Rabu, 17 Agustus 2016

71 Tahun Indonesia

Dalam satu tahun saja, ada beribu-ribu anak Indonesia yang dikirim keluar negeri untuk menempuh pendidikan. Ada yang mengikuti pendidikan non-degree, pertukaran pelajar, ada yang menempuh pendidikan setara S1, master, doktoral, postdoktoral, dan lain sebagainya. Negara yang dituju sangatlah beragam, bahkan bisa dikatakan, diseluruh belahan benua, didetik ini, ada pelajar-pelajar Indonesia yang sedang berjuang di arena pendidikan. Jangan ditanya fokus pendidikan yang sedang digeluti. Ratusan. Teknik, pendidikan, seni, pertanian, ekonomi, kesehatan, politik, komunikasi, apa yang tidak ada?

Saya salah satu dari pelajar Indonesia yang berkesempatan mengecap perkuliahan di luar negeri. Saat ini saya sedang memasuki tahun kedua dari pendidikan Master of Public Health Nutrition di Kansas State University, Amerika Serikat. Sebagaimana teman-teman lainnya, saya sedang belajar dan berusaha. Berharap otak ini mampu menyerap pembelajaran dengan baik, dan berharap bisa lulus tepat waktu, tanpa konflik. :D

Dari tanah rantau, tulisan ini dibuat sebelum upacara peringatan kemerdekaan negara republik Indonesia yang ke-71 tahun. Sebelum merah-putih bendera dikibarkan dan kerupuk diikat dengan tali rafia, atau hadiah-hadiah digantung dipucuk tiang yang dilumuri minyak. Ah... Pengalaman 17 Agustus adalah pengalaman upacara bendera di lapangan Puspenmas SoE, NTT. Juga pengalaman menonton papa dan mama yang sibuk menyiapkan bendera dan umbul-umbul untuk dipasang dihalaman rumah. Atau mementaskan drama seputar kemerdekaan di SD GMIT SoE I.

Jika dahulu, perayaan 17 Agustus adalah pesta besar, hari libur, pakaian tradisional, bendera kertas yang dikibar-kibarkan, perlombaan, drama sekolah, dan kemeriahan-kemeriahan lainnya; 17 Agustus saya kali ini akan saya isi dengan refleksi (layaknya seorang manusia dewasa :D). Bukan karena sok dewasa, hanya saja disini tidak ada kemeriahan seperti itu karena saya tinggal jauh dari kemeriahan kota besar. Populasi orang Indonesia disini sedikit sekali nyaris langka.

Perenungan saya mungkin akan saya mulai dengan aplikasi-aplikasi beasiswa yang saya kirim ke berbagai lembaga pengatur beasiswa. Jika sudah beberapa kali mengisi formulir beasiswa, maka kita bisa melihat pola kesamaannya, walaupun dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berbeda. Entah bentuknya esai atau pertanyaan terbuka, inti dari aplikasi tersebut adalah menanyakan siapa kita, apa yang ingin kita pelajari, mengapa ingin bersekolah di luar negeri dan mengambil bidang tertentu, dan,  yang paling menohok tentu saja: apa kontribusi kita ke negara/daerah asal setelah menempuh pendidikan.

Oke. Untuk pertanyaan alasan kita ingin melanjutkan pendidikan, kita bisa saja mengambil salah satu dari masalah nyata yang ada di masyarakat. Sebut saja kurangnya peneliti atau ilmuwan di bidang X. Bahwa Indonesia membutuhkan A, B, C, D.....Z. Akan tetapi, menempatkan diri kita untuk menjawab kebutuhan negara atau daerah kita apakah semudah itu? Kira-kira kontribusi nyata apa yang bisa kita sumbangkan setelah jauh-jauh merantau bertahun-tahun ke negeri orang-berjuang jatuh bangun melafalkan kata-kata asing-dengan pembiayaan yang tidak murah itu? Apakah kita bisa berperan serta dan berpengaruh positif mewujudkan masyarakat madani (bahkan untuk memastikan apa itu masyarakat madani saya perlu membuka google dan membaca wikipedia :D)?

Pertanyaan sulit bukan?
Siapa suruh menjadi penerima beasiswa belajar ke luar negeri? :p

Bayangkan ada ribuan anak-anak Indonesia yang saat ini belajar di negara-negara yang lebih "maju". Mungkin juga lebih "beradab". Kalau setiap tahun ada ribuan anak indonesia yang meraih gelar atau prestasi baru di luar kemudian pulang kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia, apa kontribusi mereka (saya) bagi Negara/daerah? Apakah kita bisa menjadi agen peradaban? Apakah kita bisa bersama-sama menggandeng tangan-tangan yang "tertinggal" untuk berjuang menyetarakan "peradaban"? Apa kita bisa ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa?

(Menuliskan ini sebenarnya penuh kontradiksi karena arti peradaban sendiri terkadang samar dengan pengertian kapital. Semuanya diukur dengan uang. Tapi itu bisa menjadi refleksi yang lain.)

Menyederhanakan pertanyaan-pertanyaan njelimet (rumit) diatas, dan terlepas siapa kita saat ini, pelajar didalam/diluar negeri, pegawai negeri/swasta, peran apapun di masyarakat;
Apa kontribusi positif yang akan atau sedang kita sumbangkan bagi Indonesia?

Saya pribadi belum banyak. Saya masih berusaha supaya tidak gagal di setiap matakuliah dan tidak terlambat masuk kelas.

TAPI, ada satu hal yang saya pelajari akhir-akhir ini. Ini pelajaran yang sulit bagi saya pada mulanya. Tidak membutuhkan rupiah atau dolar. Cukup merubah cara pandang saja. Saya belajar untuk menjadi manusia optimis dan berpikiran positif. Tidak mudah, karena saya dibesarkan di lingkungan yang pesimis dan banyak dipenuhi negativitas. Saya tidak tahu dibagian Indonesia mana anda berasal, tapi sikap ini cukup sering saya temui di banyak tempat.

Kapan terakhir kali kita berpikir optimis dan positif tentang Indonesia? Atau yang selalu dipikiran kita adalah mencaci maki pemerintah yang tidak becus. Tidak ada yang keliru sebenarnya. Kritik dan makian bisa membangun jika disampaikan dan "dikerjakan" dengan bijak. Hanya terkadang kita lupa bahwa kita punya potensi yang besar hingga sibuk menjatuhkan sesama warga dengan latar belakang agama, suku, ataupun pendapat yang berbeda. Diskusi dan debat sering terjadi jauh dari tujuan membangun, malah berujung melecehkan satu sama lain. Saya pikir ini bukanlah jalan yang efektif menuju fenomena yang kita sebut sebagai masyarakat madani.

Indonesia punya harapan? Tentu saja! Kita bangsa yang besar, kita bangsa yang kaya (bahkan ada orang asing yang pernah mendekati saya untuk menanyakan kemungkinan meneliti air liur komodo! Mau cari makhluk purba mana di dunia ini kalau bukan di Pulau Komodo, Indonesia?).

Saudara, kalau ada satu atau dua hal baik yang bisa kita lakukan untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik, penuh harapan, untuk mengisi "gap" yang nyata di masyarakat, apa yang kita bisa buat?

Saya mau membaca buku (dan artikel ilmiah), saya mau menanam pohon, saya mau mengajar tentang gizi di tempat-tempat yang membutuhkan, dan saya mau melanjutkan kebiasaan baru saya untuk berpikir positif serta memupuk optimisme.

Selamat merayakan kemerdekaan ke 71 tahun, bangsa yang besar, bangsa Indonesia!

Oh ya, jangan lupa untuk membuang sampah pada tempatnya, jika tidak ada tempat, simpan dulu sampahnya sampai ketemu tempat sampah. Penting loh!


Sumber Gambar: www(dot)sejarah-negara(dot)com
Manhattan, Kansas
16 Agustus 2016 Sore

Tidak ada komentar:

Posting Komentar