Jumat, 19 April 2019

Dua Ribu Delapan Belas

Biasanya saya mulai paragraf pertama refleksi tahunan dengan pengantar filosofis. Kali ini agak berbeda. Sedikit saja pengantar saya:
Kalau ada tahun dimana ada pertemuan berbagai intensitas perasaan, 2018-lah tahun itu bagi saya.

* Profesi baru
Saya pindah ke Ende di minggu pertama Januari 2018. Sebuah awal yang cukup membuat saya excited: pekerjaan, profesi, tempat tinggal, dan teman-teman baru. Pekerjaan di Wahana Visi Indonesia ini adalah yang pertama setelah lulus pendidikan S2. Bagaimana rasanya bekerja formal kembali sejak 2 tahun setengah sering tidur siang? Kaget tentu saja. Posisi baru yang saya jalani ini menuntut saya untuk selalu prima, bekerja melebihi jam kerja normal, dan siap travel kapanpun diminta. Benar saja, lebih dari separuh 2018 saya habiskan di luar kota, luar pulau, luar provinsi, bahkan sempat ke luar negeri. Meski kadang sering merasa lelah, saya banyak belajar hal baru dan saya bersyukur untuk itu semua. Walaupun terdengar manis seperti gula kapas, saya tidak mau menutupi fakta bahwa saya sempat menderita flu berkali-kali dan banyak menghadapi kekuatiran apakah bisa menjalani semua ini :p. Syukurnya, di semester 2 2018 saya jadi lebih kuat secara fisik dan mental, kepercayaan diri dan self esteem pun meningkat. Kalau tanya mengapa, saya akan jawab dengan "yoga" :p, walaupun mungkin jawaban sebenarnya adalah: manusia -sebagaimana makhluk lainnya- beradaptasi.


* Cinta, makanan apakah itu?
Mengalami jatuh cinta itu bisa berarti 2 hal: sebuah berkat besar atau sebuah kesialan telak. Tidak ada jalan tengah :p. Ekstrim? Begitulah cinta. wk. Baru saja saya terjun di dunia profesi yang baru ini, tiba-tiba saya terseruduk, tergelincir, terlindas, terjambak, taroso (only Kupang people know what taroso means), terjerembab, jatuh byur dalam kubangan perasaan yang namanya cinta ini. Untuk diketahui sebelumnya, saya TIDAK bermimpi, berdoa, ataupun berharap tentang hal-hal romantis di tahun 2018 karena fokus utama saya adalah bekerja. Ternyata saya ditimpa berkat-besar-kesialan-telak ini tanpa ada peringatan. Ga diminta kok datang sih kaqqqq :p. Jelas saya kelimpungan. Sehari-hari perasaan saya bagai badai besar, ketiak saya berkeringat secara tidak normal, jantung lupa caranya berdetak santai, dan tentu pikiran jadi susah fokus karena mata orang sinting itu selalu terngiang-ngiang. Memang sebuah kesialan telak! Awalnya saya berpikir saya sudah terlalu tua untuk merasakan panas dingin gelora anak SMA ini. Rupanya tidak saudara, hati tua ini lupa kalau dia pernah (berkali-kali) hampir mampus dibuat sakit diri sendiri (self-harmed :p). Sekali lagi, saya TIDAK BERHARAP ini akan terjadi. Kenapa? Karena seindah-indahnya novel romantis menggambarkannya, cinta itu merepotkan. Namun sebagai anak baik yang senang belajar, saya pun memetik pelajaran berharga: betapa besarnya energi yang saya miliki saat jatuh cinta! Waktu itu, saya bisa tidur tidak tenang selama 4 jam saja, lalu besok paginya bangun, loncat dan lari-lari kecil dari tempat tidur, menyanyi cinta-cinta tai kucing bak artis toilet, darah mengalir lancar seperti habis diinfus extra jo**, dan masih ada energi untuk salah tingkah. Wassalam. Memang sungguh repot. Anehnya saya kuat, setidaknya selama 2 bulan. Lalu, kemudian datanglah badai selanjutnya yang bernama:


* Patah hati
Jatuh cinta saja tidak saya harapkan, apalagi patah hati...duh kaq...
Patah hati kali ini bagaikan menonton bunga cantik yang perlahan-lahan mati kering di depan mata sendiri walaupun saya punya cukup waktu dan air untuk merawatnya. Memang sebenarnya tidak serta-merta saya keringkan sih, kadang masih saya siram dengan air bernama harapan dan mimpi kosong :p :p :p. Ironisnya, jika patah hati dihitung terpisah dari rangkaian jatuh cinta, maka rumusnya sebagai berikut:
Durasi Patah Hati >>>>>>>>> Durasi Jatuh Cinta
Keterangan:
Durasi = Waktu, satuan: detik
Patah Hati = kepedihan; proses menghibur hati yang lupa diri padahal sudah sering babak belur
>>>>>> = lebiiiiiiiiiiihhhh dari
Jatuh Cinta = Sebuah proses kerentanan dimana pohon kelapa tua berubah warna jadi merah muda
Sungguh tak adil...
Cinta-cinta 2 bulan, patah mati mampus 1 tahun lebih kaq. Mungkinkah ini faktor usia? Tubuh orang yang menua, kalau terjadi luka atau inflamasi, pemulihannya memakan waktu lama, lebih lama dari waktu masih muda. Mungkin juga. Saya banyak menangis, tentu. Banyak bermain "what ifs". Banyak mengulang hal-hal indah di kepala bagaikan aplikasi boomerang di Instagram. Padahal masa lalu, seindah apapun, jika terlalu banyak diulang akan jadi racun buat saat ini. Namun demi kesenangan belajar, saya menemukan bahwa saya bisa mengalami cinta yang tidak begitu egois. Kalau sebelumnya saya butuh timbal balik, kali ini saya cukup bersyukur menemukan diri saya yang menginginkan kakak sinting itu bahagia walaupun tanpa saya. Ini sungguh kekejuan alias cheesy, tetapi truuuuue.



* Ke luar negeri
Bersyukur bisa ke Manila, Filipina, dan belajar dari orang-orang keren. Mengikuti ajang internasyenel dan masih sempat explore ke beberapa tempat juga :). Sebenarnya ada yang berkaitan dengan berkat-besar-kesialan-telak diatas. Banyak, sebenarnya. Tapi bagaimana ya, terlalu personal. Intinya ada percakapan, ada sudut mata, ada rekonsiliasi, ada makan bersama, dan tentu saja, seperti segala jenis pertemuan: ada "bye". Demikian, lalu aku bisa apa? Paling nangis. hahaha. Cinta tai kucing.



* Mendaki Gunung Inerie 
Bersama 3 perempuan tangguh dan 3 guide lokal yang luar biasa, saya mendaki gunung Inerie tanpa persiapan, kecuali sendal jepit, beberapa snack gandum, dan kenekatan. Senang sekali bisa kesana walaupun cuaca yang berawan, tapi prosesnya menyenangkan. Yang paling berkesan adalah saat turun gunung di tempat berkerikil terjal, kami pun main perosotan di atas bebatuan. Konon, ada celana yang robek setelah itu.

* Bertemu banyak orang baru
Banyaaaak. Mungkin bisa ribuan? Di lingkungan pekerjaan, sesama staf, di tempat pelatihan, di tempat seminar, dimana-mana hatiku....hancur. Cieh masih patah ya? wk

* Yoga
Semakin mendalami Yoga walaupun agak susah bisa tetap yoga saat travel. Tapi saya tetap cinta yoga. Setidaknya dia tidak pergi. Lhoh? curhat terus kaq :D. Di akhir 2018 saya membuat akun instagram khusus yoga di @nikefransyoga :) Semoga semakin semangat berlatih.

* Pindah rumah berkali-kali
1. Kos-kosan di Jalan Baru Ende, sangat saya sukai karena saya punya balkon kecil di bagian belakang yang bisa langsung menyentuh daun pisang tetangga
2. Rumah pink jalan nangka di Ende, sangat ideal untuk saya: rumah mini yang saya tempati sendiri. Rumah ini lumayan bersejarah dan membekas dihatiku selamanya :p :)
3. Rumah jalan Salak di Sikumana, Kupang. Rumahnya nyaman, udara segar, dapurnya bagus :)
4. Rumah saat ini: pindah di akhir Februari 2019, rumah besar, banyak air dan sinar matahari, bisa lihat laut dari belakang rumah :)
5. Pindah kemana lagi ya kaq?

* Sadhguru, School of Life, Alan Watts
Adalah tempat saya mencari ketenangan batin di Youtube ;)

* Apa lagi ya?
Saya akan coba ingat lagi, kalau masih ada akan saya revisi :)

Demikian panggung sandiwara besar bernama kehidupan di tahun 2018.
Saya bersyukur untuk kesempatan hidup ini. Intensitas perasaan ini ternyata membuat saya merasa "alive". Saya merasa mencicipi kehidupan karena saya merasa semua sel tubuh saya excited terhadap sesuatu. Walaupun saya akhirnya melewati 2 ekstrim perasaan: senang yang setingginya dan sedih yang sedalamnya, saya merasa "hidup" dan mungkin ini adalah tanda baik.

Terima kasih banyak 2018...
Nike



Tidak ada komentar:

Posting Komentar