Rabu, 13 April 2016

Balada Peragu

ragu/ra.gu/ 1. dalam keadaan tidak tetap hati (dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan sebagainya); bimbang 2. sangsi (kurang percaya); syak

doubter/doudər/noun - a person who questions or lacks of faith in something; a skeptic


Seperti kebanyakan hal di hidup ini, ragu menurut saya punya sisi baik dan buruknya.

Menurut saya, perasaan ragu menggiring kita untuk mempertanyakan sesuatu dan tidak serta-merta percaya tentang informasi, baik itu perkataan orang, nilai dan norma yang berlaku, sejarah, doktrin, teori, ataupun agama. Dengan demikian, keragu-raguan, seperti juga skeptisisme, membuat kita mampu mempertanyakan banyak hal dan melihat suatu keadaan dari beberapa sisi, bukan dari yang nampak saja, bukan berdasar mayoritas saja. Ini sisi baiknya. Ragu mungkin juga mampu menghasilkan sikap kritis.

Namun ragu dalam kadar tertentu, sekali lagi seperti kebanyakan hal dalam hidup ini, tentunya mempunyai efek yang tidak diinginkan. Terlalu banyak meragu membuat hati menjadi tidak tenang dan tidak pasti. Padahal, kita cenderung menyenangi hal-hal yang pasti, sedangkan ketidakpastian mampu memicu keadaan stres. Selain itu, terlalu banyak meragu bisa merenggut waktu-waktu untuk bekerja karena efek dari terlalu banyak berpikir, menimbang, dan sulit memilih.

Saya mengkategorikan diri sebagai seorang peragu. Peragu kelas berat. Oleh karena itu, saya sering merasakan efek baik dan efek buruknya sekaligus. Tapi tunggu dulu, apa yang baik itu benar-benar baik dan apakah yang buruk itu selalu negatif? :p

Keraguan saya seringkali membuat saya menjadi bimbang dan tidak tampak "pasti". Bukan karena saya tidak tegas, hanya saja terkadang hal-hal yang saya pertimbangkan punya sisi baik dan buruk, yin dan yang, dan 'kebenaran' bagi saya terlalu relatif.

Akibat yang sering terjadi adalah konflik dalam diri sendiri. Contohnya saja, saat saya ingin dan berusaha mendorong anak-anak untuk punya komposisi berat badan dan tinggi badan didalam rentang normal (-2SD < ZScore < 2SD), keraguan saya mengusik, apakah standar normal itu benar-benar diperlukan? Apakah itu benar? Apakah yang diluar normal itu buruk? Apakah normal harus berarti menyeragamkan diri dan ikut aturan internasional?

Itu hanya salah satu topik saja. Banyak hal-hal lain yang senang membuat saya bertanya-tanya. Contohnya saja tentang standar pembangunan manusia, tentang relijiusitas dan doktrin dalam agama, tentang sistem pelayanan kesehatan, tentang institusi pendidikan, lembaga PBB (UN), juga tentang kasih sayang orang tua.

Ah, peragu seperti saya memang betah membimbangkan banyak hal hingga jam 4 dini hari seperti saat ini. Hingga terkadang saya pikir penting untuk mengabaikan semua hal di dunia ini, menjadi cuek dan bisa tidur sebentar supaya tidak banyak menguap saat kuliah pagi.

13/4/2016 - KS

2 komentar:

  1. Be ju suka meragu kak. Na ketong dua tos su hehehee. Selamat kuliah!

    Ayu

    BalasHapus
  2. Hahahah. Toss! Kita buat klub peragu sa Ayu ;)

    BalasHapus