‘Tidak terasa’ adalah 2 kata yang
sering kita ucapkan saat suatu momentum akan segera berakhir.
“Tidak terasa sudah masuk minggu
yang baru”.
“Tidak terasa saya sudah bekerja
selama 30 tahun”.
“Tidak terasa tahun 2013 sudah
hampir berlalu!”
Buat saya ‘tidak terasa’ hanya
sebuah ungkapan basa-basi saja. Bohong kalau tidak merasa sesuatu sedang
berjalan. Sesuatu itu bernama waktu. Orang yang bilang tidak terasa mungkin
orang yang tidak sadar, tertidur selama setahun penuh, baru pada akhir tahun
mengatakan tidak terasa sudah mau 2014. Ya iyalah tidak terasa, wong sampeyan
ga sadar.
Buat saya, tahun 2013 ini sangat
banyak rasanya. Satu dari tahun-tahun dimana saya paling banyak
bertransformasi. Terlalu banyak pengalaman, terlalu padat aktivitas, terlalu
banyak kejadian yang menguras emosi, sangat banyak ilmu baru, banyak sekali
orang yang baru saya kenal dan banyak tempat yang baru dikunjungi.
Dan saat ini saya mencoba
mengingat kembali sambil terkagum-kagum akan apa yang saya jalani di tahun 2013
yang akan segera berganti ini.
Januari 2013
Awal tahun 2013 saya seorang
pengangguran yang menghabiskan kesehariannya di rumah. Saya wisuda pada 20
Oktober 2012 setelah 4 tahun berkuliah di Program Studi Ilmu Gizi Universitas
Brawijaya Malang. Setelah wisuda, saya berpikir untuk tetap tinggal di Malang
(atau sekitarnya) karena belum ingin pulang kembali ke Soe. Maka bulan Oktober sampai Desember saya tak
alpa membuka situs lowongan kerja setiap harinya untuk melamar sesuatu yang
berkaitan dengan dunia gizi. Ada beberapa panggilan wawancara yang ternyata
tidak sesuai dengan saya pada akhirnya. Jadilah saya tetap menganggur di Malang
hingga bulan Desember hingga tiba-tiba saja ada yang mendesak saya untuk pulang
ke Soe. Entah apa. Mungkin sudah ‘bosan’ di Malang, atau bosan menganggur di
Malang, atau apapun itu, saya juga tidak
pasti dengan alasannya, tapi saya langsung memesan tiket dan membereskan
barang-barang saya yang seabrek banyaknya. Maklum, tujuh setengah tahun saya
hidup di Malang. Ini keputusan yang cukup berat dan besar, mengingat kehidupan
sosial yang sudah saya bangun di Malang. Sedih tentu saja. Tapi entahlah, saat
itu bagi saya pulang adalah keputusan terbaik. Saya percaya pada pilihan saya
dan saat ini saya paham bahwa pilihan untuk pulang itu yang membawa saya menjalani
hal-hal luar biasa. Desember 2012 saya melalui natal bersama keluarga. Ini
natal pertama sejak 7 kali natal berturut-turut di tanah rantau.
Kembali ke Januari 2013. Meskipun
saya pengangguran, saya menjalani kehidupan spiritual yang berkualitas. Di Malang
saya menjadi ‘pelayan’ gereja. Saya melayani di Muger (Musik Gerejawi), menjadi
anggota vocal group, dan melayani di Tim Persiapan Ibadah. Menjadi Pelayan dan
aktivis di gereja tidak pernah saya sesali sebab saya belajar banyak hal
disana. Namun kesibukan beruntun di gereja terkadang membuat saya lupa (atau
bingung) akan esensi pelayanan itu sendiri.
Saat pulang kembali ke rumah di
Soe, terlepas dari segala kesibukan gereja, kuliah (sudah lulus), dan kehebohan
saya dalam bersosialisasi, ada sebuah perasaan damai. Dan menurut saya ini
baik, ada waktu dimana kita ‘terbebas’ dari apa yang kita jalani selama ini dan
kembali tenang untuk mencari tahu apa yang diinginkan hati kita.
Januari 2013 adalah waktu dimana
saya merasa sangat nyaman dengan diri saya, merasa damai, merasa tidak memiliki
apa-apa tapi bahagia. Sebenarnya ada sesuatu yang membuat saya terlebih
bahagia, tapi sesuatu itu terlalu sakral untuk diceritakan. :D
O ya, Januari 2013 juga saya
menjalani tes TOEFL ITP di Undana Language Center kampus lama dan memperoleh
hasil lumayan baik.
Februari & Maret 2013
Rutinitas dan menjadi
pengangguran membuat saya bosan bukan kepalang. Saya mulai tidak sabaran.
Bahkan merasa damai saja tidak cukup. Saya bosan berada di rumah sepanjang
hari. Saya membaca beberapa buku Ayu Utami yang mengubah beberapa persepsi
saya. Tidak banyak yang bisa saya ceritakan untuk waktu-waktu ini, tapi yang
jelas saya menghabiskan waktu-waktu saya dengan bertanya-tanya apa yang harus
saya lakukan agar tidak menganggur terus seperti ini.
Mulai April-Desember 2013
Awal April saya bertengkar hebat
dengan Papa dan Mama. Ada beberapa hal yang membuat papa marah. Apa yang
membuat mereka marah itu adalah hal yang menurut saya justru mulia. Aneh kan?
Begitulah, namun karena menyadari bahwa saya belum berpenghasilan, belum bisa
apa-apa, masih nebeng di rumah orang tua, maka saya hanya diam sambil merasa
bahwa rumah akhirnya menjadi semacam neraka bagi saya. Bersama kakak sempat
berpikir untuk kost saja, tapi mama membujuk kami untuk tidak kost dan berdamai
dengan papa.
Akhirnya kami berdamai juga.
Tepat setelah kami berdamai, lamaran saya untuk menjadi Volunteer di IRGSC
(Institute of Resource Governance and Sosial Change) Kupang diterima.
Saya menceritakan niat saya untuk
menjadi volunteer dan ajaib sekali mereka menerima niat saya tersebut. Papa
tahu saya ingin melamar beasiswa, tapi papa juga berpesan untuk tetap masuk ke
universitas dalam negeri pada tahun ajaran baru.
Saya berangkat ke Kupang dengan
membawa 1 koper baju. Saya tinggal di rumah Tanta Mey. Tanta Mey memiliki motor
yang dipinjamkan kepada saya, sehingga saya kemana-mana naik motor beat hitam.
Dimulailah babak baru kehidupan
saya di Kupang sebagai Volunteer di IRGSC (yang kemudian sudah dianggap sebagai
staff). Saya tidak tahu banyak soal IRGSC kecuali ini tempat penelitian dan
tempat mencari beasiswa luar negeri.
IRGSC adalah tempat saya bekerja
pertama kalinya. IRGSC seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, adalah
kumpulan orang-orang dengan visi dan mimpi yang besar bagi tanah NTT. Rupanya bekerja
di IRGSC tidak bisa bengong karena selalu ada sesuatu yang harus/bisa
dikerjakan. Menjadi sangat menyenangkan bekerja disini karena saya mencintai
rekan-rekan kerja saya yang unik, demikian pula atasan-atasan saya yang baiknya
bukan kepalang.
Belum satu tahun di IRGSC dan
saya sudah merasa lembaga ini seperti rumah buat saya.
Teman pertama saya adalah ka
Audrey, yang saat ini sudah kembali ke rumahnya di Jakarta dan bekerja disana,
lalu Inry, yang pada akhirnya kami ber3 ditempatkan di satu ruangan yang sama. Pertemanan
kami sangat membekas sekali buat saya, meskipun ka Audrey akhirnya kembali ke
Jakarta.
Dan banyak sekali teman-teman di
IRGSC yang mewarnai hari-hari saya.
Semenjak bekerja di IRGSC, banyak
sekali perubahan-perubahan dalam cara berpikir, cara menganalisa, cara
menanggapi, bahkan saya tidak jadi meneruskan studi di UNS seperti yang saya
rencanakan sebelumnya. IRGSC menyediakan terlalu banyak ilmu baru, tergantung
siapa yang mau menggali apa. Rupanya bergaul dengan orang cerdas setiap harinya
membuat saya sedikit lebih cerdas pula. Sedikit :p
Apa yang paling saya cintai dari
IRGSC adalah bahwa para atasan mempercayai potensi dari anak baru lulus seperti
saya. Mereka tidak membangun benteng atau jarak antara yang sudah makan garam
dan yang masih hambar. Tidak perlu hormat basa-basi jika berhadapan dengan
bos-bos kami :). Suasana di kantor pun sangat ‘homey’ sekali. Dan yang paling
keren adalah justru para atasan tersebut bekerja paling keras dari staf-staf
nya.
Delapan bulan di IRGSC, saya
sangat bersyukur bisa jalan-jalan ke tiga tempat : Makassar, Waingapu
(Kabupaten Sumba Timur), dan Maumere (Kabupaten Sikka). Ke Makassar untuk
pelatihan Fasilitator ala Vibrant, Waingapu dalam rangka penelitian Climate
Smart Agriculture, dan Maumere untuk penelitian Unit Cost Holistic Integrative
Early Childhood Development.
Wah saya sangat bahagia bisa
jalan-jalan ke tempat-tempat baru!
Oh ya, sejak menjadi bagian
IRGSC, saya jadi sering sekali mengikuti seminar. Walaupun untuk topik-topik
yang berat saya terkadang hanya melongo saja, tapi beberapa rupanya memberikan
banyak pelajaran bagi saya.
Berkali-kali hendak berhenti
bekerja di sini, tapi selalu saya bertahan keesokan harinya. Semuanya sangat
sempurna, namun mungkin fakta bahwa IRGSC melatih saya untuk menjadi seorang
peneliti membuat saya takut dan pesimis. Tuntutan-tuntutan untuk menjadi
peneliti terkadang mengusik sisi kanak-kanak saya yang masih ingin
senang-senang, jalan-jalan, baca komik. Begitulah. Hal yang membuat saya ragu
dan pesimis adalah ketika saya gagal dalam menyelesaikan satu tugas tertentu.
Herannya saya selalu diampuni dan diberikan tugas baru lagi. Sehingga mungkin
tepat kalau saya katakan bahwa yang membuat saya bertahan dan masih punya
harapan untuk menjadi seseorang yang berguna adalah orang-orang super keren di
IRGSC alias atasan-atasan saya sendiri.
Kegagalan
Saat ini saya bisa bicara dengan
enteng tentang kegagalan saya karena saya sudah bisa ikhlas menerima kegagalan
tersebut. Saya gagal dalam seleksi beasiswa Australia Awards Shcolarships
(sudah saya ceritakan sebelumnya). Lalu saya kembali melihat diri saya,
ternyata manajemen (hampir segala aspek) hidup saya masih kacau berantakan. Mungkin
belum saatnya, masih banyak yang harus saya latih dan persiapkan dalam diri
saya. Mungkin bukan untuk saya.
Lalu saya berpikir, orang yang
gagal adalah orang yang sudah mencoba. Kalau saya tidak pernah gagal berarti
saya tidak pernah mencoba sesuatu. Dan ini membuat saya lega, setidaknya saya
sudah mencoba dan belum ingin berhenti mencoba. Bukankah kesempatan selalu ada?
:)
Pilihan-pilihan
Setelah melalui 2013 ini, saya
sadar ada banyak pilihan-pilihan yang membawa saya menjadi saya saat ini.
Pilihan untuk menjadi volunteer
(akhirnya diangkat sebagai sraff) di IRGSC, hijrah ke Kupang di rumah Tanta
Mey.
Pilihan untuk tidak melanjutkan
S2 di UNS dan terus bekerja sambil menunggu pengumuman beasiswa di IRGSC.
Pilihan untuk pindah ke kost
karena ingin hidup mandiri dan tidak ingin merepotkan orang lain.
Saya sangat bersyukur untuk
pilihan-pilihan saya ini, saya yakin ada tangan yang tidak pernah berhenti
menuntun saya dalam menentukan pilihan-pilihan ini. Dan tentu saja pilihan ini
membawa saya pada pengalaman-pengalaman luar biasa.
Pencapaian
Beberapa pencapaian saya membuat
saya merasa bangga dan bersyukur:
Saya bisa mengendarai motor (scutermatic)
dengan baik dan benar serta memiliki ijin mengemudi SIM C.
Saya bisa berenang! La la la. Belum
jauh-jauh amat, tapi lumayaaan. Thanks to pelatih terkeren sedunia : Ka Audrey
Jiwajennie.
Saya menulis 2 buah opini surat
kabar lokal. Yang satu berdua dengan Inri, yang satu nama saya sendiri. Well, harus
diakui pembuatan opini ini melalui bimbingan ketat dari sekali lagi, para Bos
baik hati.
Saya travel ke beberapa tempat :
Makassar, Malang, Sumba Timur, dan Sikka. Menyenangkan!
Dan ehm. Ini bukan pencapaian
tapi secara ajaib kulit saya menjadi gelap. Hahaha. Mungkin karena terlalu
banyak bermain-main dengan sinar matahari langsung. Ini agak ganjil karena saya
terbiasa dengan kulit putih. Tapi saya sedang berusaha menyukai kulit baru saya
:D
Sebenarnya masih banyak
pencapaian lain, tapi tidak bisa diceritakan satu per satu.hehe
Orang Tua
Tadi saya ceritakan bahwa saya
sempat bertengkar dengan orang tua karena perbedaan prinsip. Namun ada yang
berkata bahwa manusia berubah seperti musim. Ini benar. Saya melihat papa dan
mama pada akhirnya memilih untuk menghargai pilihan dan kecenderungan
anak-anaknya. Papa yang terkenal keras dan tidak mau kalah itu pada akhirnya
melunak dan melentur. Ini ajaib. Menyaksikan orang tua yang saya kasihi berubah
seiring bertambahnya usia membuat saya kagum. Papa yang akhirnya mati-matian
mempertahankan saya untuk tetap bekerja di IRGSC, mencari kost buat saya, dan
memboyong barang-barang serta mencari keperluan-keperluan kamar baru saya. Papa-Mama
mendukung sepenuhnya dan percaya pada pilihan dan mimpi-mimpi saya. :)
Akhirnya...
Akhirnya saya sangat kagum dan
bersyukur serta terheran-heran dengan hidup saya di tahun 2013. Terlalu banyak
kesempatan buat seorang Nike Frans yang masih senang bermalas-malasan, bersungut-sungut, dan tidak sabaran.
Tuhan baik, sangat baik.
Selamat datang tahun 2014, saya
sangat yakin, ada berbagai kesempatan yang sudah disiapkan buat saya.
Dan seperti tokoh kartun yang
selalu kegirangan, Spongebob, saya juga ingin berkata : “Aku siap!”
Selamat jalan tahun Transformasi, tahun 2013!