‘Bahkan ikan lele
dapat diolah menjadi es cendol.’ Terkejut?
Satu Lagi Profesi ‘Aneh’ Saya Lakoni
Tahun 2014 ini semakin menyatakan
dirinya sebagai tahun penuh kejutan saat saya kembali melakoni sebuah profesi
mengejutkan sebagai seorang ‘Juri Lomba Masak Serba Ikan Tingkat Provinsi Nusa Tenggara
Timur Ke-4 Tahun 2014’. Tak habis-habisnya saya berpikir tentang berondongan
profesi anyar ini sambil mengucap syukur kepada Sang Pemberi Kesempatan.
Suatu siang yang mengejutkan di
bulan Mei 2014, Tanta Mey (adik bungsu dari mama saya) yang bekerja di Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur menelepon saya.
Beliau menanyakan apakah saya bersedia untuk menjadi juri lomba masak serba
ikan yang akan diadakan pada bulan Juni oleh DKP. Tanta Mey bilang mereka
membutuhkan seorang juri khusus untuk menilai makanan olahan ikan dari aspek
gizi. Terkaget-kaget bahagia, saya pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.
Mendengar satu kata keramat itu,
‘gizi’, seperti menghidupkan impuls-impuls saraf saya. Satu kata itu mampu
memantik gairah lalu menyedot perhatian saya. Cukup lama saya bertanya pada diri
saya tentang apa yang menjadi passion dalam hidup saya ini. Sampai suatu waktu
dimana perasaan, lingkungan sekitar saya, dan ilmu pengetahuan bersatu untuk
meyakinkan saya bahwa gizi lah passion saya.
Kembali pada juri lomba. Surat
undangan pertemuan juri dan panitia lomba masak serba ikan itu datang bersama
penegasan formal bahwa saya diminta menjadi juri dan juga diminta memberi
konfirmasi kesediaan via e-mail kepada panitia lomba.
Saat pertemuan pertama panitia
dan juri untuk membahas konsep acara, saya merasa sedikit canggung. Ternyata
tim juri terdiri dari 5 orang, yakni 2 orang Professional Chef : Pak Serdy dan
Pak Sukana (Executive Chef dari Hotel Sasando dan Hotel On The Rock Kupang), 1
orang akademisi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang bidang pengolahan ikan : Ibu Welma,
1 orang dari Badan Litbang Pusat Ibu Riris, dan 1 orang yang terakhir saya
sendiri, seorang (yang sedang belajar menjadi) ahli gizi. Wow, saya merasa terhormat dan sedikit gugup untuk
bersanding bersama orang-orang hebat ini dalam tim juri. Namun ternyata
penilaian masing-masing juri berbeda-beda sesuai bidangnya, sehingga saya tidak
merasa rendah diri karena saya manilai apa yang saya kenal : nilai gizi.
Ikan Berkumis : Bahan Dasar Menu
Keluarga
Menu keluarga, menu balita, dan
menu kudapan adalah tiga jenis menu yang dilombakan. Untuk menu keluarga,
proses pengolahan dilakukan di tempat acara dalam waktu 1 jam atau live perform
(mirip di acara Master Chef itu loh :D). Dalam kurun waktu 1 jam itu, peserta
bebas menghasilkan menu keluarga apa saja berbahan dasar ikan lele dan boleh
lebih dari satu jenis menu. Sedangkan menu balita dan menu kudapan dipersiapkan
dari tempat masing-masing. Yang membuat saya begitu terpukul (haha) adalah,
bahan dasar dari menu keluarga adalah IKAN LELE kawan!
Well, sudah beberapa tahun ini
saya menolak untuk mengkonsumsi ikan lele. Alasannya mungkin banyak orang sudah
paham : tentang habitat ikan kucing (terjemahan lurus dari ‘catfish’) dan
tentang makanannya sehari-hari. Ikan lele termasuk ikan yang bertahan dalam
berbagai kondisi hidup yang kejam ini. Dia dapat hidup di perairan tawar yang
sangat keruh sekalipun dan dia bisa makan apa saja. Faktanya, dia bisa
mengkonsumsi kotoran/hajat/feses! Wow. Namun kali ini sudah terlambat, saya
sudah mengiyakan untuk menjadi juri lomba, maka saya pun mau tidak mau kali ini
harus makan lele dengan asumsi pribadi bahwa ikan lele yang dipersiapkan DKP
sebagai bahan dasar menu keluarga adalah ikan-ikan yang dibesarkan secara
terhormat. Amin.
Sedikit lega karena kedua menu lainnya,
menu balita dan menu kudapan tidak harus berbahan dasar lele, tapi hasil laut
dan perairan apa saja. Bisa rumput laut, cumi, kakap, dan lain sebagainya.
Huft. Sebenarnya bahan dasar yang ditentukan dari pusat adalah dari ikan Patin.
Tapi woi! Ikan patin di NTT mau diambil dari mana woi! Jadilah setelah
berdiskusi, untuk NTT ikan yang digunakan untuk menu keluarga adalah ikan yang
masih berkerabat dekat dengan patin, yakni lele.
Hari H : Lomba Masak, Bergelimang
Makanan, Saya Suka!
Pada hari yang ditentukan, Jumat,
20 Juni 2014 mulai jam 8 pagi ibu-ibu PKK sudah sibuk membopong perkakas,
properti, bumbu masak, dan makanan yang sudah jadi untuk di-display. Acara
lomba masak ini diselenggarakan di Waterpark Kupang. Karena ini merupakan lomba
tingkat provinsi NTT, maka para peserta datang dari perwakilan kabupaten/kota
di NTT, meskipun tidak semuanya bisa hadir. Dari total 22 kabupaten/kota di
NTT, yang hadir mengikuti lomba 13 kabupaten/kota. Sebelum mereka berangkat ke
perlombaan provinsi, sebelumnya mereka juga telah berlomba tahap awal di
kabupaten masing-masing, sehingga yang dikirim ke perlombaan provinsi adalah
pemenang lomba tingkat kabupaten. Nantinya, yang akan dikirim untuk berlomba ke
tingkat nasional adalah yang menjadi pemenang di tingkat provinsi.
Menu-menu yang disajikan membuat
saya takjub. Memang dari segi penampilan tidak begitu menggemparkan, tapi dari
sisi inovasi dan rasa banyak yang keren! Puding ikan pelangi, es cendol ikan
lele, sushi, pai ikan, roti sosis ikan raja, muffin lele, catsmokefish cassava,
dan lainnya sampai membuat saya melayang bahagia dikelilingi berbagai jenis
makanan! Sayang tak sempat bagi saya untuk memotret satupun makanan, karena pekerjaan
menilai satu persatu membutuhkan segenap konsentrasi tanpa bisa multitasking. Maklum,
masih amatir :).
Aspek gizi yang saya teliti
adalah persen penggunaan ikan atau hasil laut dalam menu, jenis-jenis bahan
makanan lokal yang ditambah dalam menu, jenis pengolahan makanan, kesesuaian
menu dengan tujuan, dan penambahan bahan tambahan makanan. Jadi, sebenarnya
cita rasa tidak menjadi bagian penilaian saya, tapi, sebagai juri, saya juga
tidak mau ketinggalan hebohnya dan mewahnya mencicipi makanan-makanan terbaik
sebelum para pejabat mencicipi makanan tersebut. Hahaha. Jadi sambil menilai
saya juga ikut makan-makan bahagia. Satu ‘keistimewaan’ saya adalah saya senang
mencicipi dan menikmati masakan orang lain karena saya tidak begitu menikmati
masakan yang saya masak sendiri.
Aspek-aspek yang dinilai oleh
juri lainnya adalah unsur kreatifitas atau inovasi, penyajian, cita rasa,
higienitas atau keamanan makanan, dan keterampilan memasak. Waktu menilai yang
relatif singkat dibandingkan jumlah menu seabrek-abrek, ada yang untuk satu
jenis kategori menu bisa mencapai 3 jenis hidangan berbeda. Kalau satu meja ada
lebih dari 5 jenis masakan, maka 13 meja bisa dikalikan sendiri. Para juri
lainnya sudah sangat berpengalaman dalam bidang ini. Mereka terlihat begitu
santai dan profesional, saya suka bekerja bersama mereka!
Pada akhirnya dilakukan
rekapitulasi nilai dan penentuan juara 1 sampai juara 6. Pemenang lomba masak
serba ikan tingkat provinsi NTT adalah kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)!
Wah bahagia saya semakin berlipat ganda. TTS adalah kabupaten kelahiran saya, namun
tentu saja saya menilai dengan sangat objektif. Hehe. Para chef juga mengakui
bahwa meja 3 (kabupaten TTS) memang lebih baik dari yang lainnya.
Juri lomba masak tingkat provinsi
terkesan suatu profesi yang keren sekali. Saya benar-benar sangat beruntung
bisa menjadi bagian dalam tim juri tersebut.
Tahun 2014 masih punya 5 bulan
lagi. Entah kejutan apa lagi yang sudah menunggu di depan sana.
Salam Kejut Ikan Lele,
NF.
Kupang, 17 Juli 2014
Tim Juri Lomba Masak Serba Ikan Tingkat Provinsi NTT Ke 4 Tahun 2014. Ibu Riris dari Litbang Pusat tidak ikut berfoto.
Kiri ke kanan : Pak Sukana (Executive Chef Hotel On The Rock), Ibu Welma (Akademisi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Bagian Pengolahan Pangan Ikan), Saya, dan Pak Serdi (Executive Chef Hotel Sasando)
Name Tag Juri :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar