Selasa, 24 Juni 2014

Rote III : Pantai Nemberala (selesai)



Baru setengah jam menonton pertandingan bola, saya mulai bosan. Om Zadrak mengajak saya dan salah satu keponakan perempuannya, Rosi, yang berusia 13 tahun, untuk berjalan keliling di pantai Nemberala. Ternyata, letak pantai yang tersohor itu begitu dekat dengan rumah ibu Om Zadrak. Jadi dari rumah, melewati sisi lapangan, lalu menyeberang jalan, ada jalan masuk 50 meter, ketemu deh pantainya. Huaaa, saya begitu senang bisa menginjakkan kaki dan melihat langsung pantai Nemberala. Bagi saya yang mencintai pantai ini, ketemu pantai rasanya bahagia sekali.

 Pantai Nemberala

Menurut penuturan om Zadrak, pantai Nemberala ini salah salah satu tempat wisata di Rote yang pertama kali dikenal oleh para wisatawan dari luar Indonesia, sekitar tahun 80an. Kemudian barulah pantai Bo’a (pantai pusat surfing, letaknya lebih jauh dari pantai Nemberala)  dikenal. Tahun 1992, berdirilah hotel pertama di kawasan wisata pantai Nemberala, Hotel Tirosa. Hotel pertama ini dibangun oleh keluarga Messakh, yang sampai saat ini tetap dioperasikan oleh keluarga besar Messakh. Harga kamar lumayan terjangkau, Rp.200.000 per orang per malam dan masih bisa nego untuk orang Indonesia. Dengan harga demikian, sudah bisa menikmati bangun pagi di pinggir pantai.

Baru kemudian muncullah hotel, villa, atau cottage yang pemiliknya sebagian besar adalah bule-bule Eropa. Pertama mereka mengontrak tanah –tanah tepat di bibir pantai Nemberala. Tanah tersebut dikontrak untuk jangka panjang. Bisa dikontrak dengan jangka waktu 20 hingga 30 tahun. Biaya kontrak tanah bermacam-macam, bergantung pada lama masa kontrak dan luas tanah. Menurut penduduk sekitar harga kontrak berkisar 500-600 juta rupiah. Tentu dalam jangka waktu yang lama.

Setelah mengontrak tanah, mereka kemudian mulai mengurusi tanah mereka itu. Membangun pagar batu, membuat konsep yang matang untuk para calon pengunjung hotel mereka, yang juga adalah para bule. Mungkin cuma orang bule yang tahu bagaimana melayani sesama bule, sehingga mereka membangun semacam atmosfir mereka sendiri di dalam resort-resort pribadi mereka. 

Saat ini, hampir seluruh kawasan bibir pantai sudah dikontrakkan kepada  Bule untuk 20 sampai 30 tahun mendatang. Sayangnya, ada pengontrak tanah yang setelah mendapat ijin kontrak, beliau mengontrakan tanah tersebut kepada bule lain dengan harga yang tentu saja lebih tinggi. Untung sampai saat ini belum ada penduduk Nemberala yang menjual tanahnya secara utuh kepada para pendatang, hanya dikontrakkan saja. Kecuali ada seorang penduduk yang memang ‘tidak sengaja’ menjual tanahnya karena kesalahan pribadi. Namun kata om Zadrak, di wilayah pantai Bo’a, banyak wisatawan berduit yang sudah beli putus (istilah untuk membeli lahan dan lahan tersebut menjadi kepemilikan pembeli seutuhnya) tanah-tanah surga disana.

Memang begitu mendengar uang 500 atau 600 juta, penduduk mudah tergiur dengan angka tersebut. Uang itu lalu dibagi-bagikan kepada sejumlah saudara pemilik tanah. Uangnya bisa untuk beli kendaraan dan makan minum, namun tidak dalam jangka waktu lama. Mungkin satu dua tahun kemudian uang tersebut sudah ludes. 

Om Zadrak menyayangkan hal tersebut. Menurut beliau perlu dibuat suatu kesepakatan yang dapat menguntungkan bukan saja bagi pengontrak tanah, tapi juga bagi pemilik sebenarnya atau penduduk lokal. Misalnya dengan membuat kesepakatan bahwa jika pengontrak membangun hotel atau cottage, pengontrak tanah tersebut wajib juga membangun sesuatu atau memberikan hak sebuah kamar kepada pemilik tanah sebenarnya. Karena satu-satunya keuntungan yang dirasakan masyarakat lokal dari pembangunan hotel oleh wisatawan asing adalah karena mereka mendapat pekerjaan sementara sebagai buruh bangunan.

Pantai Nemberala yang namanya sudah terkenal dimana-mana ini ternyata memang indah. Bentangan pasirnya sangat  luas dan lumayan lebar. Bagian sebelah kiri pasirnya besar besar butirannya, sedangkan yang sebelah kanan pantai pasirnya halus dan lebih putih, sensasinya seperti berjalan di atas tepung.

Bagian Pantai Nemberala yang pasirnya putih dan halus

Yang menarik dari pantai ini adalah pantai ini juga dimanfaatkan masyarakat setempat untuk membudidayakan rumput laut. Masing-masing petani rumput laut punya petak-petak di pinggir laut untuk ditanami rumput laut. Rumput laut yang sudah dipanen kemudian dijemur/dikeringkan, kemudian dijual. Harga 1 kg rumput laut kira-kira Rp.16.000. Banyak penduduk desa Nemberala yang berprofesi sebagai petani rumput laut.

Om Zadrak dan salah satu keluarganya hang sedang panen rumput laut

Salah satu hal yang menurut saya belum ada di tempat wisata ini adalah tempat penjualan suvenir khas Rote. Saya yang baru datang ke tempat ini langsung bertanya apakah ada tempat penjualan suvenir, siapa tahu bisa membelikan oleh-oleh bagi teman-teman di Kupang. Namun ternyata tidak ada toko seperti itu. Padahal potensinya cukup besar. Seharusnya ada tempat yang menyediakan oleh-oleh seperti selendang tenun Rote, gantungan kunci ti’i langga atau sasanso, atau bisa juga menjual gula aer.

Nemberala juga merupakan lokasi surfing. Namun lokasi surfingnya agak jauh ke arah laut sehingga tidak dapat menonton langsung peselancar dari bibir pantai.

Diatas semuanya, saya menyukai pantai ini, dan pantai ini wajib dikunjungi oleh semua pencinta pantai! Selama dua hari berturut-turut, saya menghabiskan senja di pantai yang Nemberala luas ini. Malam pertama kami kembali untuk tidur di rumah pak pendeta, lalu hari kedua menginap di rumah ibu om Zadrak di dekat pantai.
Senja di Pantai Nemberala

Santai berjemur

Sampai Ketemu Lagi, Rote!


Setelah misi saya dan om Zadrak selesai, kami bersiap diri untuk kembali ke Kupang. Ibu bidan membekali kami dengan gula merah khas Rote dan gula aer. Kami diantarkan teman pak pendeta ke bandara, pak pendeta ikut mengantarkan kami sampai duduk di kapal.




Rasanya belum puas karena hanya 2 malam dan belum berkunjung ke banyak tempat di Rote. Maka saya berjanji dalam hati bahwa suatu hari nanti akan kembali ke tempat ini. Meski singkat, saya sangat bersyukur untuk kesempatan ke pulau Rote kali ini. Ternyata memang benar juga referensi dari teman-teman otak Rote saya, Rote itu indah!

Sampai ketemu lagi, Rote!

Pantai Nemberala : wajib dikunjungi

4 komentar:

  1. salam hangat dari kami ijin informasinya dari kami pengrajin jaket kulit

    BalasHapus
  2. Wah bagus banget pantai nembrala
    semoga pariwisata Indonesia makin maju

    BalasHapus
  3. Luas bentangan pantainya berapa ya Om?

    BalasHapus