Pertama, tahun ini saya banyak belajar menjadi orang tua yang lebih banyak porsinya untuk Oliver. Setahun ini hubungan ibu-anak kami menjadi sangat erat karena pengaturan rumah tangga mengharuskan saya dan Gide berjauhan dan menjadikan saya perpanjangan tangan maskulin dan faminin secara bersamaan. Saya yang sebelumnya percayakan lebih banyak pengasuhan pada Gide, harus turun tangan untuk mengasuh, mendisiplinkan, tidur bersama, memastikan vitamin dan mineral masuk tepat waktu sesuai jumlah, segala printilan sampai membelikan kado untuk teman-teman Oliver yang berulang tahun. Saya tentu dibantu asisten penjaga anak, tapi saya tetap bertanggung jawab penuh sebagai pengasuh utama. Saya memutuskan untuk tidak travel yang harus menginap, kecuali event sangat khusus yang perlu minta tolong Gide ke Makassar. Menjadi orang tua memang melelahkan dan butuh berbagai penjinakkan ego, namun bersyukur masih bisa dijalani semuanya: ketawanya, peluk-peluknya, bangganya, khawatirnya, menangisnya, dan berbagai pengalaman yang bukan hanya membesarkan anak tetapi yang juga penting adalah mentransformasi diri sendiri.
Kedua, perjalanan karir yang cukup baik sekaligus bertantangan. Cukup baik dengan berbagai kebaikan, pencapaian, kerja sama, dan flow yang lancar; bertantangan dengan kepastian pekerjaan di kemudian hari. Tapi sebagaimanapun tantangan yang ada, saya didukung dengan luar biasa oleh rekan kerja, pimpinan, dan keluarga untuk menjalankan peran saya sebagai seorang pekerja. Terutama setelah tinggal terpisah dengan suami. Saya hanya bisa menjalankan one task at a time, one day at a time, lalu tiba-tiba sudah one year saja berlalu. Bersyukur masih dipercaya banyak hal di dunia pekerjaan: one day at a time. Saya tidak ragu untuk apapun yang terjadi di bulan atau tahun depan. Apapun yang dipercayakan kepada saya semoga bisa saya emban dengan tanggung jawab, dengan tenang, dengan yakin bahwa ini yang terbaik untuk saya dan sekeliling saya.
Ketiga, perjalanan mengenal diri sendiri, energi, panggilan jiwa, waktu, dan relasi. Sering saya singkat dengan "perjalanan spiritual". Setahun ini saya berusaha belajar melihat semuanya dari kacamata spiritual, karena ini satu-satunya lensa yang bisa menenangkan kebingungan dan kecemasan eksistensial saya. Dan saya sangat-sangat bersyukur bisa kembali merawat spiritualitas saya di tengah-tengah dunia yang semakin menarik perhatian kita ke berbagai sudut video durasi pendek. Banyak yang terjadi di antara 33 ke 34 ini lebih pada pemahaman diri dan upaya saya mengalahkan berbagai ego pribadi, musuh pribadi, tantangan menuju pribadi yang lebih baik. Guru saya bilang: ego adalah berpikiran sempit, karena fokus pikiran ada pada diri sendiri, lupa bahwa energi kita saling menjalin dengan orang lain, dan ketika kita berhasil keluar dari sempitnya pikiran kita, saluran berkat juga terbuka untuk kita karena kita dipercaya juga untuk memikirkan orang lain (terjemahan pribadi, wk, kata2 aslinya bukan begini tapi ya anggaplah parafrase).
Keempat adalah sebuah perenungan berandai-andai: jika saya berhasil menaklukkan, sekali lagi, lipatan ego saya, saya ingin mengasuh perempuan yang sebelumnya mengasuh saya untuk tumbuh kembali menjadi perempuan yang percaya diri, tenang, tidak mudah panik, self-esteem yang tinggi, punya boundaries yang sehat, tidak gampang merasa tersaingi, dan lain-lain, tanpa terjebak dalam "kok dulu aku kurang dapat ini ya?". Kadang saya lupa dimensi waktu bisa diakali dan saya menyerah. Tapi jika dimampukan, saya mau belajar mencintainya, mengasuhnya, meninggalkan ego menahun dan kesombongan diri karena selalu merasa lebih tua darinya entah sejak kapan (mungkin sejak SD atau SMP, memang sejak dulu sering merasa lebih tua dari usia kalender), sambil merawat saya sendiri, yang jauh dari sempurna, tapi memiliki energi yang cukup mamae, untuk sama-sama memeluk jiwa-jiwa kami yang saling bertalian dalam dimensi yang saat ini. Saya sudah lupa caranya memeluknya sebagai anak perempuan yang butuh dimengerti untuk bisa jujur apa adanya, di saat yang bersamaan saya masih canggung untuk memeluknya sebagai orang yang mungkin punya kematangan emosi sedikit lebih banyak, yang mau mengerti dia tanpa banyak penghakiman. Tapi jika diberi kesempatan sekali lagi, saya akan coba memeluknya sekali lagi dengan utuh sebagai anak dan sebagai ibu. Semoga kami diberi kesempatan kembali, saat saya berhasil menaklukkan lebih banyak ego (lagi-lagi) dan ilusi dunia relasi ibu-anak.
Kelima, sepanjang setahun lalu banyak melihat berkat-berkat terbuka bagi saya. Saya diberi kesempatan berkunjung ke 3 negara tetangga, berlibur bersama keluarga (yang semakin terasa penting lagi genting), makan makanan-makanan enak, berkarir dengan baik, mengembangkan diri, menyetir kemana-mana dan menemukan ternyata saya driver yang cukup baik, menemukan energi-energi baik, menikmati sandang yang berkualitas dan parfum yang enak-enak, merawat diri, merawat pikiran dan perspektif kesadaran, menulis agenda, menabung, dan lain-lain. Meskipun masih melihat pintu-pintu yang tertutup, saya tetap punya keyakinan bahwa pintu yang tertutup sebenarnya sebuah berkat yang menunjukkan itu bukan jalan bagi saya dan tidak perlu menyia-nyiakan energi saya pada arah tersebut.
Pada akhirnya, saya bersyukur melihat diri sendiri semakin matang saja setelah melewati 4 tahun usia 30an, merasakan bagaimana harus potek hati berkali-kali untuk meluruhkan ego yang ternyata berlapis-lapis tumpukannya. Sesungguhnya pembenahan diri itu efeknya bukan hanya pada diri sendiri tapi juga kepada orang-orang sekeliling, melihat saya sebagai pribadi yang unik dan punya kecenderungan tertentu, di saat bersamaan saling terpaut dengan energi, waktu, leluhur, karma, dan lainnya dengan sekeliling.
Semoga bisa menjadi orang yang semakin baik bagi diri sendiri, suami, anak, keluarga besar, rekan kerja, relasi, dan siapapun yang sempat berpapasan di dunia ini maupun di multiverse heheee. Amin.