apartemen non-furnished, artinya apartemen kosong tanpa perabot, kecuali kompor+oven, kulkas, AC, dan laci-laci dapur yang memang disediakan disetiap unit. Barang-barang seperti tempat tidur, meja, kursi, lemari, dan lainnya harus disediakan sendiri oleh penyewa. Kontan saya membutuhkan jasa angkut barang tersebut karena mengangkut kasur sendiri dan barang-barang berat lainnya saya tak berdaya. Catatan penting, saya selalu kagum melihat kekuatan fisik orang-orang di US. Perempuan dan laki-laki sama saja, tenaga mereka luar biasa. Mungkin ini bukti investasi konsumsi protein dan kalsium tinggi sejak kecil.

Saya bukanlah tipe yang suka menimbun barang. Namun tidak ternyana, setelah satu tahun hidup di sini, barang-barang saya seperti bermultiplikasi. Tanggal 28 Juni 2015 saya tiba di Amerika dengan 1 koper sedang dan 1 ransel kuliah. Kabar barang-barang saya satu tahun kemudian cukup mengherankan. Buku pelajaran dan novel yang terus bertambah jumlahnya, ditambah cetakan materi kuliah dan artikel ilmiah. Baju-baju baru (dan sepatu) semakin memenuhi lemari karena setiap musim punya karakteristik baju yang berbeda (bandingkan dengan cuaca di Kupang, misalnya, yang sepanjang tahun hampir dipastikan bisa memakai jenis baju yang sama). Rangkaian produk Body Shop yang sulit untuk ditolak keberadaannya turut menghiasi meja saya :D. Juga barang lainnya seperti peralatan masak dan makan.

Pindah rumah bisa menjadi suatu aktivitas yang memicu pening di kepala saat menyaksikan jumlah barang yang semakin meningkat. Di sisi lain, pindah rumah seperti menyadarkan saya tentang barang apa saja yang saya miliki. Barang-barang yang saya rasa tidak penting pada akhirnya saya tinggalkan, sedangkan yang penting saya pertahankan. Melalui pindah rumah, saya diingatkan bahwa kepemilikan barang-barang ini hanya bersifat sementara. Tahun depan saat saya akan kembali ke Indonesia saya tidak mungkin memboyong jaket-jaket musim dingin yang saya beli disini. Akan konyol jika sepatu boot salju saya dibungkus menuju Kupang. Kesadaran akan kesementaraan pemilikan barang ini semoga membuat saya lebih awas untuk tidak terus menimbun barang dan lebih berhati-hati dalam membeli barang. Sebaiknya saya mulai berlatih seni melepaskan: "the art of letting go" sejak sekarang ini.

Saat ini saya sedang menikmati rumah baru yang longgar dan bersih (berkat serumah dengan Mbak Tia yang selalu rapi), menikmati sinar matahari summer yang berlimpah-limpah, dan mengistirahatkan otot-otot tangguh ini :D.

Tumbuhan ini namanya Sweet William. Dia ikut diboyong ke rumah yang baru.





Selasa, 31 Mei 2016

Spring Menuju Summer yang Aneh

Sebelumnya saya ingin ingatkan, dibawah ini adalah curhatan pribadi tentang hidup seorang mahasiswa rantau yang sedang dilanda berbagai keanehan hidup. Kalau tidak ingin ikut terbeban, sebaiknya tidak perlu dibaca.

Musim dingin sudah lewat. Saya yang senang hidup dengan suhu hangat-hangat pantai pun ternyata bisa selamat menghadapi pengalaman winter pertama. Suhu yang menghangat, bunga-bunga yang bermekaran, dan matahari yang mulai terik seharusnya membuat saya bahagia.

Dan sesungguhnya saya bahagia setiap kali jalan-jalan santai menikmati musim semi. Disamping tornado dan thunderstorm yang bertubi-tubi terjadi di Kansas akhir-akhir ini (dikarenakan posisi Kansas berada tepat di tengah Amerika Serikat dan topografinya yang "flat"), saya sangat suka musim semi! Setelah menilai keempatnya, diantara summer-fall-winter-spring, musim semi lah yang paling saya senangi (sekali lagi, disamping tornado, thunderstorm, dan hujan es-nya yang bertubi-tubi). Semua pohon berbunga (benar-benar berbunga secara harfiah) dan banyak yang berbau wangi. Di sekeliling kampus tersebar bunga-bunga cantik yang ditata dengan rapi dan banyak pula yang menebar bau harum. Bahkan, rumput-rumput hijau pun diselingi dandelion cantik dengan bunga kuning cerah dan yang terkenal dengan kepala seed berbentuk lolipop putih berbulu yang bisa ditiup itu lho. Ditunjang dengan udara yang tidak ekstrim, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin.

Namun disamping berbagai keindahan diatas, saya melewati masa-masa yang cukup menyebalkan juga. Sebut saja lamaran internship yang tak kunjung berbalas. Padahal ini lamaran magang lho, dimana pelamar seperti saya ini rela bekerja gratis. Lalu salah satu kuliah summer saya prosesnya lama sekali, dan ini mendorong saya untuk drop saja kelas itu (mungkin itu maksud mereka menunda-nunda proses enrollment). Lalu saya (yang memang pada dasarnya senang meragukan banyak hal) mulai meragukan ketulusan dosen pembimbing akademik saya yang selalu saya kagumi itu. hahahah. Apalah. Seperti hubungan yang serius saja. Tapi setelah saya lihat bagaimana beliau mendorong saya untuk mengambil coursework dan bukan research, ini membuat mahasiswa internasional yang sensitif seperti saya terusik juga :D.

Lalu yang terakhir, hal yang saya anggap paling menjengkelkan di tengah cuaca yang sangat menggembirakan ini adalah.........................(background musik: ala-ala pengumuman Indonesian Idol yang nggletek karena setelah musik beberapa menit malah diselingi iklan) teman apartemen saya membawa temannya untuk menginap berminggu-minggu di apartemen kami! Sungguh perilaku yang tidak beradab, tidak sensitif, tidak peka (eh, peka sama saja dengan sensitif ya), tidak ber-peri-ketemanserumahan, tidak menjaga privasi, tidak tahu malu, dan tidak berbudaya (budaya Indonesia maksudnya. Hahaha), dan tidak menghormati ke-introvert-an. Apalagi teman yang dibawa menginap berabad-abad itu adalah pemilik apartemen ini sebelumnya, sehingga saya melihat tingkah-lakunya seperti masih "memiliki" rumah ini. Ini membuat saya geram setengah mati sebelum protes dan membuat amandemen mendadak: tidak membolehkan membawa teman menginap lebih dari seminggu. Hahahah. Di kehidupan yang mendatang, saya memang harus cukup mapan untuk bisa punya rumah sendiri karena sepertinya saya gampang sekali terganggu dengan manusia-manusia gila disekitar saya (saya sendiri punya kegilaan tertentu, karena setiap manusia punya kegilaan-kegilaan yang unik dan menjengkelkan :D). Sekadar informasi, teman serumah saya orang Amerika, dan temannya yang menginap itu orang India. Keduanya bersahabat seperti Spongebob dan Patrick, sedangkan saya sungguh terganggu dengan kehadiran mereka layaknya Squidward. Tidak ada yang lebih tepat menggambarkan kondisi ini setepat tiga makhluk Bikini Bottom itu.

Ini memang risiko hidup serumah dengan orang lain. Di US, banyak apartemen yang didesain untuk dikontrak lebih dari satu pemilik. Kamar tidurnya terpisah, sedangkan living room, dapur, dan kamar mandi+toilet dipakai bersama-sama. Apartemen saya tipe apartemen dengan dua kamar tidur. Mahasiswa dengan biaya pas-pasan seperti saya sering berburu apartemen semacam ini, walaupun kata seorang kenalan saya, ini seperti memilih kucing dalam karung. Kita tidak tahu segila apa kucing (maksud saya teman apartemen kita) sampai kita tinggal bersama dengan dia.

Agar adil dan tidak hanya menyalahkan keadaan atau satu pihak saja, saya juga ingin berintrospeksi. Saya pun bukan teman serumah yang sempurna. Saya lebih senang menutup pintu kamar saya dan menghindar dari percakapan bersama seorang konservatif. Ide-ide kelompok konservatif di Amerika (termasuk teman rumah saya) banyak yang bertentangan dengan nilai-nilai saya. Tapi saya tidak sedang ingin mengubah dunia, sehingga saya malas sekali berdebat dengan mereka yang selalu berbekal ayat-ayat alkitab yang sepertinya sudah dihafal sejak masih dalam kandungan (lha, ini introspeksi atau kembali menyalahkan? :D). Padahal, teman saya ini sungguh tulus orangnya, hanya mungkin butuh sedikit sentuhan "duniawi" untuk tidak hanya melihat keatas tapi juga kesamping dan kebawah (nasihat apa-apaan ini :p). Beliau adalah teman yang murah hati, senang membuatkan kue dan masakan yang sering dibagikan kepada saya. Sedangkan saya, saya sering menolak berbagai ajakan tulus beliau ke aneka "bible study" dan "women's gathering", acara-acara yang sangat relijius itu. Penolakan saya terkadang membuat beliau merasa "dimarahi". Padahal saya memang sedang ingin tidur-tiduran saja (atau tidak suka bergabung dengan mereka yang memandang jijik orang-orang "berdosa" seperti saya dan teman-teman LGBT). Saya, seperti juga teman saya, bukanlah sosok teman yang sempurna (tapi mbok ya jangan bawa-bawa orang lain menginap ke rumah berminggu-minggu, please! :D :D).

Ah, kalau ada yang membaca tulisan ini selain saya (:p) mungkin akan berpikir bahwa saya penuh dengan "kepahitan". Hahahah. Bisa iya, tapi tidak demikian juga cinta, saya, selain mengomel, banyak juga bersyukur untuk hidup ini. Teman-teman saya dari Indonesia dan Malaysia disini sangat suportif dan menganggap saya seperti keluarga dekat. Masakan-masakan mereka sungguh nikmat dan pedas menggoda. Saya juga sempat jalan-jalan ke beberapa tempat menarik meskipun tidak selalu saya kabarkan kepada isi dunia. Saya juga bersyukur karena dukungan sosial saya (yang saya batasi sumbernya, jumlahnya tidak banyak namun berkualitas) masih kuat menopang kewarasan saya. Menemukan berbagai untung ditengah kondisi sulit itu perlu dipelajari ilmunya. Tarik napas dalam-dalam, lalu mengomel-lah dengan penuh syukur :p.

Saya mau menutup curhatan ini dengan beberapa foto musim semi disini, semoga bisa mengimbangi keanehan-keanehan yang saya alami diwaktu spring menuju summer ;).

Salah satu varietas mawar di K-State Garden

Tupai yang imut ini banyak sekali berseliweran di kampus.

Mengagumi bunga bisa jadi terapi dikala masalah datang bertubi-tubi ;)
Omong-omong foto-foto diatas saya ambil sendiri. Boleh kan' pamer setelah curhat :D?!
Omong-omong lagi, apakah setiap icon :D atau :p atau ;) yang saya pakai perlu menggunakan huruf miring juga karena masuk dalam kategori bahasa tidak formal? :D atau :D? :p :p :) :), hahahah atau hahahah? :D :D :D :D





Jumat, 20 Mei 2016

Langit Biru

Langit biru dan motor yang berderu
Menemani seorang gadis berbaju garis-garis

Ada arak yang baunya menyeruak
Khas pulau Solor tempatnya bapatua Klodor

Ramalan cuaca kadang salah baca
Perhitungan Tanah Lein pun diartikan lain

Jalan suram bisa membuat muram
Semangat hidup pantang redup

Di danau teduh terbaring letih tubuh
Demi mengantarkan bunga ke desa Bahinga

Jambu mente tumbuh berante-rante
Walau kemarau berusaha menghalau

Meski bus malam mencoba menembus kelam
Ada langit biru menunggu di hari yang baru



Manhattan, Kansas, 19 Mei 2016
Keterangan gambar: Serba biru, pemandangan pulau Solor dilihat dari Larantuka, September 2014.

Kamis, 19 Mei 2016


Ajari aku


Pahami riakmu






Manhattan-Kansas, 19 Mei 2016
Foto: Herbaceous peony at K-State Garden

Rabu, 11 Mei 2016

Dear Nature, Please Don't

White Flowers in Front of Burt Hall, Kansas State University, May 2016


Pinky in Oh Aem II Village, March 2014


Multmonah Falls, Portland, Oregon, July 2015


Roses at International Rose Test Garden, Portland OR, July 2015


Cotton in Oh Aem II Village, Kupang District, March 2014


Roses in Fatunausus Village, TTS, June 2014


Bonsai at Nunumeu Cemetery, Soe, December 2013


Spring Blossom at Jardine Apartment, Manhattan, Kansas, April 2016

Dear Nature, please don't. Please don't stop being beautiful...

Minggu, 01 Mei 2016

Konflik

Benua tidak punya cukup jarak
Untuk mengelabui benci yang menahun.

Negara tidak punya variasi bahasa
Untuk menyembunyikan kesal dan gemas.

Kota tidak punya cukup sudut
Untuk menghindar dari silaturahmi terpaksa.

Juga hati yang tidak cukup lapang
Untuk saling menyayangi tanpa syarat.


Manhattan, KS - 1 Mei 2016

Where were the birds?

Where were the birds
When a tornado came last night?
When they started to sing this morning
Was that a merry or mourning song?


Manhattan, Kansas, after 2 strokes of tornado at the end of April 2016.

Picture source: tornadotitans(dot)tumblr(dot)com