Minggu, 09 Oktober 2022

Dua Pengemudi Transportasi Online dan Seorang Pemijat di Ibu Kota

Bulan lalu di awal September 2022 saya berkesempatan ke Jakarta untuk mengikuti sebuah workshop. Senang rasanya bisa kembali ke Jakarta setelah cukup lama terhalang pandemi. Berkunjung ke Jakarta selalu menarik untuk orang-orang "daerah" seperti saya. Inilah kesempatan melihat pembangunan dan perkembangan di pusatnya Indonesia. Mata orang-orang daerah yang berkunjung ke Jakarta selalu 'liar' mencari tahu sudut-sudut mana yang memicu keingintahuan kedaerahan :D.

Salah satu yang menarik di Jakarta adalah perkembangan transportasi umumnya. Saat ini sudah ada MRT dan bahkan mungkin sebentar lagi ada LRT. Sejujurnya saya ingin sekali mencoba naik MRT tapi selalu terhalang karena tidak ada kesempatan dan alasan yang cukup. Mungkin nanti kapan-kapan jika sempat sehari di Jakarta hanya mau explore MRT supaya tidak penasaran lagi.

Bicara tentang transportasi, saya selalu memilih naik ojek atau taksi online di Jakarta. Menurut saya ini metode transportasi paling aman dan tanpa ribet. Tinggal klik klik sim salabim sampai di tempat tujuan. Tidak perlu mengantri atau tersesat mencari makna hehe. Kunjungan kali ini pun demikian. Saya lebih sering naik taksi online G*ab dan sekali naik ojek online karena macet dan tidak mau terlambat. Dulu saat naik kendaraan umum saya sangat menghindari bicara basa-basi. Sekarang saya menikmati saja, apalagi kalau sedang tidak capek. Terkadang para pengemudi punya cerita-cerita menarik. Dalam kunjungan singkat ini, saya menemui 2 orang pengemudi yang unik, keduanya lulusan master di bidang Ekonomi. 

Yang pertama, pengemudi armada ojek online dengan gelar master bidang ekonomi dari universitas dalam negeri. Kami sempat mengobrol di tengah beliau sibuk salip menyalip menembus macetnya Jalan Sudirman pada jam pulang kantor. Asal dari NTB, beliau berkeinginan untuk mengajar. Awalnya saya pikir "oh mengajar di sekolah". Ternyata beliau ingin mengajar di universitas dan bahkan sudah ada tawaran dari tempat asalnya, namun beliau sedang mengejar pendapatan sebagai pengemudi ojol di Jakarta karen 3 bulan depan akan menikah. Saya mendoakan semoga persiapan pernikahannya lancar dan mendapatkan banyak rejeki.

Yang kedua, pengemudi taksi online dengan gelar master bidang ekonomi dari salah satu kampus di Eropa. Karena sengitnya pasar pekerjaan di tengah pandemi, beliau memutar arah karir sementara sebagai pengemudi armada taksi online. Banyak hal seputar perpolitikan-perekonomian yang beliau bahas dengan sangat seru dan cerdas, membuat saya terkagum. Beliau berkeluh tentang sulitnya mencari pekerjaan di umurnya yang sudah 40an. Saya menyarankan mencari pekerjaan di sektor NGO non-profit yang biasanya tidak terlalu memusingkan batas usia. Saya tiba di tujuan sambil mendoakan beliau mendapatkan karir yang cocok dengan level skill dan keahlian beliau.

Di satu malam, saya merasa masih punya waktu beberapa jam namun sudah malas bergerak ke mall atau ke restoran. Saya terpikir untuk memesan jasa pijat yang bisa langsung datang ke tempat pemesan. Saya menghubungi pusat pijat profesional berdasarkan rating Google yang tinggi. Setengah jam kemudian seorang ibu usia 50an mengetuk kamar saya. Beliau dengan lihainya memijat badan saya. Karena cukup lama durasi pijatnya (90 menit), beliau sempat bercerita tentang hidupnya, tentang betapa kerasnya mencari pekerjaan sebagai seorang perempuan single parent, ditinggal suami yang selingkuh, dan harus membesarkan anak-anaknya di Jakarta. Katanya: "saya berusaha keras supaya anak-anak ada uang jajan". Saat ini keadaan ekonominya sudah jauh lebih baik, sudah punya rumah sendiri di Jakarta dan di kampung. Gaji seorang pemijat/therapist profesional juga cukup menjanjikan, apalagi beliau sudah punya klien tetap yang merasakan berbagai manfaat dari kelihaian beliau memijat. Beliau kemudian pamit dan saya mendoakan beliau semakin berlimpah rejeki.

Hidup di Jakarta itu keras, begitu kata orang-orang. Mungkin benar demikian. Dari perjalanan singkat saya saja saya bertemu pekerja-pekerja yang berjuang untuk hidupnya masing-masing. Di sisi lain, perputaran ekonomi yang pesat membuat Jakarta menjadi pilihan banyak orang untuk merantau menguji nasib. Saya pulang kembali ke Makassar dengan oleh-oleh kenangan dari Jakarta yang terkadang muncul kembali saat melamun.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar